Evaluasi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar pada Ponpes Salafiyah
Jakarta (18 Oktober 2017). Hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat tentang Evaluasi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar pada Pondok Pesantren Salafiyah (2016) menunjukkan ditilik dari empat dimensi, yaitu: konteks, input, proses, dan produk, secara keseluruhan program penyelenggaraan wajar dikdas Ula dan Wustha berada pada tingkat terpenuhi. Dimensi konteks berada pada tingkat “terpenuhi” dengan persentase 80.4 % Ula dan 84,6 % Wustha. Namun, masih ada yang perlu ditingkatkan yaitu kemandirian membuat panduan untuk pelaksanaan wajar dikdas internal pondok pesantren (Ponpes), karena persentasenya hanya mencapai 64 % Ula dan 53 % Wustha.
Dimensi input, secara keseluruhan berada pada tingkat “cukup terpenuhi” dengan capaian Ula 61,3 % dan Wustha 61,9 %. Indikator yang berhasil ditunjukkan, yaitu kepemilikan jadwal pelajaran serta mata pelajaran yang diajarkan sudah sesuai dengan program wajar dikdas. Namun, beberapa indikator yang masih perlu ditingkatkan dari dimensi input yaitu latar belakang pendidikan guru, kurikulum mata pelajaran umum yang digunakan, mata pelajaran umum yang wajib diajarkan, ketersediaan buku paket guru dan santri, kepemilikan perpustakaan, kepemilikan buku SKL, RPP dan silabus.
Dimensi proses berada pada tingkat “cukup terpenuhi” untuk tingkat Ula dengan persentase 64,8 %. Namun, Wustha berada pada kategori “kurang terpenuhi” karena hanya mencapai 62,3 %. Dari indikator yang diukur terlihat adanya supervisi, monitoring, laporan serta penyesuaian program wajar dikdas dengan program di Ponpes. Sedangkan yang paling rendah, yaitu materi monitoring masih kurang lengkap menyangkut 4 aspek materi, kehadiran santri dan penilaian hasil belajar santri.
Dimensi produk secara keseluruhan cukup berhasil walaupun minim kenaikannya. Rerata nilai bahasa Indonesia, matematika, dan IPA meningkat pada tahun ajaran 2014 dibanding tahun ajaran sebelumnya. Demikian juga serapan pendidikan, santri lulusan Ula dan Wustha 60 % ke atas melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Selain pengukuran keempat dimensi di atas, juga ada hal lain yang perlu terus diperbaiki dalam menunjang suksesnya program wajar dikdas, yaitu adanya kendala yang dirasakan oleh Ponpes, antara lain keterlambatan dana BOS, keterlambatan terbitnya ijazah, honor guru program terlambat dibayar, tidak memiliki perpustakaan dan santri banyak yang tidak mukim di Ponpes serta santri masih sering tidak masuk.
Hasil penelitian merekomendasikan, pertama: Direktorat Pendidikan Diniyah dan Ponpes hendaknya melakukan pembinaan terhadap penyelenggara wajar dikdas agar terampil dan profesional dalam bidang akademis dan manajemen penyelenggaraan wajar dikdas. Kedua, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Ponpes bersama Badan Litbang dan Diklat perlu mengevaluasi kembali sistem supervisi dan monitoring penyelenggaraan wajar dikdas. Ketiga, Direktorat pendidikan Diniyah dan Ponpes perlu melakukan pendampingan terhadap Ponpes penyelenggara wajar dikdas untuk memberikan pengetahuan terkait pengelolaan wajar dikdas secara efektif dan efisien.
Keempat, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Ponpes perlu menerapkan sistem evaluasi dan pelaporan wajar dikdas berbasis database online. Kelima, Kementerian Agama dan Kemendikbud hendaknya meningkatkan kerjasama intensif untuk membuat regulasi program wajib belajar pendidikan dasar terkait pemenuhan kebutuhan guru, peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru, pembinaan guru dan kesejahteraan guru. Keenam, Kementerian Agama perlu melakukan sosialisasi secara luas kepada lembaga-lembaga pendidikan formal dan masyarakat bahwa ijazah lulusan wajar dikdas mendapat pengakuan yang sama seperti pendidikan formal yang sederajat lainnya agar tidak ada perlakuan yang berbeda di masyarakat. (bas/wan)
Sumber foto: https://www.google.co.id