Ernesto Tak Pernah Menunggumu

17 Jul 2025
Ernesto Tak Pernah Menunggumu
Ernesto tokoh fiktif produk AI. (Ilustrasi: Arina.id)

Jakarta (BMBPSDM)---Saat ini, jutaan orang di dunia telah dan sedang menikmati sebuah lagu berjudul “I’m Still Waiting at the Door.” Lagu ini dinyanyikan Ernesto ketika dirinya terlibat di program pencarian bakat, America's Got Talent.

 

Lagu ini bukan sekadar didengar. Mereka menikmati dentingan piano dengan nada minor yang sangat ngelangut. Suara bariton Ernesto menambah aura kesedihan semakin dalam. Lagu ini mengeksplorasi tema kepedihan, kerinduan, dan cinta yang tak pernah luruh. Lagu itu menyentuh hati sangat dalam jutaan pendengarnya. Tak sedikit dari mereka yang tak kuasa menahan air mata.

 

Di bagian refrain, lagu ini menggambarkan tentang seorang ayah yang terus menunggu anaknya di pintu rumah dengan harapan dan cinta yang sangat dalam. Jeritannya melolong diberati harapan bahwa anak yang dicintainya mungkin suatu hari akan pulang. Melodi dan liriknya mengaduk-aduk emosi kerinduan dan ikatan keluarga yang tak terisahkan. Komposisi indah ini membawa para pendengarnya tenggelam dalam refleksi diri sendiri tentang cinta dan kepedihan hati.

 

Ernesto adalah seorang ayah yang sudah menua. Di senja usianya, dia hidup sendirian. Anaknya yang sangat dicintai, meninggalkannya sendirian untuk mengejar mimpinya. Dengan cinta yang tak pernah memudar, dia menunggu anaknya. Hidup yang sangat berat tidak memberinya keinginan berlebih kecuali sekadar mendengar suara anaknya. Hari demi hari, harapan itu hanya menggaung di langit malam.

 

Anaknya terlalu sibuk. Ernesto semakin renta. Dia tetap menunggu dengan cinta yang sama. Tiap malam hanya kesunyian yang dirasakan. Tidak ada yang menemaninya, kecuali langit malam yang sunyi dan hitam.

 

Tapi, maaf! Ernesto tak pernah ada. Dia tak pernah menunggu anaknya. Ernesto bukanlah tokoh kentara dalam sejarah. Lagu I’m Still Waiting at the Door juga bukanlah lagu yang diciptakan seorang seniman, yang lahir atau diilhami oleh sebuah kisah nyata. Tidak pernah ada seorang penyanyi yang rekaman di studio. Ernesto dengan “I’m Still Waiting at the Door”-nya adalah hasil kreasi AI (artificial intelligence).

 

Ernesto adalah gambaran nyaris sempurna bagaimana AI mengubah hidup kita saat ini. Yuval Noah Harari dalam Nexus memberi gambaran bagaimana AI betul-betul akan mengubah cara kita mengalami dan memaknai hidup. Apa yang dinyatakan Harari bukan ramalan masa depan, tapi kejadian saat ini, di mana hidup masa depan bersama AI tak sanggup untuk dibayangkan.

 

AI bukan sekadar cerita tentang mahasiswa atau dosen yang ingin punya tulisan ilmiah, tapi tak sanggup membaca jurnal atau buku yang rumit dan panjang. AI juga bukan sekadar kisah tentang Jack yang selamat dalam tragedi tenggelamnya kapal Titanic dan akhirnya menikah dengan Rose karena para penonton tidak sanggup menerima ending film yang dibintangi Leonardo Wilhelm DiCaprio dan Kate Winslet. AI menembus hampir seluruh pori-pori kemanusiaan kita. Bahkan, AI menyediakan dirinya bagi orang-orang yang sedang mencari Tuhan.

 

Tuhan dan agama kini berada di cyberspace. Ribuan aplikasi dalam smartphone menawarkan tata cara peribadatan yang benar. Melalui aplikasi-aplikasi itu, umat Islam, misalnya, menemukan mulai restoran halal hingga lokasi ka’bah. Bahkan, saat ini, pendeta dalam bentuk robot telah dioperasikan untuk memberi petunjuk pada orang-orang untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan iman. Salah satu gereja di Swiss menggunakan AI-Jesus untuk melayani pengakuan dosa jemaatnya.

 

Gabriele Trovato, seorang associate professor di Tokyo’s Shibaura Institute of Technology, menciptakan SanTO (Sanctified Theomorphic Operator). SanTO adalah robot kecil seperti seorang santo neoklasik. Ia didesain untuk bisa diakses oleh para lansia atau orang-orang yang terisolasi. Setiap orang bisa menggunakan lilin elektrik untuk menyentuh tangan SanTo dan bertanya tentang Injil, peribadatan, dan kehidupan para santo. Sementara itu, di Kuil Longquan, Beijing, ada sebuah robot yang bernama Xian’er yang bisa merapalkan mantra Budha dan menjelaskan prinsip-prinsip dasar keimanan.

 

Sepuluh tahun lalu, semua fenomena di atas mungkin hanya dianggap sebagai candaan. Saat ini, berbagai eksperimen penggunaan teknologi ke dalam praktik keagamaan sungguh-sungguh sebuah kenyataan. Bayangkan, apa yang akan terjadi di masa depan. Melalui AI, apa yang disebut dengan kenyataan dan fantasi tak lagi bisa dibedakan.

 

Sekalipun kita tahu bahwa Ernesto hanya tokoh fiktif buatan AI. Namun, lagu “I’m Still Waiting at the Door” yang dinyanyikannya tetaplah menguras seluruh emosi kita. Fakta atau fiksi tak lagi penting. AI akan menulis narasi masa depan manusia. Kita mungkin hanya akan memerankan tokoh yang sudah ditakdirkan AI atas diri kita. (Ahmad Inung, Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangam Sumber Daya Manusia Kementerian Agama RI).




 

 

Penulis: Ahmad Inung
Sumber: https://www.arina.id
Editor: Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI