Gaji Rendah vs Kompetensi Guru: Mengapa Profesionalisme Jadi Sorotan?
Palembang (BMBPSDM)--- Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Suyitno memberikan arahan sekaligus membuka Focus Group Discussion (FGD) Seminar Hasil Penelitian Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Implementasi Kurikulum Merdeka di Indonesia. Dalam arahannya, Suyitno memberikan atensi kepada isu dari para guru yang merasa digaji di bawah standar.
“Para guru menyuarakan bahwa gaji mereka tidak sesuai standar minimal. Benarkah pemerintah tidak peduli?. Isu ini sering terlihat di media sosial maupun dalam aksi demonstrasi,” ujar Kaban Suyitno di Palembang, Jumat (22/11/2024).
Menurut Kaban Suyitno, jika merujuk pada Undang-Undang Guru dan Dosen serta Undang-Undang Pendidikan, pemerintah sebenarnya telah menyediakan skema, salah satunya melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG). Melalui PPG, para guru memiliki peluang untuk mendapatkan tunjangan profesi.
“Banyak guru yang hingga kini masih mengajar dengan gaji rendah akibat belum mendapatkan kesempatan mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Kondisi ini memunculkan pertanyaan, mengapa sebagian guru tidak berupaya meningkatkan kompetensi atau meng-upgrade diri?,” ungkapnya.
Faktor sosial dan kebutuhan ekonomi sering kali menjadi alasan para guru bertahan meskipun merasa tidak puas. Sebagian bahkan memasuki profesi ini bukan karena panggilan hati, melainkan sebagai pilihan terakhir atau alternatif.
“Padahal guru yang profesional seharusnya memiliki kompetensi tinggi, seperti dokter spesialis yang bekerja sesuai keahliannya. Sikap pasif tanpa upaya meningkatkan kualitas kerap membuat profesionalisme guru dipertanyakan,” katanya.
Sebagai tambahan, pendapatan rendah merupakan keluhan utama guru. Namun, dilema ini juga terkait dengan paradigma yang hanya mengandalkan penghasilan dari lembaga pendidikan tanpa mencari alternatif lain.
“Para guru perlu melakukan perubahan mendasar, atau dalam istilah agama, hijrah, mencari jalan baru untuk meningkatkan kesejahteraan,” tuturnya.
Terakhir, Suyitno menjelaskan bahwa profesi guru menuntut dedikasi dan panggilan hati. Untuk menjadi guru yang unggul, diperlukan komitmen untuk terus belajar, berkembang, dan melayani dengan tulus.
”Jika profesi ini tidak membawa kebahagiaan, perubahan sikap dan peningkatan kompetensi menjadi langkah penting untuk menghadapi tantangan ke depan,” tutupnya.
(Natasya Lawrencia)