Halalbihalal: Sebuah Pendekatan Budaya sebagai Perekat Kerukunan Bangsa

11 Apr 2025
Halalbihalal: Sebuah Pendekatan Budaya sebagai Perekat Kerukunan Bangsa
Firman Nugraha, widyaiswara Balai Diklat Keagamaan (BDK) Bandung.

Jakarta (BMBPSDM)---Setiap tahun pascalebaran, masyarakat Indonesia menjalani tradisi unik bernama halalbihalal. Meski menggunakan kosakata Arab (halal dan bihalal), sejatinya adalah kreasi budaya Nusantara --sebuah bentuk Islamic-Javanese syncretism yang mencerminkan keluwesan lokal dalam mengadopsi konsep agama ke dalam praktik sosial.

 

Sejarawan Belanda, Th. Pigeaud, dalam Java in the 14th Century (1960), mencatat bahwa istilah halalbihalal tidak ditemukan dalam literatur Islam klasik, melainkan muncul dari tradisi Jawa. Ia mengaitkannya dengan praktik slametan --ritual komunal yang bertujuan menjaga harmoni sosial. Pigeaud menyebut bahwa keraton-keraton Islam Jawa, seperti Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, kerap menggelar acara silaturahmi pasca Ramadan untuk merukunkan pihak-pihak yang berselisih, baik di kalangan elite maupun masyarakat. 

 

Dalam konteks ini, halalbihalal berfungsi sebagai political reconciliation tool sekaligus social bonding mechanism. Tradisi ini kemudian diadopsi oleh Republik Indonesia, terutama sejak era Presiden Soekarno, yang menjadikannya sebagai sarana rekonsiliasi nasional pasca konflik politik. 

 

Di era modern, halalbihalal diadopsi oleh pemerintah Indonesia, salah satunya melalui tradisi open house, di mana pemimpin negara maupun daerah membuka pintu bagi masyarakat untuk bersilaturahmi tanpa sekat.

 

Halalbihalal juga digelar oleh pegiat komunitas --warga berkumpul di lokasi tertentu atau bahkan ruang digital untuk saling memaafkan. Aktivitas ini memiliki nafas tujuan yang sama, rekonsiliasi. Lain dari itu, halalbihalal juga menjadi momen inklusivitas lintas agama --di banyak daerah, non-Muslim turut serta, menunjukkan bahwa nilai utamanya adalah silaturahmi, bukan sekadar ritual keagamaan.

 

Makna Budaya yang Melampaui Ritual

 

Halalbihalal bukan sekadar ajang maaf-maafan formal, melainkan sebuah cultural mechanism (mekanisme budaya) yang menjaga keseimbangan sosial. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, tradisi ini menjadi jembatan untuk: pertama, memperkuat kohesi sosial --dengan saling mengakui kesalahan dan memaafkan, masyarakat menciptakan ruang dialog yang inklusif. Kedua, merawat Kebhinekaan --halalbihalal tidak eksklusif bagi umat Islam. Dalam praktiknya, banyak non-Muslim yang terlibat, menjadikannya sebagai simbol persatuan. Ketiga, mencegah erosi nilai gotong royong --di tengah arus individualisme modern, tradisi ini mengingatkan kita pada pentingnya solidaritas komunal.

 

Agar halalbihalal tidak terjebak dalam rutinitas seremonial, diperlukan pendalaman makna dan transformasi ke dalam praktik sehari-hari. Beberapa langkah yang dapat diambil: pertama, pendekatan multikultural --memperluas partisipasi lintas agama dan etnis, menjadikan halalbihalal sebagai platform dialog antarkelompok. Kedua, digitalisasi silaturahmi --memanfaatkan teknologi untuk menjangkau generasi muda dan diaspora Indonesia agar tradisi ini tetap relevan. Ketiga, integrasi dengan program sosial --misalnya, mengombinasikan halalbihalal dengan kegiatan bakti sosial atau diskusi kebangsaan untuk memperkuat dampaknya.

 

Halalbihalal adalah bukti kecerdasan budaya Nusantara --mengambil nilai Islam tentang maaf dan persaudaraan, lalu mewujudkannya dalam format yang khas Indonesia. Seperti dikemukakan Pigeaud, tradisi semacam inilah yang membuat masyarakat Jawa (dan Indonesia secara umum) mampu menjaga stabilitas sosial selama berabad-abad.

 

Kini, di tengah ancaman polarisasi dan individualisme, halalbihalal bisa menjadi salah satu cultural anchor --jangkar budaya yang mengingatkan kita bahwa kerukunan bukanlah sesuatu yang given, melainkan harus terus dirawat. Ia bukan sekadar acara tahunan, melainkan a living tradition yang harus tetap relevan dari masa ke masa.

 

Penulis: Firman Nugraha
Sumber: Firmana Nugraha
Editor: Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI