HUBUNGAN ANTAR AGAMA : Sebuah Analisis Sosial Keagamaan

27 Jan 2009
HUBUNGAN ANTAR AGAMA : Sebuah Analisis Sosial Keagamaan

HUBUNGAN ANTAR AGAMA : Sebuah Analisis Sosial Keagamaan

Oleh: Tim Peneliti
ix+131 halaman 

Departemen Agama

Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan

Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2001

Wacana tentang hubungan antar agama di Indonesia sudah lama diperbincangkan para pengamat dan pakar keagamaan. Sejumlah penelitian pun dilakukan berkenaan dengan tema tersebut. Namun, kebanyakan studi yang ada memusatkan perhatian pada pandangan elit keagamaan tentang hubungan antar agama. Sedikit sekali penelitian mencurahkan perhatian pada persepsi para pemeluk agama tentang hubungan antar agama, terutamadilihat dari aspek sosial-keagamaan.

Topik yang diangkat dalam penelitian ini menjadi penting karena secara khusus mengkaji persepsi dan pandangan pemeluk agama tentang hubungan antar agama dan aspek sosial-keagamaan. Selain itu, juga melacak faktor-faktor yang membentuk persepsi dan pandangan rnereka. Penelitian ini juga menelusuri relevansi dan konsekuensi persepsi serta pandangan mereka bagi upaya menciptakan dan membangun hubungan yang harmonis antar pemeluk agama.

Lokasi penelitian di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan perhatian utama pada Desa/Kelurahan Ngesti Harjo, Kabupaten Bantul, Desa/kelurahan Siraman, Kabupaten Gunung Kidul; dan Desa/Kelurahan Taman Martani, Kabu­paten Sleman. Dalam pelaksanaannya penelitian ini menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif.

Salah satu hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi dan pandangan responden cukup variatif. Hal ini memperlihatkan adanya kesenjangan jarak antara sikap sosial dengan sikap keagamaan. Sebagian responden merasa senang hidup bertetangga dengan kornunitas agama lain dan bersikap positif dalam hubungan sosial mereka. Tetapi mereka tidak menyetujui hubungan dan kerja sama dalam persoalan keagamaan. Persepsi dan sikap ganda ini didasarkan pada kenyataan bahwa hubungan antar agama terdapat "titik temu" dan "titik pisah".

Persepsi dan pandangan tersebut terbentuk oleh faktor sosial itu sendiri. Bahwa kehidupan yang pluralistis harus diter-ima apa adanya karena merupakan sebuah realitas sosial tempat mereka hidup bertetangga dan berhubungan satu sama lain.***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI