Inovasi Pembelajaran: Madrasah Kembangkan Talenta Siswa dengan Cara ini!
Bandung (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Suyitno mengatakan bahwa prinsip pembelajaran harus menyenangkan. Belajar dari Finlandia, untuk mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan salah satunya belajar sesuai talenta para siswa.
“Beberapa kesalahan dalam pendidikan adalah mencetak anak-anak didik seperti sebuah adonan kue yang harus persis seperti cetakan. Cetakannya adalah orang tua atau guru itu sendiri. Sedikit sekali ruang yang diberikan agar anak-anak ini tumbuh sesuai dengan potensi terbaik mereka,” ujar Kaban di Bandung, Kamis (17/10/2024).
Pesan penting ini disampaikan Kaban di hadapan 120 peserta Pelatihan Penguatan Kompetensi Kepala Madrasah sebanyak tiga angkatan yang digelar hasil kerja sama Balai DIklat Keagamaan (BDK) Bandung dengan Perkumpulan Guru Madrasah Indonesia Kabupaten Bandung.
Menurut Kaban, para kepala, baik di tingkat Raudhatul Athfal (RA) maupun madrasah, perlu menjadi coach untuk mengembangkan potensi anak-anak didik ini melalui berbagai strategi bersama para guru. Hal ini penting karena pendidikan merupakan hak dasar, hak hidup yang sesuai dan wajar.
Para guru, kata Kaban, memiliki kebebasan dalam inovasi pembelajaran. Menurutnya, prinsip ini dalam konteks Indonesia sudah cukup lama terjadi. Di era 80-an, saat masih belum terdisrupsi teknologi, anak-anak memiliki peluang yang luas dalam pengembangan diri mereka melalui berbagai permainan tradisional kompetitif.
“Pengalaman ini, seyogianya menjadi bekal yang baik di saat memasuki era implementasi Kurikulum Merdeka,” terang Kaban.
Kaban menegaskan, Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 58 Tahun 2017 perlu ditanamkan betul dalam mekanisme kerja kepala. Salah satu poin yang harus disenyawakan adalah kompetensi entrepreneurship. Hal ini untuk menjembatani betapa di tengah kompleksitas tantangan pendidikan, kemampuan untuk bertahan dan kemandirian sangat penting.
“Tidak semua anak-anak didik ini akan jadi saintis, teknokrat, atau lainnya yang selalu diukur secara akademik. Padahal, ada ruang lain yang tetap terbuka bagi mereka yang memiliki jiwa yang tangguh dan pantang menyerah,” ucapnya.
Soft skill, lanjut Kaban, merupakan salah satu kompetensi yang menjadi tolok ukur dalam daya saing bangsa-bangsa. Kaban mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini masuk di peringkat 27 dunia. Sementara, di tingkat Asean menduduki peringkat ketiga di bawah Singapura dan Thailand.
“Salah satu kompetensi soft skill ini adalah critical thinking. Kemampuan ini juga perlu dilengkapi dengan social skill yang akan berkontribusi pada kemampuan dalam berjejaring,” terangnya.
Oleh karena itu, Kaban berharap agar para kepala madrasah penting untuk menghindari schooling without learning atau para gurunya teaching without learning, karena sudah menjadi keniscayaan hakikat pendidikan ada dalam pembelajaran.
Salah satu tantangan pembelajaran bagi anak-anak didik adalah membekali mereka untuk mampu menjawab tantangan kehidupan mereka di masa depan. Strategi yang dapat diambil adalah melalui pembelajaran tematik dengan penguatan dari para ahlinya.
“Tugas kepala adalah memfasilitasi terjadinya pembelajaran kolaboratif ini di madrasahnya,” sambungnya.
Terakhir, Kaban menegaskan, dengan melakukan berbagai inovasi, ini akan menjadi kata kunci dalam mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan sekaligus sesuai dengan potensi terbaik anak-anak didik ini. “Ini memang tidak mudah, namun bukan berarti mustahil. Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif antar pihak merupakan keniscayaan, termasuk dengan orang tua siswa itu sendiri,” pungkasnya. (Firman Nugraha)