Jenis-Jenis Rezeki dalam Al-Qur’an

12 Mar 2024
Jenis-Jenis Rezeki dalam Al-Qur’an
Junaedi Putra

Oleh: Junaedi Putra, S. Pd. S. Ag.

 

Pendahuluan

Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pernah berdebat dengan gurunya tentang rezeki. Imam Malik meyakini bahwa rezeki itu sudah ditakdirkan maka jika memang sudah Allah taqdirkan seseorang akan mendapatkan rezeki maka dia pasti mendapatkannya meskipun ia tidak bekerja apapun. Sementara Imam Syafi’i meyakini bahwa rezeki itu didapat dengan bekerja. Akhirnya mereka berpisah dengan tetap pada pendapatnya masing-masing. Di perjalanan, Imam Syafi’i dimintai tolong untuk memanen buah anggur. Selesai bekerja, Imam Syafi’i teringat perdebatannya dengan gurunya. Untuk membuktikan keyakinannya bahwa rezeki akan datang dengan bekerja maka ia bawa sekeranjang anggur itu kehadapan gurunya yaitu Imam Malik.

Singkat cerita mereka berbasa basi sambil makan anggur. Lalu Imam Syafi’i berkata "ini membuktikan ucapan saya tadi bahwa rezeki didapatkan karena bekerja. Jika tadi saya tidak bekerja, maka saya tidak akan mendapatkan sekeranjang anggur ini".

Imam Malik menjawab "Alhamdulillah padahal sejak tadi saya berharap ingin makan anggur, eh tiba-tiba kau datang membawa anggur".

Akhirnya mereka berduapun tertawa karena ternyata keduanya sama sama-sama benar.

 

Dari kisah singkat ini kita belajar 2 hal. Pertama bahwa seorang murid boleh berdebat dan adu argumen dengan gurunya selama memperhatikan adab dalam bicara. Kedua bahwa rezeki itu ada banyak jenisnya dan hal ini yang akan kita bahas di awal Ramadan ini semoga Allah melapangkan rezeki kita di Ramadan ini.

 

Jenis-jenis rezeki dalam Pandangan Al-Qur'an:

 

1.Rezeki Yang Telah Dijamin

Ada rezeki yang sudah dijamin oleh Allah untuk seluruh makhluqnya tanpa kecuali. Dan setiap orang mendapatkan rezeki dengan kadar dan waktu yang berbeda-beda. Allah berfirman

وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

 

"Tidak ada satu makhluk melatapun yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin ALLAH rezekinya."

(Surah Hud : 6).

 

Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini.

"Allah Swt menceritakan bahwa Dialah yang menjamin rezeki makhluk­Nya, termasuk semua hewan yang melata di bumi, baik yang kecil, yang besarnya, yang ada di daratan, maupun yang ada di lautan. Dia pun mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Dengan kata lain, Allah mengetahui sampai di mana perjalanannya di bumi dan ke manakah tempat kembalinya, yakni sarangnya; inilah yang dimaksud dengan tempat penyimpanannya."

 

2. Rezeki Karena Usaha

Ada juga rezeki yang didapat hanya jika kita bekerja keras. Umumnya ini berlaku bagi karyawan atau pedagang. Bagi karyawan semakin sering dia lembur semakin besar gaji yang diterima. Bagi pedagang semakin sering ia berdagang Insyaallah semakin besar pula mendapat keuntungan besar. Allah berfirman:

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

"Tidaklah manusia mendapatkan apa-apa kecuali apa yang dikerjakannya."

(Surah An-Najm:39).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

"Yaitu sebagaimana tidak dibebankan kepadanya dosa orang lain, maka demikian pula dia tidak memperoleh pahala kecuali dari apa yang diupayakan oleh dirinya sendiri."

 

Imam Ibnu katsir mengutip hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya, dari Abu Hurairah r.a.. yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:

"إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: مِنْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ، أَوْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ مِنْ بَعْدِهِ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ"

Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu anak salih yang mendoakannya, atau sedekah jariyah sesudah kepergiannya atau ilmu yang bermanfaat.

 

Ketiga macam amal ini pada hakikatnya dari hasil jerih payah yang bersangkutan dan merupakan buah dari kerjanya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis:

"إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ، وَإِنَّ وَلَدَهُ مِنْ كَسْبِهِ"

Sesungguhnya sesuatu yang paling baik yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil upayanya dan sesungguhnya anaknya merupakan hasil dari upayanya.

Sedekah jariyah, seperti wakaf dan lain sebagainya yang sejenis, juga merupakan hasil upaya amal dan wakafnya. Allah Swt. telah berfirman:

{إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُم}

Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yasin: 12)

Ilmu yang dia sebarkan di kalangan manusia, lalu diikuti oleh mereka sepeninggalnya, hal ini pun termasuk dari jerih payah dan amalnya. Di dalam kitab sahih disebutkan:

"مَنْ دَعَا إِلَى هَدْيٍ كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنِ اتَّبَعَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا".

Barang siapa yang menyeru kepada jalan petunjuk, maka baginya pahala yang semisal dengan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi-pahala mereka barang sedikit pun.

Demikianlah penjelasan imam Ibnu Katsir.

 

Jelaslah bagi kita bahwa dalam urusan dunia maupun akhirat kita akan mendapatkan balasan atas apa yang kita kerjakan.

 

Di dunia kita bekerja makan kita akan mendapatkan gaji atau keuntungan perdagangan. Di akhirat juga kita akan mendapatkan hasil dari semua amal sholih kita di dunia. Namun ini tidak bermakna pembatasan karena bisa juga kita mendapatkan pahala atas pemberian orang lain selain dari 3 hal yang disebutkan dalam hadits diatas. Misalnya orang yang masih hidup bisa mendoakan ampunan untuk orang yang sudah mati, bisa bersedekah atas nama orang yang sudah mati, bahkan bisa pergi haji atas nama orang yang sudah mati.

 

 

3. Rezeki Karena Bersyukur

Ada pula rezeki yang didapat karena bersyukur karena Allah telah berfirman

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, "Sesungguh­nya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim, 14: 7).

 

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

"Sesungguhnya jika kalian mensyukuri nikmat-Ku yang telah Kuberikan kepada kalian, pasti Aku akan menambahkannya bagi kalian."

 

Sebaliknya jika kita kufur nikmat maka azab Allah sangat pedih, yaitu dengan mencabut nikmat-nikmat itu dari mereka, dan Allah menyiksa mereka karena mengingkarinya. Di dalam sebuah hadis disebutkan:

"إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ"

Sesungguhnya seorang hamba benar-benar terhalang dari rezeki(nya) disebabkan dosa yang dikerjakannya.

 

Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan:

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْودُ، حَدَّثَنَا عُمَارَةُ الصَّيدلاني، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَائِلٌ فَأَمَرَ لَهُ بِتَمْرَةٍ فَلَمْ يَأْخُذْهَا -أَوْ: وَحِشَّ بِهَا -قَالَ: وَأَتَاهُ آخَرُ فَأَمَرَ لَهُ بِتَمْرَةٍ، فَقَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ! تَمْرَةٌ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ لِلْجَارِيَةِ: "اذْهَبِي إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ، فأعطيه الأربعين درهما التي عِنْدَهَا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad, telah menceritakan kepada kami Imarah As-Shaidalani, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa seorang pengemis datang meminta-minta kepada Nabi Saw. Maka beliau memberinya sebiji buah kurma, tetapi si pengemis itu tidak mau menerimanya. Kemudian datanglah seorang pengemis lainnya, dan Nabi Saw. memerintahkan agar pengemis itu diberi sebiji buah kurma pula. Maka pengemis itu berkata, "Mahasuci Allah, sebiji buah kurma dari Rasulullah." Maka Nabi Saw. bersabda kepada pelayan perempuannya, "Pergilah kamu ke rumah Ummu Salamah dan berikanlah kepada pengemis ini empat puluh dirham yang ada padanya."

 

4. Rezeki Tak Terduga

Ada pula rezeki yang sama sekali tidak terduga. Allah berikan kepada orang yang bertakwa, semakin bertakwa semakin Allah berikan rezeki.

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya."

(Surah At-Thalaq : 2-3).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

"Maksudnya, barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam semua apa yang diperintahkan kepadanya dan meninggalkan semua apa yang dilarang baginya, maka Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dari urusannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Yakni dari arah yang tidak terdetik dalam hatinya."

 

Abdullah Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa sesungguhnya ayat yang paling global dalam Al-Qur'an adalah firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90) Dan ayat yang paling besar mengandung jalan keluar dalam Al-Qur'an adalah firman Allah Swt.: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) (HR. Ibnu Abi Hatim)

 

Bertakwa itu melaksanakan perintah dan juga menjauhi larangan. Karena maksiat itu bisa menyumbat rezeki.

Rasulullah saw. pernah bersabda:

"إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصيبُه، وَلَا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلَّا الْبِرُّ"

Sesungguhnya seseorang hamba benar-benar tersumbat rezekinya disebabkan suatu dosa yang dilakukannya. Dan tiada yang dapat menolak takdir selain doa. Dan tiada yang dapat menambah usia selain dari kebaikan. (HR. An Nasa'i dan Ibnu Majah)

 

Rasulullah menjelaskan perbedaan kondisi orang yang totalitas hidupnya untuk Allah dengan orang yang totalitas untuk dunia.

مَنِ انْقَطَعَ إِلَى اللَّهِ كَفَاهُ اللَّهُ كُلَّ مَئُونة، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنِ انْقَطَعَ إِلَى الدُّنْيَا وكَلَه إِلَيْهَا"

"Barang siapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk Allah, maka Allah akan memberinya kecukupan dari semua biaya dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk dunia, maka Allah menjadikan dunia menguasai dirinya." (HR. Ibnu Abi Hatim)

 

5. Rezeki Karena Istighfar

Ada juga rezeki yang didapat karena istighfar. Allah berfirman:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا  يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا

 

"Beristighfarlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, pasti Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta.”

(Surah Nuh : 10-11).

 

Lebih dari itu bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda:

"مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مَنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمَنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ"

Barang siapa yang memperbanyak bacaan istigfar, maka Allah akan mengadakan baginya dari setiap kesusahan pemecahannya dan dari setiap kesempitan jalan keluar dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (HR. Ahmad)

 

6. Rezeki Karena Sedekah

Ada pula rezeki yang didapat karena sedekah. Allah berfirman:

مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada ALLAH, pinjaman yang baik (infak & sedekah), maka ALLAH akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipatan yang banyak." (Surah Al-Baqarah, 2 : 245).

 

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

Allah Swt. menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya agar menafkahkan hartanya di jalan Allah. Allah Swt. mengulang-ulang ayat ini di dalam Al-Qur'an bukan hanya pada satu tempat saja. Di dalam hadis yang berkaitan dengan asbabun nuzul ayat ini disebutkan bahwa Allah Swt. berfirman:

"مَنْ يُقْرِضُ غَيْرَ عَدِيمٍ وَلَا ظَلُومٍ"

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Tuhan yang tidak miskin dan tidak pula berbuat aniaya.

Yang dimaksud dengan firman-Nya:

{قَرْضًا حَسَنًا}

pinjaman yang baik. (Al-Baqarah: 245)

Ialah berinfak untuk jalan Allah. Menurut pendapat lain ialah memberi nafkah kepada anak-anak. Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah membaca tasbih.

 

Firman Allah Swt.:

{فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً}

maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Al-Baqarah: 245)

Sama halnya dengan makna yang ada di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضاعِفُ لِمَنْ يَشاءُ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah: 261)

Rasulullah bersabda

إِنَّ اللَّهَ يُضَاعِفُ الْحَسَنَةَ أَلْفَيْ أَلْفِ حَسَنَةٍ

'Sesungguhnya Allah melipatgandakan kebaikan sebanyak dua juta kali lipat pahala kebaikan'." (HR. Ahmad)

 

Firman Allah Swt.:

{وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ}

Dan Allah menyempitkan dan melapangkan rezeki. (Al-Baqarah: 245)

Dengan kata lain, belanjakanlah harta kalian dan janganlah kalian pedulikan lagi dalam melakukannya, karena Allah Maha Pemberi rezeki; Dia menyempitkan rezeki terhadap siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, dan Dia melapangkannya terhadap yang lainnya di antara mereka; hal tersebut mengandung hikmah yang sangat bijak dari Allah.

 

7. Rezeki Karena Anak

Ada juga rezeki yang Allah berikan karena anak yang kita miliki.

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ

 

"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan menanggung rezeki mereka dan juga (rezeki) bagimu.” (Surah Al-Israa' : 31).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan

"Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt. lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada orang tua kepada anaknya, karena Dia melarang membunuh anak-anak; dan dalam kesempatan yang lain Allah memerintahkan kepada orang tua agar memberikan warisannya kepada anak-anaknya. Di masa jahiliah orang-orang tidak memberikan warisan kepada anak-anak perempuannya, bahkan ada kalanya seseorang membunuh anak perempuannya agar tidak berat bebannya."

Ayat ini melarang kita membunuh anak. Pada umumnya hal itu dilakukan karena takut miskin.

Imam ibnu katsir menjelaskan:

"Yakni takut berakibat jatuh miskin di masa mendatang. Karena itulah dalam firman selanjutnya diprioritaskan penyebutan tentang rezeki anak-anak mereka."

 

Ini adalah dosa yang sangat besar setingkat di bawah syirik.

Abdullah Ibnu Mas'ud berta­nya kepada Rasulullah saw.,

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ". قُلْتُ:ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ"

"Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?" Rasulullah saw. menjawab: Bila kamu mengadakan tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang menciptakan kamu. Ia bertanya lagi, "Kemudian dosa apa lagi?" Rasulullah saw. menjawab: Bila kamu membunuh anakmu karena takut dia makan bersamamu. Ia bertanya lagi, "Kemudian dosa apa lagi?" Rasulullah saw. menjawab: Bila kamu berbuat zina dengan istri tetanggamu. (HR. Bukhari dan Muslim)

 

8. Rezeki Karena Menikah

Ada juga rezeki yang Allah berikan bagi orang yang ingin menikah dan menggenapkan separuh agamanya.

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ

"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak dari hamba sahayamu baik laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah akan memberikan kecukupan kepada mereka dengan kurnia-Nya."

(Surah An-Nur, 24: 32).

Imam Ibnu Katsir mengutip pendapat sahabat Rasul bernama Ibnu Abbas, bahwa makna ayat ini mengandung anjuran kepada mereka untuk kawin. Allah memerintahkan orang-orang yang merdeka dan budak-budak untuk kawin, dan Dia menjanjikan kepada mereka untuk memberikan kecukupan.

 

dari Abu Hurairah r.a. yang berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

"ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنهم: النَّاكِحُ يُرِيدُ الْعَفَافَ، والمكاتَب يُرِيدُ الْأَدَاءَ، وَالْغَازِي فِي سَبِيلِ اللَّهِ"

Ada tiga macam orang yang berhak memperoleh pertolongan dari Allah, yaitu orang yang nikah karena menghendaki kesucian, budak mukatab yang bertekad melunasinya, dan orang yang berperang di jalan Allah. (HR Ahmad, Turmudzi, Nasa'i, Ibnu Majah)

Nabi Saw. pernah mengawinkan lelaki yang tidak mempunyai apa-apa selain sehelai kain sarung yang dikenakannya dan tidak mampu membayar mas kawin cincin dari besi sekalipun. Tetapi walaupun demikian, beliau Saw. mengawinkannya dengan seorang wanita dan menjadikan mas kawinnya bahwa dia harus mengajari istrinya Al-Qur'an yang telah dihafalnya. Kebiasaannya, berkat kemurahan dari Allah Swt. dan belas kasih-Nya, pada akhirnya Allah memberinya rezeki yang dapat mencukupi kehidupan dia dan istrinya.

 

Rasulullah memotivasi pemuda yang siap untuk menikah

"يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ"

Hai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menanggung biaya perkawinan, maka hendaklah ia kawin. Karena sesungguhnya kawin itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, hendaknyalah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu dapat dijadikan peredam (berahi) baginya. (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Rasulullah saw. Memotivasi untuk menikahi wanita yang subur peranakannya

"تَزَوَّجوا، تَوَالَدُوا، تَنَاسَلُوا، فَإِنِّي مُبَاهٍ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ" وَفِي رِوَايَةٍ: "حَتَّى بِالسِّقْطِ".

Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang subur peranakannya, niscaya kalian mempunyai keturunan; karena sesungguhnya aku merasa bangga dengan (banyaknya) kalian terhadap umat-umat lain kelak di hari kiamat. Menurut riwayat lain disebutkan, "Sekalipun dengan bayi yang keguguran." Imam Ibnu Katsir menyebutnya ada dalam kitab sunan.

 

Penutup

Jelas bagi kita bahwa Allah telah menjelaskan banyak pintu rezeki yang bisa kita dapatkan. Sekarang tinggal kita mengetuk pintu rezeki itu dengan menambah ketakwaan kita dan menjemputnya semaksimal mungkin.

Semoga Allah memberikan kita rezeki yang berkah dan banyak sehingga harta tersebut bermanfaat untuk kita dan kaum muslimin.

Wallahu a'lam bisshowwab.

Penulis: Junaedi Putra
Sumber: Junaedi Putra
Editor: Dewi Indah Ayu/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI