Kabadan: Perlunya Menciptakan Kehidupan Beragama Yang Kondusif
Jakarta (6 Juni 2017). Ada tiga kecenderungan keberagamaan dewasa ini.Pertama, penguatan sikap dan pemahaman keberagamaan yang cenderung ketat.Kedua, kecenderungan beragama secara longgar, santai, dan bebas. Ketiga, meruyaknya kelompok-kelompok keagamaan (atau individu-individu) yang melakukan ‘kreativitas beragama’ yang berlebihan atau bahkan menyimpang.
Demikian pernyataan disampaikan Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D. saat jadi pembicara pada kegiatan Pengkajian Ramadhan 1438 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema “Muhammadiyah Memandu Keberagamaan yang Mencerahkan, Mencerdaskan, dan Berkeadaban”, bertempat di Aula Fakultas Kedokteran Univeritas Muhammadiyah Jakarta, Selasa (6/6).
Acara Pengkajian Ramadhan ini dihadiri oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. Abdul Mu’ti, mahasiswa, dosen, guru, peneliti, dan sejumlah tokoh Muhammadiyah.
Selanjutnya, Mas’ud mengatakan kecenderungan pertama disebut juga dengan radikal. Kecenderungan ini berkembang sebagai respon atau koreksi atau sekedar bentuk kekecewaan akan praktik beragama sebelumnya yang dipandang keliru atau sudah mengendur. “Paham dan sikap (gerakan) keberagamaan ini telah semakin mengental menjadi aliran keagamaan yang menyaingi atau berupaya mengimbangi entitas serupa yang telah ada sebelumnya, “ungkapnya.
Kecenderungan kedua, kata Mas’ud, dikenal dengan liberal. Ini terutama digerakkan oleh kalangan muda. Menurut dia, dinamika keberagamaan yang tidak terlalu ketat ini memberi ruang yang cukup bagi penafsiran-penafsiran atau kontekstualisasi ayat suci, atau bahkan sekadar pertimbangan analisis logis, menjawab kebutuhan masa kini.
Kecenderungan ketiga, masih menurut Mas’ud, disebut dengan aliran sesat. Kelompok-kelompok seperti ini di Indonesia cukup banyak ragamnya dan juga pengikutnya. Mulai dari yang mengaku Tuhan, rasul, hingga sebatas pimpinan spiritual dengan sejumlah kesaktiannya.
Lebih lanjut, Mas’ud menuturkan, selain kecenderungan di atas, kini juga banyak masyarakat yang menjadi “jemaah digital”. Pasalnya, jemaah ini mendapatkan ilmu, petuah, petunjuk, dan pembimbing kebutuhan spiritual keagamaannya dari media daring (online). “Kecenderungan ini terus menggejala di tengah peningkatan akses masyarakat terhadap internet dan semakin meredupnya otoritas pemuka agama, “ujarnya.
“Kebanyakan mereka di perkotaan, yang terbatas waktu untuk menelaah sumber-sumber asli, serta cukup melek dengan teknologi. Mereka bertanya problem keagamaan pada Google atau YouTube, yang notabene diisi oleh penulis anonym, atau kelompok tertentu dari kelompok satu dan dua di atas, “ujarnya lagi.
Mengakhiri paparannya, Mas’ud menegaskan dengan adanya keragaman pola keberagamaan masyarakat dan bertumbuhnya gerakan keagamaan, semua pihak diharapkan turut terlibat dan bekerjasama untuk terciptanya kerukunan umat beragama, ketertiban sosial, dan kehidupan beragama yang kondusif.
Selain Mas’ud, tampil juga sebagai pembicara Prof. Dr. Azyumardi Azra, gurubesar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Prof. Dr. Jamhari Makruf, peneliti utama Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta. (bas)