Kaban: Generasi Milenial Harus Siap Hadapi Era Revolusi Industri 4.0
Bogor (22 November 2018). Perubahan-perubahan tak terduga menjadi fenomena yang akan sering muncul pada era revolusi industri 4.0. Revolusi ini membuka peluang sekaligus tantangan bagi masyarakat Indonesia, khususnya generasi milenial dan generasi Z. Kita harus siap menghadapi era kekinian ini.
Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban Litbang Diklat) Kemenag RI Prof. H. Abdurrahman Ma’sud. P.hD. saat didaulat sebagai pembicara kunci dalam seminar nasional Pendidikan Agama Islam bertema “Facing The Challenges of Industrial Revolution 4.0”. Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Kamis (22/11).
“Oleh karena itu, di era kekinian, pemerintah terus memperbincangkan revolusi industri generasi keempat yang akrab disebut revolusi industri 4.0. Untuk mengantisipasi revolusi ini, Presiden Joko Widodo telah meresmikan peta jalan dan strategi yang disebut “Making Indonesia 4.0”,” kata Kaban.
Dalam pidatonya berjudul ‘Kebijakan Pemerintah RI dan Implementasinya dalam Pembentukan Karakter di Era Revolusi Industri 4.0’, Kaban menjelaskan revolusi industri 4.0 telah mendorong inovasi-inovasi teknologi yang memberikan dampak disrupsi atau perubahan fundamental terhadap kehidupan masyarakat.
Kehadiran industri 4.0, lanjut Kaban, tidak lepas dari revolusi industri 1.0 yang ditandai dengan penemuan mesin uap untuk mendukung mesin produksi, kereta api dan kapal layar. Berbagai peralatan kerja yang semula bergantung kepada tenaga manusia dan hewan kemudian digantikan tenaga mesin uap.
“Pada awal abad 19, ditemukanlah energi listrik dan konsep pembagian tenaga kerja untuk menghasilkan produksi dalam jumlah besar. Ini menandai lahirnya revolusi industri 2.0. Fase kedua ini kemudian beranjak pada etape produksi massal yang terintegrasi dengan “quality control” dan standarisasi,” paparnya.
Pria asal Kudus ini menambahkan, awal abad 20 lahirlah teknologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis yang menandai fase ketiga (3.0) dengan tahapan keseragaman secara massal yang bertumpu pada integrasi komputerisasi. “Nah, fase keempat (4.0) menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi di semua aktivitas,” tandasnya.
Dalam hal literasi, misalnya, Doktor jebolan UCLA Amerika Serikat ini menyebut generasi milenial tengah diserbu berbagai literatur islamis. Buku-buku tersebut mengusung ideologi islamis yang berpusat pada totalitas penerapan Islam di seluruh aspek kehidupan.
“Muaranya pada pergantian sistem negara demokratis dengan khilafah. Jika perlu lewat kekerasan. Buku-buku semacam ini hadir mencolok, membanjiri lanskap sosial di sekitar sekolah menengah dan perguruan tinggi di Indonesia,” tutur Guru Besar UIN Walisongo ini.
Menurut Kaban, setidaknya ada lima permasalahan bangsa saat ini. Pertama, belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa. Kedua, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila. Ketiga, bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Keempat, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Kelima, ancaman disintegrasi dan melemahnya kemandirian bangsa. Oleh karena itu, generasi milenial harus waspada,” pungkas Mas’ud. (Musthofa Asrori/bas/ar)