Kaban: Perlu Pendekatan People to People untuk Penyelesaian Konflik di Filipina Selatan
Jakarta (18 April 2018). Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bekerjasama dengan Indonesian Society for Organization of Islamic Cooperation (ISOIC) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) “Kerjasama Penyelesaian Konflik di Filipina Selatan Melalui Pendidikan dan Keagamaan”, bertempat di lt. 3 Gedung Kementerian Agama Thamrin, Rabu (18/4).
Kegiatan ini dihadiri Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D, Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Dr. H. Rohmat Mulyana Sapdi, perwakilan ISOIC, Kepala Balai Diklat Keagamaan dan Kepala Balai Litbang Agama, perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PMII, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Persatuan Wartawan Indonesia, Himpunan Mahasiswa Indonesia, Ikatan Pelajar NU (IPNU), dan Sekretaria Badan Litbang dan Diklat.
Dalam sambutannya, Mas’ud mengucapkan terima kasih atas kehadiran peserta. “Kami sangat senang sekali dengan kerjasama ini,” tuturnya.
Mas’ud mengatakan belum lama ini Badan Litbang dan Diklat juga melakukan penandatangan perjanjian kerjasama di bidang Penelitian Keagamaan dengan Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Khusus untuk konteks sekarang ini, kata Mas’ud, kerjasama dalam kajian kawasan. “Kami punya experts terkait aliran, paham keagamaan, tapi yang ahli dalam kawasan belum ada,” ungkapnya.
Dalam kesempatan ini, Mas’ud menggarisbawahi bahwa selama ini penyelesaian konflik di Filipina Selatan pendekatannya politik. Pendekatan people to people masih belum dilakukan. “Pendekatan ini perlu dilakukan melibatkan NU, Muhammadiyah, dan ISOIC,” tegasnya.
Tampil sebagai narasumber Ahmad Suaedy, anggota Ombusman, dan Andika Bambang Supeno, diplomat karir Kementerian Luar Negeri dengan moderator Bunyan Saptomo dari ISOIC.
Dalam FGD ini disimpulkan antara lain penyelesaian konflik di Filipina Selatan perlu dilakukan melalui pendidikan dan keagamaan serta menerapkan model Aceh dan Papua dengan otonomi khususnya. Selain itu, juga dialog antar-agama dan toleransi.
Yang tak kalah penting, Kementerian Agama dan Civil Society juga bisa bekerjasama dengan organisasi lain untuk penyelesaian konflik di Filipina Selatan. (bas)