Kemenag Apresiasi Rhoma Irama: Legenda Hidup, Dakwah Melalui Musik

28 Des 2024
Kemenag Apresiasi Rhoma Irama: Legenda Hidup, Dakwah Melalui Musik
Menag Nasaruddin Umar bersama Rhoma Irama dalam acara Refleksi dan Proyeksi Kemenag di Jakarta, Jumat (27/12/2024).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Menteri Agama Nasaruddin Umar mengapresiasi musisi legendari Rhoma Irama sebagai seniman yang menggunakan seni musik untuk berdakwah. Lagu-lagu yang diciptakan menjadi media dakwah yang menyampaikan pesan Kebajikan.

 

“Sampai hari ini belum ada penyanyi dangdut sekelas Bang Rhoma. The only one Rhoma Irama in the world. Dia menggunakan musik dan lagunya sebagai media dakwah,” ujarnya Menag saat memberikan sambutan pada Refleksi dan Proyeksi Kemenag di Jakarta, Jumat (27/12/2024).

 

“Selain bernyanyi, Bang Rhoma juga bisa silat dan bela diri. Kita perlu ahli waris intelektual seperti itu,” imbuhnya.

 

Pada kesempatan tersebut, Menag Nasaruddin Umar yang didampingi para jajarannya, memberikan lukisan sebagi bentuk apresiasi kepada Rhoma Irama. Ia dinilai sebagai musisi yang berkontribusi dan berdedikasi dalam merawat toleransi, kerukunan bangsa, dan umat beragama melalui lagu-lagunya.

 

“Kami mengajak kepada seluruh seniman, agar bisa menjadi pegiat seni yang bisa memberikan pencerahan dan penceriaan kepada masyarakat Indonesia,” pesannya.

 

3 Pesan Menag Versi Rhoma Irama

Rhoma Irama menguraikan  tiga pesan dari Menag yang disampaikan ketika mengikuti podcast Bisikan Rhoma Irama. Pertama, jangan sampai segelintir orang menguasai kekayaan alam Indonesia, sementara rakyat hanya sebagai penonton.

 

“Saya melihat komitmen Menag untuk mewujudkan UUD 1945 pasal 33 untuk kesejahteraan Bersama,” katanya.

 

Kedua, pesan moderasi beragama yang menggambarkan toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Hal yang perlu dilakukan adalah dari perbedaan yang ada, bangsa Indonesia bisa rukun.

 

“Setiap umat beragama memiliki truth claim masing-masing. Oleh karena itu, yang paling mungkin adalah menciptakan kerukunan antar umat beragama,” tuturnya.

 

Ketiga, jika ada ketidakharmonisan umat beragama, maka penyelesaian diserahkan kepada pimpinan umat tersebut. Pemerintah berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat.

 

“Perbedaan adalah sunatullah, maka yang bisa kita lakukan adalah menerima dan menghargai perbedaan dengan baik,” tutupnya.

 

(Dewi Indah Ayu D)

 

 

 

Penulis: Dewi Indah Ayu D.
Sumber: Sekretariat Badan
Editor: Abas/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI