Kepala Badan: Perlu Menjaga Harmonisasi Umat Beragama dalam Pilkada Serentak

30 Jan 2018
Kepala Badan: Perlu Menjaga Harmonisasi Umat Beragama dalam Pilkada Serentak

Jakarta (30 Januari 2018). Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia potensial bagi terjadinya konflik. Peristiwa rusuh terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) hingga kini masih  menjadi ancaman.

Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D. saat mewakili Menteri Agama menjadi salah satu pembicara pada Rakor Fungsi Intelkam T.A. 2018 Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Badan Intelijen Keamanan, bertempat di Hotel Grandhika Jakarta Selatan, (30/1).

Mas’ud menyampaikan materi berjudul: “Peran Kementerian Agama Guna Menjaga Harmonisasi Umat Beragama dalam Melaksanakan Pilkada Serentak 2018”. Pembicara lain pada sesi ini adalah KH. Zainut Tauhid dari Majelis Ulama Indonesia dan Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Selanjutnya, Mas’ud mengatakan akar penyebab konflik antara satu wilayah dengan wilayah lain memang tidaklah sama. Ada yang dipicu oleh kesenjangan ekonomi, perseteruan, kontestasi pemeluk agama dan politik, termasuk Pilkada.

Lebih jauh, Mas’ud menyatakan kebanyakan konflik yang ada di masyarakat,  terjadi karena pandangan ideologi, persaingan politik, atau kepentingan ekonomi pihak-pihak yang bertikai. Pihak yang bertikai tersebut membungkus konflik mereka dengan menggunakan atribut agama.

“Agama dapat mendorong pengikutnya membangun persaudaraan. Namun, agama juga melalui berbagai media efektif digunakan untuk memobilisasi kebencian pada pihak lain,” ujar Mas’ud.

Terkait peran Kementerian Agama guna menjaga harmonisasi umat beragama dalam Pilkada, Mas’ud menekankan empat hal. Pertama, membangun spiritualitas dalam Pilkada. Hal ini dengan cara menjadikan nilai-nilai agama sebagai basis etika dalam kontestasi Pilkada. Jujur, tidak saling memfitnah (black campaign); dan meninggalkan praktik-praktik kotor (politik uang, curang, dll). Selain itu, juga mendorong rmasyarakat  dan lembaga keagamaan berperan serta dalam mewujudkan Pilkada yang damai dan berkualitas; serta desiminasi pedoman “Dakwah Islam Wasathiyah” bagi khotib, dai, dan penyuluh agama.

Kedua, mencegah pemanfaatan atribut agama untuk kepentingan politik. Atribut keagamaan merupakan hal sakral, dihormati dan dijunjung tinggi. Faktor emosional dalam menghormati atribut agama memudahkan pengikutnya tersulut dalam konflik. Karena itu, kata Mas’ud, umat beragama perlu diajak berkomitmen, untuk tidak menggunakan atribut agama dalam politik.

Ketiga, kampanye bijak bermedia. Hal ini amat penting karea media sosial banyak digunakan untuk menyebar berita penghinaan, fitnah dan ujaran kebencian, isu sara, dan menyebar berita bohong atau hoax.

Keempat, memperkokoh nasionalisme. Saat ini, radikalisme agama banyak bermunculan dan mengalami peningkatan. Agama yang seharusnya menjadi perekat sosial, nyatanya menjadi bagian dari faktor pemicu berbagai konflik (vertikal & horizontal).

Mengakhiri paparannya, Mas’ud menegaskan bahwa beberapa hasil kajian yang dilakukan Balitbang dan Diklat Kemenag mengonfirmasi adanya beberapa paham keagamaan yang bersifat transnasional yang mempengaruhi kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia. Hal ini, kata Mas’ud, dapat diatasi melalui penguatan ideologi Pancasila melalui penelitian dan penyusunan modul aktualisasi nilai-nilai ajaran agama dalam memperkuat NKRI dan pedoman deradikalisasi keagamaan bagi  guru agama dan penyuluh agama. []

bas/bas/diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI