Kepala Puslitbang LKKMO Ungkap Langkah Pelestarian Budaya dan Dakwah Melalui Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Gayo
Aceh Tengah (Balitbang Diklat)---Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI menyelenggarakan acara Peluncuran Terjemahan Al-Quran ke dalam Bahasa Gayo di IAIN Takengon, Rabu (9/10/2024).
Dalam sambutannya, Kepala Puslitbang LKKMO Moh. Isom secara khusus memberikan apresiasi kepada Prof. Zulkarnain dan tim penerjemah yang telah mengabdikan waktu, tenaga, dan pemikiran mereka selama tiga tahun untuk menyelesaikan proyek besar ini.
Isom juga menyampaikan rasa terima kasih kepada para pengajar dan akademisi dari berbagai lembaga, termasuk IAIN Takengon yang dipimpin Ridwan, yang juga turut berkontribusi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di daerah Takengon.
Isom menegaskan bahwa penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa Gayo adalah sebuah upaya besar yang membutuhkan perhatian penuh, terutama karena ini merupakan "terjemah atas terjemah." Maksudnya, terjemahan Al-Quran yang sudah diterbitkan oleh Kementerian Agama kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa daerah. Tantangan dari proses ini adalah bagaimana menjaga "zauk" atau rasa bahasa Al-Qur’an agar tidak hilang atau terdistorsi dalam proses penerjemahan.
Tak lupa, Isom juga mengakui adanya kritik dari beberapa akademisi terkait penerjemahan ini. Namun, ia melihat kritik tersebut sebagai peluang untuk perbaikan di masa mendatang. "Ada beberapa kritikan dari kalangan akademisi, dan saya kira itu adalah masukan yang perlu dijadikan pembelajaran untuk ke depan," ujarnya. Menurutnya, salah satu tantangan yang dihadapi adalah perbedaan antara bahasa Arab dengan bahasa ibu daerah, di mana sedikit bias atau perbedaan makna mungkin muncul dalam terjemahan.
Isom juga menekankan bahwa penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan keagamaan, tetapi juga bagian dari pelestarian bahasa dan budaya lokal yang semakin terancam punah. Ia menyinggung tentang betapa banyaknya bahasa daerah yang hilang di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Maluku Utara, di mana lebih dari 50 bahasa daerah telah punah akibat pernikahan campuran atau urbanisasi. Oleh karena itu, penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa daerah, seperti bahasa Gayo, diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk menjaga warisan budaya agar tetap hidup.
Isom menjelaskan bahwa proyek ini juga memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Undang-undang ini mengamanatkan perlindungan terhadap bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa. Selain itu, juga ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87 yang memberikan landasan lebih lanjut bagi kegiatan seperti penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah.
Pada kesempatan ini, Isom juga mengusulkan agar Institut Agama Islam Negeri Takengon (IAIN Takengon) dapat membuka program studi khusus yang memfokuskan pada kajian tafsir Al-Qur’an dan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah. “Harapan kami, Fakultas Tarbiyah di sini bisa membuka program studi yang mengkaji tafsir Al-Qur’an dan penerjemahannya dalam bahasa daerah, agar Al-Quran benar-benar menjadi kajian akademik," tuturnya.
Ia juga mengusulkan agar pembelajaran Al-Qur’an dalam bahasa daerah bisa dijadikan sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah, pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya di daerah Aceh Tengah.
Menurut Isom, penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah penting sebagai sarana dakwah yang efektif. Mengutip pepatah dalam bahasa Arab, "sampaikanlah kepada manusia sesuai dengan bahasa mereka," ia menjelaskan bahwa penggunaan bahasa ibu dalam dakwah akan membuat pesan Al-Qur’an lebih mudah dipahami dan diresapi oleh masyarakat setempat.
Peluncuran Al-Qur’an terjemahan bahasa Gayo ini adalah simbol dari kekuatan agama dan budaya yang saling bersinergi. Proyek ini tidak hanya membantu masyarakat Gayo memahami Al-Quran dengan lebih baik, tetapi juga berkontribusi pada upaya pelestarian bahasa daerah yang semakin langka di Indonesia. Dengan dukungan penuh dari pemerintah dan komunitas akademis, terjemahan ini diharapkan menjadi langkah awal menuju pengembangan lebih lanjut di bidang keagamaan dan kebudayaan di Tanah Gayo.
Hadir pada kegiatan ini tokoh-tokoh masyarakat penting, mulai dari para ulama, sesepuh, akademisi, hingga pejabat daerah seperti Bupati Aceh Tengah, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya.
(Rheka Humanis)