Kerja Sama Triple Helix, Kemenag Gelar The 3rd ISLAGE
Malang (Kemenag)--- The 3rd International Symposium on Religious Literature and Heritage (The 3rd ISLAGE) yang diselenggarakan Balitbang Diklat Kemenag, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan IRCICA dari Turki sangat mewakili kerja sama triple helix. Ini menggambarkan kolaborasi antara kementerian, kampus, dan entitas internasional.
Pernyataan tersebut disampaikan Tenaga Ahli Menag Mahmud Syaltout yang hadir mewakili Menag dalam kegiatan ISLAGE ke-3. Simposium internasional kali ini mengangkat tema “Religious Cultural Heritage and Literature in Facing Global Challenges”. Kegiatan berlangsung pada 30 November-2 Desember 2021 di Malang.
“Melalui kolaborasi ini, kami berharap ada kerja sama antara Kemenag dengan IRCICA terkait penelitian dan publikasi. Tentu ini dilakukan untuk kepentingan umat,” ujar Gus Mahmud, Selasa (30/11/2021).
Gus Mahmud menggarisbawahi pentingnya The 3rd ISLAGE. Ia mengatakan sejak awal Menag telah membahas arti penting agama sebagai norma, keyakinan, dan nilai-nilai kerukunan/perdamaian.
“Agama harus menjadi inspirasi yang luar biasa, bukan sekedar aspirasi. Oleh karena itu, agama bukan alat politik untuk mendapatkan kekuasaan, menggulingkan pemerintah, atau mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Agama harus lebih tinggi dari urusan duniawi,” kata Tenaga Ahli Menag yang pernah mengenyam pendidikan di Prancis ini.
Cara menghormati agama adalah dengan menggunakannya sebagai inspirasi untuk menghormati orang lain. Selain itu, menjadi dasar niat baik bekerja sama guna memajukan peran kemanusiaan.
Akibatnya semakin religius seseorang, maka semakin menghormati hak asasi manusia dan membela kemanusiaan. Oleh karena itu, semakin religius kita, semakin nasionalis dan patriotik pula.
“Jadi semakin religius kita, semakin memiliki solidaritas kemanusiaan. Untuk itu, saya ingin meningkatkan tiga persaudaraan, yakni persaudaraan kemanusiaan (Ukhuwah Basyariyah), persaudaraan nasional (Ukhuwah Wathoni), dan persaudaraan antar-intra agama (Ukhuwah Diniyah atau Islamiyah),” ujarnya.
Caranya meningkatkan persaudaraan ini dilakukan dengan mempromosikan agama kemanusiaan, yaitu kemanusiaan Islam, kemanusiaan Kristen, kemanusiaan Katolik, kemanusiaan Hindu, kemanusiaan Buddha, dan sebagainya. Dengan kata lain, tidak ada paradoks antara agama, kemanusiaan, dan nasionalisme karena ketiganya saling melengkapi dan menguatkan.
Selain itu, Gus Mahmud menyampaikan bahwa saat ini dunia sedang mengalami masalah pemanasan global dan perusakan lingkungan oleh manusia. Norma, nilai, dan keyakinan agama bisa menjadi solusi pada permasalahan tersebut. “KH. Machfudz Siddiq, gurunda tercinta, pernah mengampanyekan pelestarian lingkungan hidup (Hifdzul Bi’ah) pada tahun 1990-an. Ini harus dianggap sebagai bagian dari doktrin hukum Islam (maqashidusy syari’ah) disamping lima doktrin atau prinsip lainnya,” kata Gus Mahmud. Tanpa ragu, lanjut Gus Mahmud, Kementerian Agama mencanangkan beberapa program prioritas dalam rangka memperkuat peran agama sebagai inspirasi besar bagi persaudaraan umat manusia, persaudaraan bangsa, persaudaraan antar intra agama dan kelestarian lingkungan. Termasuk program prioritas dengan sebutan “Indeks Religiusitas” yang diharapkan bisa menjadi Sistem Peringatan Dini dan Tanggap Agama Indonesia. Untuk menghadapi tantangan global, Gus Mahmud berharap ISLAGE ke-3 ini dapat memberikan banyak literatur keagamaan kemanusiaan dan mengidentifikasi warisan agama yang dapat digunakan sebagai referensi sosial dan akademi. “Bagaimana mungkin kita bisa memperbaiki hidup hari ini dan esok tanpa referensi terpercaya dari warisan sejarah masa lampau” katanya menutup sambutan.Sedikitnya ada 88 makalah yang akan dibahas bersama selama simposium. Kepala Puslitbang Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi Arskal Salim GP mengatakan bahwa makalah-makalah tersebut dibagi menjadi 7 sub tema, yakni Religious Literature and Oral Traditions Across the Muslim World: Research and Teaching; Religious Literary Heritage: Preservation, Promotion and Digitization; Epidemics and Disasters in Islamic History: Experiences, Studies, Lesson Learnt; Management and Preservation of Cultural Heritage in Post Disaster Recovery Processes; Traditional Medication and Popular Wisdom in Facing Global Challenges; The Role of Cultural and Religious Heritage in Enhancing Interfaith Harmony; dan Religious Literature and the Challenges of Radicalism.
Simposium yang diikuti oleh 50 peserta luring dan sejumlah peserta daring ini menghadirkan narasumber dari dalam dan luar negeri. Tampak hadir 12 pembicara internasional yang mewakili kepakaran bidang Lektur Keagamaan, Warisan Budaya, dan Pengobatan Tradisional. Untuk dialog akademik, kegiatan ini menghadirkan pula 73 pembicara paralel dari Indonesia, Turki, Nigeria, Amerika Serikat, Sudan, dan Uzbekistan.[]
Diad/AR