Kerukunan Umat Beragama Prasyarat Terlaksananya Pembangunan

13 Mar 2018
Kerukunan Umat Beragama Prasyarat Terlaksananya Pembangunan

Jakarta (13 Maret 2018). Kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional dan prasyarat bagi terlaksananya pembangunan. Artinya, stabilitas keamanan dan ketenteraman bangsa Indonesia serta pelaksanaan pembangunan nasional akan terganggu jika terjadi ketidakrukunan umat beragama.

Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D. saat menjadi narasumber pada acara Focus Group Discussion“Kerukunan Hidup Umat Beragama dan Pembangunan Bangsa” yang diselenggarakan oleh Wantimpres, bertempat di Ruang Rapat Besar Lt. 2 Kantor Dewan Pertimbangan Presiden, Jln. Veteran III No. 2 Jakarta Pusat, Selasa siang (13/3).

Tampil narasumber lain Nuruzzaman, Ketua Bidang Hubungan dan Kajian Strategis GP Anshor; Zulhidayat Siregar, Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah; Bondan Wicaksono, Departemen Ekonomi Kreatif Pemuda Katolik; dan Dikson Siringgoringo, Ketua OKK DPP GAMKI.

Acara ini dihadiri Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Sri Adiningsih dan anggota antara lain Agum Gumelar dan Prof. A. Malik Fadjar serta staf di lingkungan Dewan Pertimbangan Presiden.

Selanjutnya, Mas’ud mengatakan secara umum kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia cukup baik. Ini ditunjukkan dengan hasil Survei Nasional (2017) yang diselenggarakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbnag dan Diklat Kementerian Agama yang berada pada angka 72,27% dengan rentang 0 sampai 100.

Meski demikian, potensi ketidakrukunan tetap ada.  “Belakangan ini potensi ketidakrukunan terlihat dengan adanya fenomena ujaran kebencian melalui media sosial dan melalui ceramah-ceramah agama,” ujarnya.

Mas’ud mengingatkan potensi ketidakrukunan (intoleransi) belakangan ini dipengaruhi oleh masuknya ideologi transnasional. Ideologi ini masuk ke kalangan masyarakat Indonesia, khususnya pada kalangan kaum muda.

Penyebaran dan pengaruh ideologi tersebut, kata Mas’ud, amat masif melalui internet dan sosmed yang merupakan akses utama bagi generasi milenial.

Menurut Mas’ud, beberapa penelitian menunjukkan bahwa generasi milenial merupakan salah satu kelompok generasi yang sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh radikalisme dan tindakan intoleran.

“Banyak informasi yang beredar di media sosial dan internet, yang tidak difilter dan bahkan tidak terkendali,” tegas Mas’ud.

Dalam kesempatan ini, Mas’ud menunjukkan pengalaman Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dalam upaya penguatan  kerukunan umat beragama. Pertama, melalui kegiatan kajian penyadaran/pendampingan penguatan kedamaian (peace making). Dilakukan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) danParticipatory Action Research (PAR).

Dilaksanakan di 8 daerah (Makassar, Mataram, Semarang, Palu, Ternate, Jakarta Timur, dan Kabupaten Bekasi) dengan 19 kasus konflik etnoreligius.  Kegiatan ini, kata Mas’ud, akan menyiapkan kader-kader perdamaian untuk pemberdayaan dan pengembangan Forum Kerukunan Umat Beragama.

Hasilnya antara lain buku panduan Kajian Penyadaran/Pendampingan Penguatan Kedamaian (Peace Making)yang berisi informasi tentang sejarah dan peta konflik etnoreligius di Indonesia, teknik analisis konflik, manajemen konflik, dan etika PAR. Selain itu, juga terbentuk 176 kader perdamaian lintas agama yang tersebar di 8 daerah tersebut.

Kedua, dialog antaragam homestay. Peserta homestay meliput Islam, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Metode homestaydipilih sebagai cara untuk menghapuskan kesan formal dialog antarumat beragama yang selama ini telah banyak dilakukan.

Melalui homestay, kata Mas’ud, para peserta bisa berdialog secara santai dan bisa berbicara dari hati ke hati tentang isu karakter umat beragama dan ajaran masing-masing agama. Output homestayberupa modul membangun toleransi dengan pendekatan Home Stay.

Ketiga, diklat kerukunan. Mas’ud mengatakan peningkatan kualitas kerukunan dimulai dari upaya peningkatan kualitas SDM terlebih dahulu. Tanpa kesiapan SDM, peningkatan kualitas subsistem lainnya tidak akan berjalan secara efektif.

Dalam konteks itulah, kata Mas’ud, Kementerian Agama memberi perhatian khusus pada pegawai yang diberi mandat memelihara kerukunan. Salah satu perhatiannya  adalah tersedianya programtraining kerukunan umat beragama (KUB) yang dilaksanakan oleh Badan Litbang dan Diklat.

Program ini, kata Mas’ud, diberikan kepada pegawai atau aktivis yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang berada di provinsi dan kabupaten/kota, para pemimpin unit kerja Kementerian Agama yang bertugas di bidang KUB, dan juga para Penyuluh Agama. (bas)

 

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI