Konflik Pendirian Rumah Ibadah: Studi Kasus Penolakan Pendirian Masjid Al Munawar di Tapanuli Utara

16 Okt 2014
Konflik Pendirian Rumah Ibadah: Studi Kasus Penolakan Pendirian Masjid Al Munawar di Tapanuli Utara

Jakarta (16 Oktober 2014). Kasus konflik antar agama yang dilatarbelakangi pendirian rumah ibadah nampaknya selalu dialami oleh komunitas minoritas di suatu wilayah.

Tidak hanya ketika Kristen yang menjadi agama minoritas, tetapi pemeluk agama lainnya, termasuk Islam-pun juga mengalami kasus serupa dalam upaya pendirian rumah ibadah.

 

Adalah komunitas muslim di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara yang mengalami penolakan ketika ingin memindahkan Masjid Al-Munawar Sarulla. Penolakan disuarakan oleh komunitas Kristen yang merupakan agama mayoritas warga setempat.

Meskipun terjadi penolakan oleh komunitas Kristen, konflik antara Islam-Kristen sejauh ini dapat dikendalikan. Hal ini karena adanya kesabaran umat Islam untuk menunda pembangunan Masjid sampai kondisi dianggap kondusif.

Fakta tersebut terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Yusuf Asry, Peneliti Utama Badan Litbang dan Diklat. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan di Jurnal Harmoni Vol. 13 Nomor 1, Januari-April 2014, halaman 52-64.

Dalam publikasi penelitian yang diberi judul“Miskomunikasi dan Rubuhnya Sendi Harmoni Antar Kristen-Islam dalam Pembangunan Masjid Al-Munawar Nahornop Masada, Kabupaten Tapanuli Utara” terungkap bahwa mayoritas masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara menolak pemindahan Masjid Al-Munawar. Setidaknya terdapat empat alasan yang dikemukakan kelompok penolak:

1. Lokasi yang akan dibangun masjid berdekatan dengan Gereja;

 

2. Mayoritas penduduk di lokasi yang akan dibangun masjid beragama Kristen;

3. Panitia pembangunan masjid dianggap tidak menghormati sesepuh adat desa (natua-tua); dan

4. Faktor “ketepatan dan kelayakan”.

 

Lalu sebenarnya apakah yang melatarbelakangi pemindahan Masjid Al-Munawar; bagaimanakah pihak-pihak yang berkonflik menyelesaikan permasalahan ini; bagaimanakah peran aparatur pemerintah daerah, termasuk Kantor Kementerian Agama dalam memediasi permasalahan tersebut; serta rekomendasi apakah yang ditawarkan oleh peneliti?

 

AGS

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI