Kyai Said: Amanat Utama Manusia adalah Mewujudkan Harmoni
Jakarta (8 Oktober 2015). “Insan itu asal mulanya harmonis. Amanat yang paling melekat pada diri kita semua sejak dilahirkan di muka bumi sampai nanti akhir hayat, sebelum amal agama, jabatan, harta, keluarga, dan lain-lain, yang paling pertama adalah amanat insaniyah. Bagaimana kita memperjuangkan tata kehidupan yang harmonis,” demikian disampaikan oleh Ketua Umum PB Nahdatul Ulama, K.H. Said Agil Siradj saat memberikan tanggapan atas bukuHarmoni di Negeri Seribu Agama di Jakarta, Selasa (6/10).
Harmoni di Negeri Seribu Agama adalah judul buku karya Abdul Jamil Wahab, peneliti pada Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Buku ini menjadi perhatian utama saat Puslitbang Kehidupan Keagamaan mengangkatnya sebagai tema Bedah Buku yang diselenggarakan di Wisma Maluku, Jakarta (6/10).
Kegiatan yang dibuka oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat, Abd. Rahman Mas’ud diikuti oleh lebih dari 40 peserta yang berasal dari perwakilan unit eselon I di lingkungan Kementerian Agama dan perwakian dari kementerian lain, seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Selain Kyai Said, hadir pula Guru Besar Fakultas Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah, Atho Mudzhar, menjadi pembedah dan narasumber.
Dalam kesempatan ini, Kyai Said menyampaikan pendapat bahwa siapa saja yang merusak keharmonisan di muka bumi ini, sama saja ia sedang melecehkan Tuhan sebagai pencipta manusia dan alam semesta. Oleh karenanya, setiap terjadi ketegangan, konflik, apalagi perang, maka menurutnya saat itu manusia sedang merendahkan dan melecehkan Tuhan.
Atas dasar hal tersebut, Kyai Said mengajak kepada seluruh peserta untuk berlomba-lomba mewujudkan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Hal ini karena selain menjadi amanah utama sebagai insan (manusia), juga merupakan tuntutan yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Dengan mengutip ayat inna kholaqnakum min dzakari wa unstsa waja’alnakum syu’uba wa qobaa’ila li ta’arofu, inna akromakun indallahi atqookum. Ia menjelaskan bahwa makna dari ayat ini sesungguhnya merujuk pada bangsa. Sehingga Jika dimaknai demikian, maka menurut Kyai Said, bangsa dan negara yang saat ini memenuhi kualifikasi ayat tersebut adalah Swedia. “Ayat ini yang paling cocok, (sebagai) contoh ya Swedia. Swedia, disana adil, tenang, aman, keadilan terjaga, dan hak asasi manusia terjamin” terangnya.
Sedangkan Indonesia sebagai bangsa, menurutnya saat ini belum sampai pada tahap yang ideal. Meskipun terdapat banyak orang soleh di Indonesia, namun sebagai bangsa, berbagai permasalahan yang mengakibatkan tidak harmonisnya masyarakat masih sering terjadi. Oleh karenanya, dalam konteks inilah ia sangat mengapresiasi buku karya Abdul Jamil Wahab ini. Ia menilai bukuHarmoni di Negeri Seribu Agama dapat dijadikan salah satu rujukan untuk membangun masyarakat yang harmonis.[]
ags/viks/ags