Layanan Pendidikan Agama Siswa dari Berbagai Agama
Jakarta (27 Maret 2017). Hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat tentang Layanan Pendidikan Agama Siswa dari Berbagai Agama di Sekolah Labschool Jakarta (2016) menunjukkan layanan pendidikan agama di Labschool Jakarta sudah diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Setiap siswa memperoleh pelajaran bidang studi agama sesuai dengan agama yang dianut, dan diajarkan oleh guru-guru yang seagama dengan keyakinan dan agama para siswa. Dengan demikian, hak asasi siswa untuk memperoleh ajaran agama dan melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinan yang dianutnya telah difasilitasi dan diselenggarakan dengan baik sesuai dengan amanah undang-undang sistem pendidikan nasional.
Waktu pelaksanaan pelajaran bidang studi agama telah diatur dengan cermat memperhatikan jumlah penganut agama. Siswa beragama mayoritas, diperlakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Begitu pula untuk siswa yang jumlah penganutnya sedikit difasilitasi dengan melibatkan atau bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang ada di internal agama bersangkutan. Misalnya, dengan penyelenggara kebaktian atau sekolah minggu, bagi siswa non agama Islam.
Ketersedian guru agama bidang studi agama Islam, disesuaikan dengan rombongan belajar untuk setiap kelasnya, dan diangkat melalui rekruitmen yang dilakukan oleh bidang pengembang Yayasan Pembina UNJ. Namun, jumlah guru PAI kurang memadai karena jumlah siswa ± 800 dengan jumlah guru hanya 2 orang. Ini perlu diperhatikan pihak komite sekolah (POMG) bersama sekolah penyelenggara agar kekurangan guru dimaksud tidak berkelanjutan mengingat pentingya pelajaran bidang studi agama, baik ditinjau dari perspektif kebutuhan asasi siswa maupun dari segi kepentingan akademis.
Fasilitas untuk keperluan pembelajaran agama disediakan oleh sekolah atau sekolah melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga agama yang ada. Terkait dengan pelaksanaan belajar bidang studi agama Budha dan Khonghucu, pada tahun 2015 tidak diselenggarakan karena siswa yang beragama tersebut tidak ada.
Berkenaan dengan pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan agama, Labschool telah mendapat kunjungan secara teratur dan intensif dari petugas (pengawas) pendidikan agama terhadap semua program pendidikan agama yang dilakukan oleh guru (Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha). Persoalannya, ketersediaan tenaga pengawas yang harus melakukan pengawasan jumlahnya masih terbatas, khususnya untuk agama-agama tertentu.
Hasil penelitian merekomendasikan kepada berbagai pihak. Pertama, untuk Kemeterian Agama perlu meningkatkan koordinasi dalam penyediaan, penempatan, dan bimbingan tenaga pendidikan agama dan pengawas pendidikan agama, baik dengan sekolah-sekolah maupun dengan instansi terkait agar pelaksanaan layanan pendidikan agama berjalan lebih baik.
Dalam rangka menghadapi kesepekatan antara Kemenag dan Dinas Pendidikan dalam hal penyediaan tenaga pengawas pendidikan agama, pihak Kementerian Agama sudah sepatutnya memiliki data-data akurat dan update agar dalam pelaksanaannya nanti tidak ada sekolah di bawah Kementeria Agama tidak memiliki pengawas pendidikan agama, bila rencana itu betul-betul dilakukan.
Kedua, untuk Dinas Pendidikan, yang menaungi sejumlah besar sekolah, mulai dari TK, SD, SMP, dan SMA, perlu memperhatikan kebutuhan akan tenaga pendidikan agama dan pengawas pendidikan agama di setiap sekolah yang ada di bawah naungannya, agar tidak terjadi kasus seperti dialami sekolah Labschool. Kasus ini kemungkinan terjadi di daerah-daerah yang siswa pemeluk agamanya minim atau di sekolah-sekolah di daerah perbatasan terpencil.
Seperti halnya Kementeri Agama, pihak Dinas Pendidikan pun perlu meningkatkan koordinasi dan updating data tentang ketersediaan tenaga kependidikan dan tenaga pengawas pendidikan serta penempatannya di sekolah-sekolah yang memerlukan.
Terkait kesepekatan antara Kemenag dan Dinas Pendidikan dalam hal pelimpahan guru PAI, Kemenag dan Kemendiknas, perlu melakukan koordinasi dan pembagian tugas yang cermat dalam hal penyelesaian kebijakan baru yang akan dilakukan. Berkenaan dengan itu maka kebijakan rekruitmen tenaga pendidikan agama dan pengawas pendidikan agama harus sejalan agar tidak kekurangan kedua tenaga tersebut. Dengan demikian, tidak terjadi lagi kasus-kasus kekurangan tenaga pendidikan agama atau pengawas pendidikan agama yang berakibat terganggunya atau tidak terlaksananya proses pendidikan agama di sekolah.
Ketiga, untuk instansi terkait atau lembaga keagamaan terkait dari masing-masing agama, dapat membantu keperluan tenaga pendidik dan tenaga pengawas, terutama untuk sekolah-sekolah yang siswanya memeluk agama minoritas. Ini penting, karena kualifikasi akan kebutuhan tenaga pendidik agama, akan lebih mudah diperoleh melalui bantuan instansi atau lembaga agama yang bersangkutan. Dengan demikian, kekurangan atau ketidakterlaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah tidak harus terjadi lagi.
Keempat, kerjasama antara pihak Yayasan Pembina UNJ, pemerintah, dan lembaga agama perlu ditingkatkan terus untuk mengatasi kekurangan guru agama dan pengawas agama tertentu. (bas/wan)
Sumber foto: http://www.labschool-unj.sch.id