Lebih Komprehensif! Balitbang Diklat Susun Instrumen Indeks KUB Metode Baru
Jakarta (Balitbang Diklat)---Badan Litbang dan Diklat mengembangkan konseptual Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB). Tujuannya untuk menggali lebih dalam terkait praktik kerukunan melalui gambaran perilaku di masyarakat.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno menekankan perlu ada telaah yang lebih mendalam mengenai konseptual IKUB. Jika selama ini menggunakan tiga dimensi kerukunan seperti toleransi, kerja sama, dan kesetaraan; maka apakah tiga dimensi ini masih relevan untuk mengukur kerukunan di masa depan.
Menurutnya, pertanyaan tersebut paling mendasar. Selain itu, perlu juga melihat pengukuran IKUB yang selama ini dilakukan, yaitu masuk pada level sikap atau perilaku.
“Sebab pada akhirnya, sikap akan melahirkan perilaku. Inilah yang penting, bukan sekedar cara pandang terhadap kerukunan,” ujar Suyitno saat memberikan arahan pada Pembahasan Finalisasi Instrumen Indeks KUB Metode Baru di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Suyitno mengajak untuk melihat secara detail terkait tiga dimensi sebagai alasan yang mencerminkan sebuah indikator kerukunan. Harapannya instrumen IKUB lebih komprehensif dari sebelumnya.
Selain itu, pria kelahiran Tulungagung itu menyoroti terkait kerangka sampling. Ia berpendapat bahwa semakin banyak kerangka sampling, maka hasil survei akan semakin komprehensif.
“Status sosial, ekonomi, dan pendidikan akan memengaruhi perilaku seseorang. Asumsinya, semakin tinggi status sosial dan pendidikan maka semakin toleran,” ungkapnya.
“Maka banyak hal yang bisa kita gali dari analisis profiling responden, meliputi tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan status marital. Hal ini akan memengaruhi perilaku toleransi seseorang,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Suyitno mengatakan, salah satu hal yang dikembangkan pada instrumen tersebut adalah pendekatan economical minded. Ia menggarisbawahi perlu melihat heterogenitas status sosial maupun penganut agama.
“Tidak kalah penting, saat mengukur toleransi, kita perlu membedakan antara kondisi homogen dan heterogen. Pertanyaan heterogen tidak relevan ditanyakan untuk kondisi homogen, begitupun sebaliknya,” tuturnya.
Terakhir, Suyitno mengingatkan kembali bahwa yang diukur adalah kerukunan umat beragama. “Kita perlu membatasi dimensi yang diukur adalah antar umat beragama, bukan internal umat,” tandasnya.
Analis Kebijakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) mengatakan bahwa Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) menjadi program mandatori Kementerian Agama. “Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, maka instrumen survei perlu diperkuat dan diperdalam,” ungkapnya.
Kegiatan diisi dengan paparan Paparan Konsep KUB, Indikator, dan Instrumen Indeks KUB Metode Baru oleh Zainul Hidayat dari Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia, Tenaga Ahli Menteri Agama RI Mahmoud Syaltout dan Hasanudin Ali.
(diad/Sr)