Lukman Hakim Saifuddin: Esensi Agama Adalah Memanusiakan Manusia

9 Des 2022
Lukman Hakim Saifuddin: Esensi Agama Adalah Memanusiakan Manusia

Jakarta (Balitbang Diklat)---Esensi agama adalah memanusiakan manusia. Problematika keagamaan harus diselesaikan dengan cara yang tak mengesampingkan nilai kemanusiaan. Hal ini dikatakan Lukman Hakim Saifuddin (LHS) dalam kegiatan bedah buku “Moderasi Beragama: Tanggapan atas Masalah Kesalahpahaman, Tuduhan, dan Tantangan yang Dihadapinya”, di Wisma Syahida Inn UIN Jakarta, Kamis (08/12/2022).

Menurutnya, memahami dan mengamalkan ajaran agama secara moderat, dalam artian tidak berlebih-lebihan dan tidak melampaui batas adalah perintah agama itu sendiri.

“Mereka yang dinilai berlebihan dan melebihi batas perlu disentuh dengan cara-cara moderat, bukan cara ekstrem, Moderasi beragama bukan hanya untuk menjaga dan merawat umat beragama. Lebih dari itu moderasi beragama juga untuk merawat keindonesiaan. Sebab ciri utama keindonesiaan adalah keberagaman atau kemajemukan dan sangat agamis,” jelas Menteri Agama 2014–2019 ini.

Menurut LHS, buku ini awalnya disiapkannya dalam rangka penganugerahan gelar kehormatan doctor honoris causa yang diberikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Mei 2022. Buku ini mencoba menjawab sejumlah kesalahpahaman di tengah masyarakat yang muncul dalam rentang beberapa tahun perjalanan penguatan moderasi beragama.

“Kesalahpahaman itu antara lain terkait pelabelan liberalisasi, pendangkalan akidah, dan lainnya. Ada juga isu-isu baru yang relevan dengan konsisi terkini dibahas oleh penulis, antara lain isu seputar politisasi agama,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Kepala Balai Litbang Agama Jakarta Samidi dalam sambutan pembukaan mengatakan moderasi beragama saat ini sangat dibutuhkan. Menurutnya dalam moderasi beragama tidak pernah menggunakan istilah radikal, fanatik, konservatif, atau ekstrem.

“Karena setiap agama memiliki nilai-nilai universal. Di antaranya adalah nilai kemanusiaan. Jadi ketika ada praktik beragama yang bertentangan dengan kemanusiaan, itu berarti masuk kategori ekstrem,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Samidi mengatakan, tidak sedikit masyarakat beragamanya overdosis. Mereka menelan (ajaran) agama terlalu mentah-mentah, sehingga bisa menjadi ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.

“Orang yang beragama ekstrem kanan bisa sampai mengorbankan diri. Seperti kasus bom bunuh diri yang terjadi di Bandung kemaren, sedangkan ekstrem kiri biasa disebut liberal. Dengan moderasi beragama, (pemerintah) berupaya mengembalikan beragama yang di tengah-tengah,” tegasnya.

Samidi juga mengapresiasi terbitnya buku yang ditulis oleh LHS ini. Bahkan Samidi mengatakan bila LHS  layak disebut Bapak Moderasi Beragama. “Beliau layak menjadi bapak moderasi beragama. Sebab gagasan moderasi beragama muncul saat beliau menjadi Menteri Agama,” tutur Samidi.

 

Kontribusi Buku Moderasi Beragama Bagi Masyarakat

Alissa Wahid dalam paparanya mengatakan buku ini  memberikan penjelasan praktis atas buku moderasi beragama yang diterbitkan Kementerian Agama pada 2019. Selain itu, buku ini menjadi pendamping  pada saat melakukan upaya-upaya untuk membangun masyarakat yang moderat dalam beragama.

“Kontribusi LHS sangat besar, sebab yang kita butuhkan adalah bahan untuk membangun gerakan moderasi beragama. LHS telah memberikan bahan yang membuat Menag Yaqut Cholil Qoumas dapat berlari dalam penguatan moderasi beragama,” ungkapnya.

“Gus Menteri mempunyai komitmen yang sama dalam penguatan moderasi beragama, bahkan menilainya sebagai program super penting,” ujar putri sulung Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan penguatan moderasi beragama adalah sebuah proses yang harus dilakukan bersama-sama oleh seluruh elemen masyarakat sehingga menjadi sebuah gerakan. Dalam konteks Islam misalnya, moderasi beragama dikaitkan dengan Wasathiyah Islam yang juga menjadi program besar bangsa Indonesia setelah Bogor Message pada 2018.

“Membangun mindset ini memberikan konstruksi bahwa moderasi beragama itu built in dalam ajaran agama, bukan diimpor dari luar agama. Apalagi dipaksakan oleh kepentingan tertentu. Pak LHS secara arif telah menjelaskan konstruksi moderasi beragama itu dalam buku ini,” terang Mu’ti.

Hal senada diungkapkan Ketua Umum Persekutuan Geraja-Gereja seluruh Indonesia (PGI) Gomar Gultom.  Menurutnya, melalui buku ini, LHS mencoba meluruskan kesalahpahaman sebagian masyarakat terkait moderasi beragama. Dia mendudukkan persoalannya lalu mengklarifikasi berbagai kekeliruan pemahaman, bahkan pemelintiran terkait Moderasi Beragama.

 

“Tidak mudah mengelola keberagaman dan keberagamaan. Buku moderasi beragama ini memberi tawaran. Bagi kami di kalangan Kristen, sayap kanan dan kiri yang sangat ekstrem juga ada. Buku moderasi beragama ini sangat membantu kami dalam membuka ruang dialog secara prosedur dan tahapannya jelas,” tuturnya.

Sedangkan menurut Sekretaris Eksekutif Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan pada Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Agustinus Heri W  yang juga menjadi narasumber kegiatan ini,  buku karya LHS ini melengkapi khazanah tentang moderasi beragama.

“Buku ini  hadir di tengah adanya kegalauan di ruang publik, entah karena dogma agama, kepentingan politik yang menginstrumentaslisasi agama, atau lainnya, hingga memecah masyarakat sebagai bangsa. Padahal agama hadir untuk menjaga perdamaian di tengah masyarakat, itu menjadi tanggung jawab kita bersama,” tandasnya.

Bedah buku karya LHS ini digelar oleh Balai Litbang Agama  Jakarta (BLAJ). Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid, Ketua Umum Persekutuan Geraja-Gereja seluruh Indonesia (PGI) Gomar Gultom, Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Sekretaris Eksekutif Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan pada Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Agustinus Heri W.  dan Kapuslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama  Arskal Salim.  Acara dipandu Kepala Balai Litbang Agama Makassar Saprillah.[]

Aris W Nuraharjo/diad

Penulis: Aris W Nuraharjo
Editor: Dewindah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI