Membangkitkan Minat Murid Belajar Agama
Oleh: H. M. Hamdar Arraiyyah
Proses belajar mengajar dalam berbagai bidang ilmu mengalami perkembangan pesat. Perkembangan itu didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Para pengelola lembaga pendidikan dan pengajar yang terlibat di dalamnya melakukan inovasi agar proses belajar mengajar berjalan efisien dan efektif serta mencapai tujuan yang ditetapkan.
Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah juga melakukan hal serupa. Hanya saja upaya ke arah ini belum merata. Selain itu, pengalaman individual dari sejumlah guru PAI belum dipadukan. Pengalaman tersebut perlu diintegrasikan dan dimatangkan melalui diskusi yang juga melibatkan tenaga kependidikan lainnya, seperti pengawas, dan pakar terkait. Hasil diskusi itu tersebut dapat dijadikan pedoman bagi para guru PAI lainnya secara luas dalam melakukan inovasi.
Para guru PAI perlu mengambil keuntungan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk memudahkan kelancaran proses pembelajaran. Akan tetapi, harapan ke arah itu tidaklah mudah untuk diwujudkan. Sebab, kondisi masyarakat juga mempunyai pengaruh besar yang dapat menurunkan minat siswa belajar agama. Di antaranya, gaya hidup materialistis, konsumtif dan pragmatis yang semakin berkembang. Siswa yang terpengaruh oleh kecenderungan ke arah seperti itu tidak mudah diarahkan untuk belajar agama.
Dewasa ini, salah satu tantangan yang dihadapi oleh guru agama Islam ialah membangkitkan minat siswa belajar agama. Dalam kaitan ini, guru agama perlu menggali ide dan metode yang digunakan atau diisyaratkan di dalam Al-Qur’an dan juga praktik yang dijalankan oleh Rasulullah Muhammad Saw. dalam membimbing umatnya selama dua puluh dua tahun lebih.
Memancing Minat
Minat belajar itu sangat penting bagi setiap murid. Minat belajar perlu diidentifikasi dan dikembangkan. Minat belajar yang besar mendorong lahirnya perhatian. Selanjutnya, perhatian yang sungguh-sungguh pada waktu belajar memudahkan untuk memahami apa yang dipelajari.
Terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang berisi ajakan kepada orang yang mendengar atau membacanya untuk memperhatikan pesan yang akan disampaikan. Misalnya, “Alif, laam, miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” (al-Baqarah/2: 1-2). Menurut keterangan dalam kitab tafsir, alif laam miim itu termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat. Allah Swt. yang lebih mengetahui maknanya. Meskipun demikian, salah satu penjelasan menyatakan bahwa huruf-huruf Hijaiyah pada permulaan surah itu (fawaati¥ ash-shuwar) memancing rasa ingin tahu orang yang membaca atau mendengarkannya.
Penjelasan yang dikemukakan itu dapat diterima. Sebab, beberapa ayat berikutnya setelah ayat permulaan surah al-Baqarah mengandung pesan yang sangat penting, yakni menjelaskan kedudukan dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa. Pesan ini lebih mudah diresapi jika didengarkan atau dibaca dengan penuh perhatian.
Disebutkan dalam riwayat bahwa Umar ibn al-Khattaab masuk Islam setelah mendengarkan bacaan ayat Al-Qur’an. Ketika itu ia pergi dalam keadaan marah untuk menemui saudara perempuannya dan suaminya yang dikabarkan telah menyatakan diri masuk Islam. Kemarahan itu berubah menjadi kesadaran setelah mencermati beberapa ayat Al-Qur’an yang baru saja ia dengarkan. Beberapa ayat yang dibaca itu terdapat pada bagian awal surah Taahaa dan dimulai dengan huruf-huruf Hijaiyah. Terjemahnya, Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari(Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi, (yaitu) Tuhan Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya, dan semua yang di bawah tanah (Thaahaa/20: 1-6). Selain itu, terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang secara tegas mengetuk kesiapan orang yang disapa untuk memperhatikan sejumlah pesan penting yang akan disampaikan. Misalnya, “Hai orang-orang yang beriman! Sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar (ash-Shaff/61: 10 -12).
Rangkaian ayat di atas menggunakan objek pembicaraan yang memang banyak digeluti oleh orang-orang Arab di Mekah pada masa turunnya Al-Qur’an. Masyarakat Mekah umumnya memiliki profesi sebagai pedagang. Mereka melakukan perjalanan jarak jauh untuk keperluan perdagangan. Dengan demikian objek ini sesuai dengan konteks masyarakat pada masa itu. Pembicaraan tentang perdagangan memiliki daya tarik tinggi bagi komunitas pedagang. Dalam konteks kekinian, kegiatan bisnis semakin berkembang.
Nabi Muhammad Saw. juga terkadang menggunakan pengantar singkat sebelum menyampaikan pesan penting. Berikut ini contoh hadis terkait. Dari Mu‘az ibn Jabal, bahwasanya Rasulullah Saw. menggenggam tangannya dan berkata: “Wahai Mu‘az, demi Allah aku mencintaimu.” Kemudian beliau bersabda: “Aku berwasiat kepadamu wahai Mu‘az, janganlah engkau meninggalkan bacaan Allahumma a‘inn³‘alaa zikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatikasetiap selesai salat” (Ya Allah, bantulah aku agar selalu mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya kepada-Mu). (HR. Abu Daawud) Al-Qur’an mengajak manusia untuk melakukan perbuatan yang baik dengan menjelaskan manfaatnya. Demikian pula sebaliknya, Al-Qur’an mengingatkan agar manusia menghindari perbuatan yang dilarang, karena ia mengandung mudarat. Ini merupakan suatu contoh ataupun isyarat yang perlu dikembangkan di dalam menyampaikan ajaran agama kepada peserta didik.
Pada rangkaian ayat yang dijelaskan di atas terdapat beberapa frasa atau kalimat yang memberi motivasi untuk mengikuti tindakan terpuji yang ditawarkan. Diantaranya, 1) perdagangan yang membebaskan dari azab yang pedih; 2) itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui; 3) mendatangkan ampunan dan mengantar masuk surga; dan 4) itulah keberuntungan yang besar.
Materi pelajaran agama diarahkan agar memberi penjelasan terhadap isu-isu yang aktual di masyarakat. Landasannya, antara lain, terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an merupakan jawaban yang diajukan oleh orang-orang yang hidup pada zaman Rasulullah Saw. Sebab turunnya sejumlah ayat Al-Qur’an dicatat dalam sejumlah riwayat dan menjadi salah satu landasan penting untuk memahami makna ayat terkait. Firman Allah dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw. yang pada masa sekarang sudah dibukukan merupakan landasan pokok bagi para ulama dan guru agama untuk menjawab masalah yang dihadapi oleh umat pada setiap masa. Ini merupakan suatu tuntutan bagi guru agama. Tenaga dan waktu serta kompetensinya diarahkan untuk keberhasilan menjalankan tugas. Tunutan ini sejalan dengan profesionalisme yang diamanatkan oleh Undang-Undang Sisdiknas.
Memberi Motivasi Membaca
Guru diharapkan memberi motivasi kepada murid untuk banyak membaca sebagai salah satu jalan utama memperoleh pengetahuan. Perintah membaca merupakan kandungan ayat yang pertama kali diwahyukan oleh Allah swt. kepada Nabi Muhammad Saw. Sejalan dengan hal itu, murid perlu dibimbing untuk membaca dengan baik, cermat, dan memahami apa yang dibaca.
Selain itu, siswa diberi motivasi untuk menyimak dengan saksama. Ini sejalan dengan petunjuk Al-Qur’an yang mengajak manusia untuk mendengar dengan baik agar dapat memahami dan meraih manfaat pesan-pesan yang disampaikan kepada mereka (qaumin yasma‘uun). Ini sejalan pula dengan tuntunan Nabi Muhammad Saw. yang mengingatkan umatnya agar mendengarkan khutbah Jumat dengan penuh perhatian. Beliau melarang jamaah untuk berbicara dan melakukan gerakan yang mengalihkan perhatian pada saat khutbah disampaikan. Contoh-contoh ini merupakan isyarat perlunya mengembangkan keterampilan menyimak dalam proses pembelajaran.
Murid perlu juga diberi dotrongan untuk melakukan pengamatan dengan cermat. Pengamatan dimaksud merujuk pada ungkapan yanzhuruun (memperhatikan/mengamati) dan yaraw (melihat dengan mata kepala dan akal pikiran) serta ungkapan yubshiruun (melihat dengan mata kepala dan mata hati) yang digunakan di dalam Al-Qur’an. Lebih dari itu, murid perlu diarahkan agar mampu memahami berbagai macam tanda yang dihadapkan kepada mereka. Al-Qur’an menggunakan term al-mutawassimiin terhadap orang-orang yang memperhatikan dan memahami tanda-tanda.
Pada akhirnya, murid perlu diberi motivasi untuk menjadi orang yang berilmu (‘aalim). Al-Qur’an menyebut orang-orang yang berilmu dengan ‘ulamaa dan ‘aalimiin. Konotasi kedua term itu adalah orang yang memiliki ilmu yang memadukan dimensi duniawi dan ukhrawi. Ilmu diraih untuk kemaslahatan lahir dan batin, duniawi dan ukhrawi.(H. M. Hamdar Arraiyyah, Kapuslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan)
.
______