Menag: Widyaiswara Itu The Selected People
Ciputat (27 Maret 2018). Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menyelenggarakan Training of Trainers (TOT) Widyaiswara. Kegiatan ini dibuka secara langsung oleh Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin pada Selasa, 27 Maret 2018 di Kampus Diklat Kementerian Agama, Ciputat, Tangerang Selatan. Hadir bersama Menag, Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban), Abd. Rahman Mas’ud, Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, Mahsusi, dan Sekretaris Badan Litbang dan Diklat, Rohmat Mulyana Sapdi.
Kaban dalam sambutannya menyampaikan bahwa TOT tersebut seluruhnya berjumlah 9 angkatan yang akan diselenggarakan secara paralel dari tanggal 26 Maret sampai dengan 22 April 2018. TOT tersebut terdiri atas: TOT Widyaiswara Matematika dan Fisika, TOT Widyaiswara Biologi dan Kimia, TOT Widyaiswara Bahasa Inggris, TOT Widyaiswara Keagamaan, TOT Widyaiswara Pendidikan Agama, TOT Widyaiswara IPS; TOT Widyaiswara Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab, serta TOT Widyaiswara Materi Publikasi Ilmiah.
TOT tersebut akan diikuti oleh 280 orang widyaiswara perwakilan dari 14 Balai Diklat Keagamaan dan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan. Menurut Kaban, “Lukman Hakim Saifuddin adalah Menteri Agama pertama yang datang ke Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan. Yang patut disyukuri, kedatangan Menag tidak hanya sekali, namun sudah sampai kali ketiga”.
Menag menyampaikan apresiasi penyelenggaraan TOT bagi widyaiswara. “Widyaiswara adalah orang khas, atau the selected people, orang pilihan. Hanya sedikit orang yang bisa menjadi widyaiswara. Ada kualifikasi tertentu untuk menjadi widyaiswara dan yang pasti di antara kualifikasi itu adalah kemampuan akademik”. Dalam konteks inilah, Menag berpesan agar widyaiswara mampu mengembangkan dua hal yang dapat ditransfer kepada para pegawai yang akan didiklat, yaitu kemauan dan kemampuan.
Menurut Menag, kondisi pegawai berada dalam salah satu dari empat kondisi, yaitu (1) mau bekerja dan pada saat yang sama memiliki kemampuan; (2) mau bekerja tapi tidak mempunyai kemampuan; (3) tidak mau bekerja meskipun punya kemampuan, dan (4) tidak mau bekerja dan pada saat yang sama juga tidak mempunyai kemampuan. “Tugas widyaiswara adalah men-treatment sisi kelemahan pegawai. Pegawa yang berada pada kondisi pertama tentu tidak perlu diklat, namun bila pegawai berada pada kondisi kedua, ketiga, apalagi keempat, maka tugas widyaiswara untuk mengubah kondisi tersebut menjadi lebih baik. Ketiadaan kemauan harus diubah dengan motivasi dan penyadaran, sedangkan ketiadaan kemampuan harus dilatih dengan knowledgedan keterampilan”, tegas Menag.
Di akhir arahannya, Menag berpesan agar widyaiswara ikut mengembangkan dua hal yang menjadi tugas Kementerian Agama. Apapun program Kementerian Agama, dua hal ini harus terkandung di dalamnya, termasuk dalam diklat. Pertama sikap moderasi dalam beragama, dan kedua sikap beragama yang ber-Indonesia dan ber-Indonesia yang beragama. “Moderasi beragama berarti menjauhi sikap ekstrem atau berlebihan dalam pemahaman dan pengamalan ajaran agama, baik ekstrem kiri maupun ekstrem kanan. Sikap moderasi beragama harus mampu menarik yang ekstrem ke garis tengah agar mampu hidup rukun dan damai. Banyak negara dilanda perang saudara yang tidak berkesudahan akibat sikap ekstrem tersebut. Kita tentu tidak ingin mengalami nasib seperti itu”, tegas Menag.
Sikap yang kedua menurut Menag, “dalam konteks ke-Indonesia-an, ketika kita beragama haruslah juga ber-Indonesia, yaitu beragama yang tidak menegasikan eksistensi negara dan bangsa ini. Beragama harus ikut menjaga keutuhan bangsa dan negara, tidak sebaliknya justru mengancam bangsa dan negara,” pungkas Menag. (efa_af/bas)