Mencari Pola Terbaik Pengelolaan Riset di Bawah Kendali BRIN

12 Nov 2019
Mencari Pola Terbaik Pengelolaan Riset di Bawah Kendali BRIN

Oleh: Arif Gunawan Santoso

Perencana Muda pada Balai Litbang Agama Semarang

Presiden Joko Widodo telah menyelesaikan tugasnya dalam menyusun kabinet yang akan membantunya memimpin negeri ini dalam periode lima tahun kedepan. Tidak hanya mengganti banyak nama menteri yang menduduki kabinet, presiden juga melakukan beberapa perombakan struktur kementerian. Salah satu kementerian yang mengalami restrukturisasi adalah Kementerian Riset dan Teknologi.

Pada masa periode kepemimpinan lima tahun pertama, Presiden Jokowi melakukan eksperimen dengan menyatukan struktur Kementerian Riset dan Teknologi dengan Pendidikan Tinggi. Eksperimen ini tidak lagi dilanjutkan pada masa kepemimpinan lima tahun kedua.

Pengelolaa Pendidikan Tinggi dikembalikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sementara disisi lain Kementerian Riset dan Teknologi mendapat amanah baru untuk membentuk sebuah badan yang secara khusus mengelola kegiatan penelitian dan pengembangan, yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Pembentukan BRIN sendiri bukanlah suatu hal yang mengejutkan. Sejak beberapa tahun terakhir, Presiden Joko Widodo telah mewacanakan adanya perubahan pola pengelolaan penelitian dan pengembangan. Saat membuka Sidang Kabinet Paripurna yang membahas tentang ketersediaan anggaran dan pagu indikatif 2019 serta prioritas nasional 2019 di Jakarta, 9 April 2018, beliau menyampaikan kegelisahannya atas “mubazirnya” pengelolaan anggaran riset yang menurutnya mencapai 24,9 Trilyun.

Berdasarkan fakta tersebut, Presiden menginginkan dana riset dikelola secara lebih efektif dan efisien. Salah satunya adalah dengan membentuk lembaga khusus yang menangani pelaksanaan penelitian dan pengembangan.

Keinginan presiden terbukti bukan hanya sekedar wacana semata. Presiden terlihat serius dalam melakukan perombakan pola pelaksanaan penelitian. Hal ini terlihat dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional.  Peraturan Presiden ini memuat tentang pembentukan lembaga baru yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi (Pasal 2).

BRIN dan Arah Pengelolaan Riset

Meskipun telah terbentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), model baru pengelolaan penelitian belum tergambar secara eksplisit. Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019 belum mengatur secara rinci bagaimana pola pengelolaan penelitian dan pengembangan yang akan dibangun.

Menteri Ristek dan BRIN, Bambang Brodjonegoro dalam sambutnya pada kegiatan serah terima jabatan Menristek mengatakan bahwa fokus 100 hari pertamanya dalam menjabat Menristek dan BRIN adalah penyusunan struktur serta implementasi BRIN yang telah diamanatkan oleh Perpres Nomor 74 Tahun 2019. Dengan kata lain, strategi implementasi, struktur serta pola manajemen pengelolaan penelitian dan pengembangan masih menjadi kajian oleh Kemenristek/BRIN.

Upaya menata ulang pengelolaan penelitian dan pengembangan di lingkungan Kementerian/Lembaga pemerintah bukanlah suatu hal yang mudah.  Selama ini kegiatan penelitian dan pengembangan tersebar ke berbagai lembaga, baik yang melekat pada kementerian seperti Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama maupun lembaga-lembaga lain seperti lembaga riset yang terdapat pada perguruan tinggi.

Dengan adanya lembaga penelitian dan pengembangan, baik yang melekat pada kementerian/lembaga maupun perguruan tinggi, berkonsekuensi tidak hanya pada persebaran anggaran untuk penelitian dan pengembangan, tetapi juga berkonsekuensi atas banyak hal pengelolaan kantor seperti pengelolaan Barang Milik Negara, pengelolaan struktur organisasi lembaga, maupun pengelolaan lainnya.

Berdasarkan fakta tersebut, akan menjadi sangat sulit jika dalam perkembangannya, Menristek/BRIN mengambil opsi untuk penggabungan seluruh lembaga-lembaga riset yang tersebar tersebut menjadi satu unit organisasi baru. Hal ini karena berarti juga akan merombak struktur organisasi lembaga lama beserta para pegawainya, dan juga berdampak pada pengalihan pengelolaan aset BMN yang tidak mudah.

Salah satu alternatif yang memiliki resiko paling rendah adalah perubahan pola penganggaran kegiatan penelitian dan pengembangan tanpa mengubah struktur organisasi lembaga penelitian dan pengembangan yang sudah lebih dulu eksis. Pola seperti ini menjadikan BRIN sebagai koordinator sekaligus regulator dalam pengelolaan penelitian dan pengembangan, termasuk pembagian kue anggaran kepada masing-masing lembaga.

Jika opsi kedua yang dipilih, maka BRIN dapat menjalankan fungsinya dengan dua alternatif. Pertama, BRIN berperan secara aktif membagikan kue anggaran kepada masing-masing lembaga berdasarkan grand design penelitian yang ditetapkan oleh BRIN. Sedangkan alternatif kedua, BRIN berperan secara pasif, sementara lembaga penelitian dan pengembangan berperan aktif “berebut” kue anggaran yang disediakan dengan cara mengirimkan proposal penelitian yang kemudian akan dinilai kelayakannya oleh BRIN.

Tentu, berbagai alternatif memiliki kelemahan dan kelebihan. Dan tugas dari BRIN adalakukan kajian yang mendalam atas berbagai tawaran alternatif tersebut serta menentukan satu dari sekian alternatif untuk dijadikan kebijakan dalam pengelolaan penelitian dan pengembangan di masa yang akan datang.

Lembaga Riset Kementerian, Tidak Hanya Melakukan Riset Ilmiah

Menurut hemat penulis, satu poin lagi yang perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan adalah kenyataan bahwa lembaga penelitian dan pengembangan dibawah Kementerian/Lembaga (K/L) memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan lembaga riset di perguruan tinggi. Lembaga penelitian dan pengembangan di K/L memiliki tugas spesifik, yaitu melakukan penelitian dan pengembangan kebijakan.

Dalam pandangan penulis, penelitian dan pengembangan yang digunakan untuk penyusunan kebijakan memiliki karakteristik yang khas. Penelitian jenis ini tidak selalu mengharuskan adanya proses-proses ilmiah dalam penyusunannya. Dalam banyak kasus, kebijakan-kebijakan yang diambil mengharuskan adanya unsur kecepatan dalam merespon berbagai permasalahan.

Dalam konteks ini, penelitian yang hanya sekedar “fact finding” penemuan atas fakta dan realitsa yang ada secara cepat dibutuhkan. Tentu hal-hal semacam ini tidak dapat dilaksanakan jika terdapat prosedur yang panjang karena adanya kebijakan lintas K/L.

Selain itu, lembaga penelitian dan pengembangan yang melekat pada K/L, juga mendapatkan beban tugas yang tidak mudah, yaitu melakukan pengukuran atas kinerja K/L yang telah ditetapkan dalam Rentra K/L. sebagai contoh, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, selain melaksanakan penelitian-penelitian ilmiah serta penelitian kebijakan dalam bentuk fact finding, juga mendapatkan tugas secara khusus untuk melakukan penilaian indikator-indikator kinerja Kementerian Agama.

Penilaian tersebut dilaksanakan dalam bentuk pelaksanaan penelitian-penelitian yang mengukur indeks berbagai kinerja yang telah ditetapkan. Diantaranya adalah Indeks Kerukunan Umat Beragama, Indeks Kesalehan Sosial, Indeks Karakter Peserta Didik, dan berbagai penelitian indeks lainnya.

Penutup

Nasib pengelolaan penelitian dan pengembangan di masa yang akan datang telah digantungkan pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dinahkodai oleh Bambang Brodjonegoro. Harapan besar tersemat padanya. Namun demikian, tentu sudah menjadi kewajaran bahwa Kemenristek/BRIN harus mendengar seluruh aspirasi serta masukan dari lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan yang selama ini telah eksis.

Hanya dengan cara demikian putusan yang akan diambil dapat mengakomodir segala kekhasan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga penelitian dan pengembangan. Semoga alternatif yang dipilih merupakan langkah terbaik dalam meningkatkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta pemanfaatannya.[]

Arif Gunawan/diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI