Mengenal Mushaf Al-Quran Isyarat, Legacy Kemenag untuk Sahabat Disabilitas

16 Nov 2023
Mengenal Mushaf Al-Quran Isyarat, Legacy Kemenag untuk Sahabat Disabilitas
Staf Khusus Menteri Agama bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo (kiri dari kanan) dan Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno (kanan dari kiri) di Jakarta, Kamis (16/11/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Balitbang Diklat Kementerian Agama telah merampungkan penyusunan Mushaf Al-Qur’an Isyarat (MQI) bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW). Proses penyusunan sudah selesai pada 2022 dan diterbitkan dalam versi digital. Saat ini, Mushaf Al-Qur’an Isyarat sedang dilakukan proses cetak. 

 

Staf Khusus Menteri Agama bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo mengatakan MQI hadir sebagai wujud komitmen pemerintah melaksanakan amanat Undang-Undang untuk memberi layanan literasi keagamaan yang setara bagi kaum disabilitas. Dalam Undang-Undang Penyandang Disabilitas Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 14 ayat c tentang Hak Keagamaan disebutkan, penyandang disabilitas memiliki hak mendapatkan kitab suci dan lektur keagamaan lainnya yang mudah diakses berdasarkan kebutuhannya.

 

“Mushaf Al-Qur’an Isyarat ini juga menjadi bagian dari legacy Kementerian Agama di masa kepemimpinan Menag Yaqut Cholil Qoumas,” tegas Wibowo Prasetyo di Jakarta, Kamis (16/11/2023).

 

Menurutnya, gagasan penyusunan MQI tercetus pada 2020, saat kunjungan pengurus Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) ke kantor LPMQ Kemenag di TMII. Mereka berharap agar pemerintah, melakukan standardisasi media literasi Al-Qur’an bagi PDSRW.

 

Hal itu dikemukakan PPDI, mengingat selama ini pembelajaran Al-Qur’an bagi PDSRW dilakukan oleh komunitas-komunitas PDSRW di berbagai daerah dengan pendekatan dan metode pembelajarannya masing-masing. “Jadi belum ada pedoman standar pembelajaran Al-Qur’an ataupun mushaf Al-Qur’an Isyarat yang resmi dari pemerintah Indonesia,” sebutnya.

 

Pedoman Membaca MQI

 

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Suyitno, menjelaskan sebelum menyusun MQI, LPMQ terlebih dahulu merumuskan buku pedoman membaca MQI yang terstandar. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan dan keragaman penggunaan metode belajar dan membaca Al-Qur’an di kalangan PDSRW.

 

Pedoman ini sekaligus menjadi acuan bagi PDSRW dan para pengajar dalam membaca Al-Qur’an agar memiliki persepsi yang sama, mengenalkan isyarat huruf hijaiyah, harakat, dan tanda bacanya, menjadi panduan bagi pengajar, dan memudahkan pelajar,” sebutnya.

 

Dalam prosesnya, lanjut Suyitno, LPMQ melakukan serangkaian penggalian informasi awal ke beberapa lembaga/komunitas, analisis kebutuhan lapangan, penelitian lapangan mendalam, uji coba (validasi) pedoman melalui diskusi terpumpun, dan penetapan pedoman.

 

“Secara resmi perumusan pedoman itu dimulai pada awal September 2020. LPMQ bekerja sama dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, menyelenggarakan lokakarya Penyusunan Pedoman Membaca MQI bagi PDSRW,” ujarnya.

 

Selanjutnya, rangkaian kegiatan sidang penyusunan dilaksanakan LPMQ dengan melibatkan sejumlah komunitas Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW), Juru Bahasa Isyarat (JBI), pengajar Sekolah Luar Biasa (SLB), dan tim pakar bahasa isyarat dari perguruan tinggi. Kegiatan tersebut berlangsung di sepanjang 2021 dan berlanjut hingga 2022. 

 

“Saat ini, buku Pedoman dan Panduan Membaca MQI serta Juz ‘Amma Metode Kitabah telah diterbitkan. Tahun 2023, LPMQ juga berhasil menyelesaikan penyusunan dan menerbitkan master MQI Juz ‘Amma Metode Tilawah dan master MQI 30 Juz Metode Kitabah,” sebut Suyitno. 

 

“Tahun 2024, LPMQ Kemenag akan menyusun dan menerbitkan master MQI 30 Juz Metode Tilawah 30 Juz,” sambungnya.

 

Master MQI ini akan menjadi Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia ke-4 setelah Mushaf Standar Rasm Utsmani, Mushaf Al-Qur’an Standar Bahriyah, dan Mushaf Al-Qur’an Standar Braille untuk tuna netra.

 

Konsep MQI

 

Kepala LPMQ Kementerian Agama Abdul Aziz Shidqi menjelaskan, MQI adalah Al-Qur’an yang diperuntukkan khusus bagi kalangan PDSRW. Dalam konteks pendidikan, PDSRW digambarkan sebagai seseorang yang kurang mampu mendengar (hard of hearing) atau sama sekali tidak mendengar bunyi atau suara (deaf) pada intensitas tertentu.

 

Kondisi tersebut mengakibatkan PDSRW memiliki cara komunikasi verbal dan nonverbal yang tidak sama dengan orang dengar. Secara verbal melalui oral, tulisan, membaca ujaran, dan campuran (verbal dan nonverbal/komtal); secara nonverbal melalui bahasa isyarat, gestur, dan mimik muka.

 

Oleh sebab itu, konsep media literasi Al-Qur’an pun disesuaikan dengan keadaan mereka. Secara teknis, konsep tampilan MQI terdiri dari dua kolom. Konsep pertama berupa kolom teks ayat Al-Qur’an, yang terletak di bagian atas. Layout ayat direnggangkan sedemikian rupa (tidak rapat) agar mudah disesuaikan dengan isyarat huruf Hijayah di bawahnya.

 

Kolom kedua berupa isyarat huruf-huruf Hijaiyah diletakkan sejajar tepat di bawah teks ayat, menyesuaikan dengan rangkaian ayat. “Dalam proses pembelajaran Al-Qur’an, para pengajar menggunakan pendekatan yang berbeda-beda; dengan pendekatan isyarat, oral, atau keduanya, agar proses pembelajaran membaca Al-Qur’an berjalan efektif sesuai kemampuan dan kondisi PDSRW,” jelas Abdul Aziz.

 

Metode Membaca MQI

 

Dijelaskan Aziz, pendekatan isyarat dalam membaca Al-Qur’an bagi PDSRW merupakan suatu keniscayaan karena bahasa isyarat merupakan bahasa alamiahnya. Isyarat yang digunakan dalam pedoman ini merujuk kepada isyarat abjad Arab sebagai standar isyarat huruf hijaiyah yang memiliki komponen tangan sebagai penampil, tempat/ruang, dan gerakan.

 

Dalam Pedoman Membaca Al-Qur’an Bagi PDSRW disebutkan, ada dua metode yang bisa digunakan PDSRW dalam membaca MQI yaitu metode Kitabah dan metode Tilawah. “Masing-masing metode memiliki kaidah tersendiri, tanpa mengurangi nilai dan makna ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca. Dengan catatan, metode mana pun yang dipakai hendaklah dilakukan dengan tenang dan tidak terburu-buru (tartil),” tegas Aziz.

 

Pertama, metode Kitabah merupakan sistem isyarat yang digunakan berdasarkan tulisan atau kitabah. Yaitu, mengisyaratkan setiap huruf, harakat, dan tanda baca sebagaimana tertulis dalam Mushaf Standar Indonesia. Dalam mengisyaratkan huruf-huruf Al-Qur’an, diperlukan jeda antar kata agar huruf-huruf yang diisyaratkan tidak tersambung secara keseluruhan, sehingga tidak mengacaukan makna.

 

“Hukum-hukum Tajwid seperti ikhfa’ (samar), idzhar (jelas), idgham (berdengung), iqlab (masuk), qalqalah (mantul) dan lainnya, yang lazim diterapkan dalam bacaan Al-Qur’an orang dengar (bacaan bersuara), tidak diterapkan dalam metode ini. Dengan kata lain, pembaca hanya mengisyaratkan tulisan yang tercantum dalam mushaf saja,” sebutnya.

 

“Tetapi, sebagai sebuah disiplin ilmu, kaidah-kaidah Tajwid tersebut akan tetap menjadi pembelajaran teoritis dalam pelajaran membaca MQI metode kitabah,” lanjutnya. 

 

Kedua, metode Tilawah adalah mengeja huruf per huruf serta harakat dan tanda bacanya melalui isyarat gerakan jari dan tangan sesuai cara melafalkannya, dengan mengikuti hukum tilawah dan tajwid yang ‘memungkinkan’. 

 

Ketentuan Umum Baca MQI

 

Seperti halnya membaca mushaf Al-Qur’an, ada beberapa ketentuan umum yang perlu diperhatikan dalam membaca MQI, sebagai berikut:

 

1. Saat membaca Mushaf Al-Qur’an Isyarat, hendaknya memperhatikan adab membaca Al-Qur’an; dalam keadaan suci dari hadas kecil dan besar, memakai pakainan bersih dan sopan, dianjurkan mengahdap ke arah kiblat, membaca dengan khusyuk dan tidak terburu-buru.

 

2. Tangan yang digunakan untuk berisyarat adalah tangan kanan si pembaca Al-Qur’an. Jika tidak memungkinkan menggunakan tangan kanannya, maka diperkenankan menggunakan tangan kirinya, namun arah isyaratnya berlawanan dengan pengguna tangan kanan, berlaku seperti pada cermin/mirroring.

 

3. Area pergerakan tangan adalah di hadapan depan pembaca, di bawah kedua matanya, di atas pusarnya, tidak lebih dari sisi kanan dan kiri tubuhnya.

 

4. Penjelasan arah orientasi tangan pada pembacaan Al-Qur’an isyarat adalah sebagai berikut: 

a) Menunjuk lurus ke atas, artinya: ujung jari menghadap ke arah atas pembaca; 

b) Menunjuk ke kiri atau kanan, artinya: ujung jari menghadap ke arah kiri atau kanan pembaca.

c) Menghadap ke luar, artinya: telapak tangan menghadap ke arah luar tubuh pembaca; 

d) Menghadap ke dalam, artinya: telapak tangan menghadap ke arah dalam tubuh pembaca; dan 

e) Menghadap ke kiri, artinya: telapak tangan menghadap ke arah kiri tubuh pembaca.

 

(Humas/Barjah/bas)

 

Penulis: Humas
Sumber: Humas Kemenag
Editor: Barjah dan Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI