Menjaga Kerukunan Beragama Di Indonesia Dengan Siskama

18 Nov 2019
Menjaga Kerukunan Beragama Di Indonesia Dengan Siskama

Bogor (16 November 2019). Sistem Peringatan dan Respon Dini Konflik Keagamaan  (Siskama) yang dikembangankan Kementerian Agama melalui Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) bisa diperluas menjadi sistem utama menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia.  Hal ini dikatakan  Karo Humas  Data dan Infomasi Kementerian Agama Ali Rokhmad dalam kegiatan Pembahasan Modul Kapasitas Aparatur Negara dalam Sistem Peringatan dan Respons Dini Konflik Keagamaan (Siskama) di Hotel Lorin Bogor, Kamis-Sabtu 14-16 November 2019.

“Aplikasi (Siskama) ini mungkin dalam tahap awal tentang bagaimana mencegah konflik  keagamaan, tapi kedepannya bisa dikembangkan lagi.  Nanti tidak sekedar menginformasikan masalah terkait konflik atau radikalisme, tapi juga masalah-masalah kebutuhan umat beragama dalam peningkatan kualitas beribadah. Sebab  Kementerian Agama bukan hanya mewujudkan masyarakat rukun, tapi juga mewujudkan masyarakat yang taat dalam beribadah. Kalau masyarakat taat, pasti akan rukun,” ujar Ali Rokhmad di Bogor, Kamis (14/11)

Dia mencontohkan, sistem ini bisa memberi informasi disuatu daerah yang  kekurangan tempat ibadah, rumah ibadah rusak atau sudah tidak layak, kekurangan  kitab suci agama atau kekurangan ahli agama. Sehingga informasi ini bisa ditindaklanjuti.

“Disini perlunya peran aktif penyuluh-penyuluh agama untuk memberi informasi. Mereka juga  harus dibekali keterampilan bagaimana meningkatkan ketaatan masyarakat dalam beribadah dan pengamalan agama. Karena pemahaman agama berwujud pengamalan melahirkan tiga hal;  toleransi, rukun, dan damai,” papar Ali Rokhmad.

Lebih lanjut Ali Rokhmad mengatakan kalau  Siskama yang diinisiasi Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) ini nanti akan digunakan Kementerian Agama melalui Biro Humas, Data, dan Informasi (HDI) dan  diintegrasikan dengan sistem IT yang ada sehingga nanti menjadi sistem berskala nasional. “Saat ini sedang dibahas bagaimana  implementasinya, data-data apa yang diperlukan  untuk mendukung. Sehingga nanti bisa berjalan sesuai harapan,” tegasnya.

Peneliti senior Univesitas Indonesia Ichsan Malik yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan ini mengatakan Sistem Peringatan dan Respon Dini Konflik Keagamaan yang dikembangkan BLAJ masih perlu uji coba beberapa tahun sehingga indikatornya akurat dan makin tajam.

“Beberapa negara yang menggunakan sistem seperti ini memerlukan waktu uji coba bertahun-tahun. Karena untuk menganalisis suatu peristiwa tidak mudah. Idealnya, data basenya benar, kemudian analisisnya juga benar. Tapi kadang-kadang data udah ada, tapi yang menganalisis tidak ada, ya tidak ada gunanya. Analisis ini harus menjadi rekomendasi untuk tindakan respon dini. Perlu dibuat tim khusus menganalisis data dan membuat rekomendasi,” kata Ichsan Malik.

Dia juga mengatakan bila sistem ini bisa berjalan, Indonesia akan memiliki database untuk memetakan daerah mana rawan konflik dan daerah yang damai. “Tapi tolong diantisipasinya juga isu-isu berawal dari media sosial, karena di era 4.0 sosial media menjadi dominan. Dan sistem ini juga harus bisa mendeteksi itu. Saya lihat di sistem ini belum ada,” sambung Ichsan Malik.

Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, Nurudin Sulaiman mengatakan, aplikasi ini menjadi ruang penyuluh agama Kementerian Agama untuk memberikan informasi terkait potensi konflik keagamaan di daerahnya masing-masing. "Kita memiliki aplikasi, yang diharapkan aplikasi ini tidak hanya sebagai instrumen, tetapi aplikasi ini juga merupakan sarana komunikasi untuk memberikan informasi potensi konflik dan tindak lanjut (resolusi) konflik," kata Nurudin.

Teks/Foto   : Aris W Nuraharjo

Editor         : diad

 

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI