Menjaga Sakralitas Tanpa Kehilangan Identitas dalam Terjemahan Al-Qur'an Bahasa Betawi
Jakarta (BMBPSDM)---Menerjemahkan Al-Qur’an ke bahasa Betawi bukan sekadar alih bahasa, melainkan juga upaya besar untuk menjaga keseimbangan antara makna sakral kitab suci dan kekayaan budaya lokal. Proses ini menjadi tantangan yang membutuhkan kecermatan tinggi, mulai dari pemilihan kata hingga penyelarasan, agar tidak kehilangan esensi sekaligus tetap relevan bagi masyarakat.
Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Jenderal Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Imron Hasbullah dalam kegiatan Penyelarasan Hasil Terjemah Al-Qur’an ke Bahasa Betawi. “Ini bukan pekerjaan sederhana, melainkan tanggung jawab besar untuk menjaga kualitas dan makna Al-Qur’an,” ujarnya di Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Imron juga mengingatkan agar proses penerjemahan tidak memaksakan semua kosakata menjadi Betawi, karena keterbatasan kosa kata bahasa Betawi bisa menyebabkan hilangnya makna penting. “Contohnya, istilah munafik yang dalam bahasa Betawi bisa dianggap sebagai ular berkepala dua, tidak tepat jika diterapkan dalam konteks Al-Qur'an,” ungkapnya.
“Maka dari itu diperlukan penyelarasan dan sinkronisasi yang matang, penerjamah harus bekerja dengan pemahaman yang sama agar hasilnya konsisten,” tambah Imron.
Terakhir, Imron menekankan pentingnya harmonisasi antara bahasa lisan dan tulisan, karena perbedaan pengucapan bisa memengaruhi makna. Ia juga mengingatkan agar semangat menjaga identitas budaya Betawi tidak sampai menurunkan martabat Al-Qur'an.
“Al-Qur’an adalah kitab suci, bukan materi hiburan seperti lenong. Produk akhirnya harus tetap mengagungkan Al-Qur’an,” pungkasnya. (Zakiatu Husnil Fuadah Harahap)