Merajut Bingkai Kerukunan Umat Beragama

14 Mar 2017
Merajut Bingkai Kerukunan Umat Beragama

Jakarta (14 Maret 2017). Setahun terakhir ini keberagamaan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diuji dan mendapatkan tantangan sangat besar. Kental terasa di benak kita, isu-isu keagamaan bersinggungan dengan isu-isu politik. Atau, ada juga yang menganggap bahwa ras dan agama telah dibawa menjadi isu politik, terutama dalam fase 6 bulan menjelang perhelatan Pilkada serentak tanggal 15 Februari 2017 lalu.

Dinamika itu mengalami ketegangan yang cukup tinggi khususnya masa-masa mendekati Pilkada. Nuansa agama begitu nampak ada pada pusaran kompetisi perpolitikan di tanah air tersebut.  Melihat kondisi itu, tentunya kita semua diliputi kecemasan  dan kekhawatiran yang besar atas apa yang akan terjadi, terutama saat hari H pada pelaksanaan Pilkada 15 Februari lalu.

Namun, patut bersyukur, semuanya berjalan aman dan damai, tidak ada ekses dan gejolak sosial apapun yang mengkhawatirkan pada hari itu. Kenyataan ini menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia, sebagai umat beragama, sesungguhnya telah menunjukkan kedewasaannya dalam berpolitik, berbangsa, dan bernegara. Ini perlu diapresiasi dengan penuh kebahagiaan dan kebanggaan, terutama dengan kesadaran untuk terus merawat dan menjaga kondisi damai dan harmoni semaksimal mungkin.

Pernyataan tersebut  disampaikan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin dalam Pembukaan Launching Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan Tahun 2016 dengan tema ”Mengokohkan Persatuan dalam Bingkai Kebhinnekaan” yang diselenggarakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, bertempat di Hotel Arya Duta, Jl. Prapatan No. 44-48, 14 Maret 2017.

Sebelumya Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Muharram Marzuki, melaporkan bahwa laporan tahunan ini dibuat setiap tahun bertujuan untuk menggambarkan dinamika kehidupan keagamaan yang terjadi pada setiap tahunnya, di samping sebagai recorder dan reminder, juga sekaligus men-‘dialog’-kan kondisi-kondisi faktual tersebut, bagi peningkatan kualitas kehidupan keagamaan di masa yang akan datang.

Kegiatan yang dilaksanakan selama  satu hari ini (14 Maret 2017), diikuti para pimpinan Majelis Agama, ormas Islam, LSM, para pejabat eselon 1 dan 2 di lingkungan Kementerian Agama, serta para peneliti di lingkungan Badan Litbang dan Diklat.

Selanjutnya, Menteri Agama menyatakan laporan ini mencakup tiga aspek kehidupan keagamaan yang berada di bawah tanggung jawab Kementerian Agama, yakni: (1) hubungan antar umat beragama; (2) pelayanan keagamaan oleh pemerintah; dan (3) aliran, pemikiran, dan gerakan keagamaan.

Lebih jauh Menteri Agama mengungkapkan terkait dengan kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia, menarik apa yang telah dikaji oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, tentang Indeks Kerukunan Umat Beragama. Pada tahun 2016, Indeks Kerukunan Umat Beragama berada pada angka 75,47%, naik dari tahun sebelumnya yakni  tahun 2015 yang hanya mencapai angka 75,36%. Nampak ada kenaikan sebanyak 0,11%. Bila dilihat dari 3 (tiga) variabel utamanya, data hasil survei kerukunan itu menjelaskan; aspek kesetaraan mencapai angka 78,4%, aspektoleransi 76,5%, sedangkan aspek kerjasama hanya mencapai angka 42%.

Menteri Agama menegaskan hasil dari survei kerukunan umat beragama tersebut menunjukkan trend positif dan sepatutnya kita apresiasi dengan kegembiraan. Ada kenaikan angka 0,11% dari tahun sebelumnya. Namun, bila ditelisik pada variabel utamanya, ternyata masih menyisakan “PR” buat kita, terutama pada “aspek kerjasama” yang baru mencapai 42%. Angka yang tergolong minim untuk angka sebuah indeks kerukunan umat beragama. Tapi, itulah kenyataan yang ada saat ini, harus kita terima dengan lapang dada.

“Semua aspek kerukunan itu harus terus kita pupuk dan tingkatkan bersama-sama ke depan. Bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh semua elemen masyarakat. Bukan hanya pada tingkat pemahaman, melainkan juga sampai tingkat kesadaran yang bisa diejawantahkan ke dalam kenyataan sosial keberagamaan, “ungkap Menteri Agama. “Bagi umat beragama, agama sejatinya menjadi “daya perekat sosial”, bukan “daya pemecah”, baik pada level internal umat beragama maupun level eksternalnya, “ungkapnya lagi.

Dalam aspek pelayanan keagamaan oleh pemerintah, menurut Menteri Agama, indeks kepuasan jamaah Indonesia tentang pelayanan ibadah haji pada tahun 2016 berdasarkan kajian BPS mencapai angka 83,83% atau memuaskan. Sebuah capaian yang memuaskan dan perlu terus dipertahankan. Pelayanan pemerintah lainnya sebagaimana kajian lapangan oleh Badan Litbang dan Diklat menunjukkan bahwa pelayanan Kantor Urusan Agama (KUA), penyuluhan agama, dan bimbingan keagamaan bagi masyarakat secara nasional juga sudah semakin membaik.

Terkait aliran keagamaan, Menteri Agama menyatakan sempat muncul riak-riak yang menodai kehidupan keagamaan umat pada tahun 2016. Riak-riak itu sampai kapanpun akan tetap muncul. Namun, letupan yang muncul tidak sampai menggoyahkan bangunan keindonesiaan, setidaknya hingga saat ini. Isu Gafatar, aksi terorisme, dan munculnya beberapa aliran keagamaan, perlu disikapi secara baik dengan tetap mengindahkan hak-hak asasi kemanusian mereka. Pemerintah perlu terus merajut bingkai kerukunan umat beragama yang sempat ternodai akibat aliran-aliran keagamaan tersebut.

Berangkat dari kajian tahun 2016 tersebut, Menteri Agama menekankan perlunya melakukan langkah-langkah berikut. Pertama, optimalisasi dan sosialisasi perundang-undangan terkait Kerukunan Umat Beragama (KUB). Kedua, peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam menggalakkan kegiatan sosial lintas agama. Ketiga, penguatan aspek kerukunan melalui Perda-perda dan peraturan lain sampai tingkat Kecamatan. Keempat, peningkatan wawasan dan kegiatan sosial masyarakat terkait hubungan lintas agama, melalui media kerukunan atau kebijakan. Kelima, peningkatan peran Penyuluh Agama sebagai agen penggerak kerukunan milik pemerintah. Keenam, peningkatan peran tokoh-tokoh agama sebagai figur perekat sosial di tengah masyarakat.

Di akhir sambutan, Menteri Agama mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus berpartisipasi dalam memperkuat bingkai kerukunan umat, terutama dengan membangun pemahaman dan kesadaran beragama yang baik. Menurutnya, sebagai umat beragama, kita menyadari bahwa sesungguhnya agama hadir ke muka bumi membawa kemaslahatan dan kedamaian. Bila kenyataan yang terjadi sebaliknya, maka bisa jadi perlu dilakukan pembenahan pada umat penganutnya. “Kita perlu meninjau kembali nilai-nilai agama kita yang sebenarnya dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sosial dengan sebaik-baiknya, “pungkasnya. (bas/ar)

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI