Merawat Ghirah Islam dalam Setiap Pribadi Muslim

6 Jan 2017
Merawat Ghirah Islam dalam Setiap Pribadi Muslim

Jakarta (6 Januari 2017). Menumbuhkan ghirah dan cinta Islam menjadi sangat penting di era globalisasi ini. Kata ghirah (غيرة),dalam bahasa Arab secara literal bisa bermakna cemburu. Adapun secara terminologis yakni semangat yang menggelora dalam setiap jiwa manusia. Terma ghirah hampir mirip bentuk ejaannya dengan kata dalam bahasa Indonesia yaitu gairah. “Bagaimana menggerakkan semangat (spirit) yang tinggi dan cinta (hubb) seorang muslim kepada agama Islam yang luhur ini.” Inilah poin-poin pokok yang diutarakan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D, dalam khotbah  Jumat di Masjid Al-Ikhlas Kementerian Agama, Jl. M.H. Thamrin Lt 2 Jakarta Pusat.

Pada kesempatan sayyidul ayyam ini, khotbah Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Walisongo Semarang ini, berpesan kepada jemaah agar terus men-charge energi gairah berislam, lihat saja bagaimana potret Rasulullah SAW bersama sahabat yang berhasil meyebarkan dakwah Islam ke semenanjung Arabia. Menurut Mas’ud, paling tidak ada lima hal untuk membangkitkan ghirahIslam. Pertama, mencintai Allah SWT dan mengikuti jejak serta perjuangan Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang terekam dalam petikan ayat berikut: “Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi/mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Alu Imran [3] :31).” Kedua, iman yang tangguh dan kokoh, seperti yang terlukis dalam QS Al-Baqarah [2] : 165). Tanpa iman yang tangguh, pasti gairah keberislaman kita kurang kuat.  Ketiga, berbuat kebaikan/kebajikan kepada sesama. Seperti yang dilukiskan dalam QS. Al-Baqarah [2] : 195. Al-Qur’an tidak menggunakan istilah hasan (baik), tetapi muhsinin (orang-orang yang berbuat kebaikan). Kita diperintahkan untuk berbuat kebaikan, bukan sebaliknya melakukan kerusakan, atau hal yang destruktif (at-tahlukah/التهلكة). Keempat, cinta kebersihan jiwa raga dan kesucian lahir batin, lihat QS. Al-Baqarah [2] : 222.  Kelima, melakukan amar makruf dan nahi mungkar.

Dalam melaksanakan konsep amar makruf dan nahi mungkar ini harus diperhatikan  prinsip-prinsip berikut ini. Pertama, perlu mempertegas bahwa Islam sebagai agama perdamaian. Damai (salām), salima-yaslamu-islaāman (akar kata istilah Islam) merupakan salah satu esensi ajaran agama tauhid. Islam adalah universal religion of peace yang menekankan kedamaian dengan diri sendiri, damai dengan keluarga, masyarakat, lingkungan sekitar dan makhluk Allah lainnya. Kedua, kalam (voice up), maksudnya berani menyuarakan kebenaran, bukan bersikap pendiam (as-shumtu/diam), meskipun ada kecenderungan di masyarakat kita bahwa diam terhadap kemungkaran yang ada adalah satu sikap bijak, atau pepatah lain mengatakan diam itu emas. Lalu ketiga, diperlukan kesabaran, keuletan, dan ketegaran dalam menegakkan ajaran Islam dengan mencontoh sejarah kehidupan Nabi SAW. Perhatikan firman Allah yang berbunyi: “Aku tidak mengutus-Mu melainkan untuk memberi rahmat bagi segenap alam” (QS Al-Anbiya : 107). Kemudian keempat, prinsip mercy, kasih sayang, dan pemaaf yang merupakan ekspresi dari bashir dan reward memang sudah seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bisa kita lihat bagaimana ternyata Walisongo dapat mendakwahkan hal-hal kasih sayang, kelembutan, dan pengaruhnya sampai kini terlihat dalam lembaga pondok pesantren. Pesan mereka: sayangi, hormati, dan jagalah anak dirimu, hargailah tingkah laku mereka sebagaimana engkau memperlakukan anak turunmu. Beri mereka makanan dan pakain sehingga mereka bisa menjalankan syariat Islam dan memegang teguh ajaran agama tanpa keraguan sedikit pun.

Selain itu, prinsip kelima adalah takwa kepada Allah dengan mematuhi segala perintah dan menjauhi larangannya (QS. 9: 4). Keenam, berlaku  sabar, tabah, dan konsisten dengan prinsip yang benar (QS. Alu Imran [3] : 146). Ketujuh, tawakal atau pasrah kepada Allah, renungi kalam ilahi (QS Alu Imran [3] : 159). Kedelapan, adil terhadap manusia (QS. 49 : 9). Kesembilan, kedisiplinan atau keteraturan (well-organized), perhatikan (QS. 61 : 4). Terakhir kesepuluh, berani karena membela yang haq (benar). Mari perhatikan panduan Allah dalam (QS 5 : 54).” Demikian beliau mengakhiri khotbahnya agar seluruh jemaah dapat melakasanakan prinsip-prisnip tersebut dengan baik dan benar.

Nasrullah Nurdin/bas   

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI