“Merayakan Kebhinnekaan Membangun Kerukunan”

5 Feb 2015
“Merayakan Kebhinnekaan Membangun Kerukunan”

Jakarta (5 Februari 2015) Dilihat dari berbagai segi, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk (plural). Dari segi etnis misalnya, terdapat suku Melayu dan Melanesia yang membentuk ratusan suku, sekitar 1.072 suku derivatif besar dan kecil. Kemajemukan terlihat pula dari beragamnya mata pencaharian, bahasa, sejarah politik lokal, dan agama.

Semua jenis kemajemukan ini memerlukan tampilan identitas dan eksistensi masing-masing yang dalam perkembangan pelaksanaannya bisa jadi saling bersinggungan bahkan saling mengancam. Penistaan agama, fanatisme agama,  dan konflik antar suku merupakan beberapa bentuk penyimpangan dari pelaksanaan yang salah terhadap konsep eksistensi pluralisme di masyarakat.

Pluralisme masyarakat merupakan salah satu ciri utama dari masyarakat multikultural. Multikultral bermakna suatu konsep yang mengarah pada masyarakat yang mengutamakan pluralisme budaya. Idealnya, pluralisme masyarakat dibangun dengan saling menghargai dan membanggakan kemajemukan itu sendiri, atau dengan kata lain “merayakan kebhinnekaan”.

Keragaman agama dapat berfungsi sebagai pemilah dan sekaligus pemersatu bangsa, tergantung bagaimana mengelolanya. Untuk itu dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat dalam menjaga kerukunan masyarakat terkait kebhinnekaan ini.

“Meskipun kita belum memiliki suatu UU tersendiri mengenai kerukunan umat beragama, sesungguhnya kita telah memiliki seperangkat peraturan-perundangan yang menjamin kebebasan beragama dan penghargaan terhadap sesama pemeluk agama dalam rangka kerukunan umat beragama dan persatuan nasional”. demikian disampaikan Guru Besar UIN Jakarta, Prof. DR. H.M. Atho Mudzhar. Pendapat ini dimuat dalam bukunya Merayakan Kebhinnekaan Membangun Kerukunan.

Menurut pakar kerukunan yang juga mantan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama periode 2002-2010 ini, ada dua kebijakan dasar pemerintah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.  Kedua kebijakan tersebut adalah pemberdayaan umat beragama dan pemberian rambu-rambu bagi upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama.

 

Bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi keberagaman, terutama dalam ranah agama dan keyakinan? Dan bagaimana pula gagasan dan pandangan Atho Mudzhar dalam membangun kerukunan ditengah kebhhinekaan? Silahkan disimak ulasannya dalam buku Merayakan Kebhinnekaan Membangun Kerukunan yang diterbitkan oleh Badan Litbang dan Diklat Tahun 2013 disini.

diad/viks/ags

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI