Misi Agama Membangun Perdamaian

9 Agt 2023
Misi Agama Membangun Perdamaian
Kaban Suyitno pada kegiatan Bedah Buku “Ormas Islam dan Gerakan Moderasi Beragama di Indonesia” yang diselenggarakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat di Hotel Ashley, Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Suyitno mengatakan tokoh-tokoh ormas keagamaan, baik Islam maupun agama lain merupakan agen penyambung lidah budaya yang memiliki peranan penting dalam membangun perdamaian.

“Misi agama apa pun hakikatnya pasti membangun perdamaian. Tidak ada orang beragama itu ingin bermusuhan. Jadi, kalau kemudian tujuan beragama itu mencari keselamatan berarti semestinya yang terlahir dari agama-agama itu memang menyusun isu-isu kedamaian, damai dunia, damai akhirat,”  ujarnya.

Kaban Suyitno mengatakan hal tersebut pada kegiatan Bedah Buku “Ormas Islam dan Gerakan Moderasi Beragama di Indonesia” yang diselenggarakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Badan Litbang dan Diklat di Hotel Ashley, Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Lebih lanjut, Kaban menyampaikan bahwa dengan beragama seseorang seharusnya dapat melahirkan spirit yang positif untuk menciptakan kemajuan dalam kehidupan.

"Jadi, jangan dibalik. Jangan ada kecenderungan beragama justru membuat orang menjadi susah. Orang beragama kemudian cenderung miskin. Itu keliru. Beragama yang asli mestinya memberikan spirit beragama itu supaya menjadi orang-orang yang kaya. Melalui spirit ormas-ormas ini, jika ormas bisa membahasakannya dengan bahasa-bahasa yang produktif, maka mestinya ormas itu juga bisa mengeluarkan produk-produk ekonomi tinggi,” ungkap Kaban.

Meskipun begitu, Kaban mengingatkan bahwa spirit dalam keberagamaan dapat menjadi dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi, dipandang sebagai hal yang positif. Di sisi lain, spirit keberagamaan dapat digunakan sebagai pendorong perilaku buruk dalam keberagamaan.

"Saya ulangi, kalau agama untuk usaha bisa menjadi semacam motivasi, maka di satu sisi agama juga bisa digunakan sebagai The Spirit of Radicalism. Bukan hanya ada The Protestan Ethics and The Spirit of Capitalism tapi bisa juga menjadi The Spirit of Radicalism,” kata Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini.

Pada kesempatan ini, Kaban juga berharap dengan dilaksanakannya bedah buku hari ini dapat memberikan pencerahan bagi masyarakat dalam melihat dan menghindari potensi yang mengarah pada isu-isu radikalisme.

"Ekspresi beragama yang berdampak pada radikalisme itu tentu sangat berbahaya dan akan berefek nyata dan bisa panjang. Karenanya, Kementerian Agama lewat pengarusutamaan Moderasi Beragama ini sesungguhnya tidak akan pernah lelah, tidak akan pernah capek. Beragama yang benar adalah beragama yang memastikan terjadinya harmoni kehidupan kita. Bukan hanya saja dalam konteks beragama, tapi juga antar umat bahkan dengan bangsa," pungkasnya. (Nova/bas/Barjah)

Penulis: Nova Agung
Editor: Abas/Barjah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI