Misi Balitbang Diklat Terkini: Lahirkan Standarisasi Layanan Keagamaan
Jakarta (Balitbang Diklat)--- Balitbang Diklat akan mengkaji terkait standarisasi layanan keagamaan. Hal tersebut berangkat dari tugas dan fungsi (tusi) Kementerian Agama yang meliputi dua bidang, yakni pendidikan dan agama.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno mengatakan baru tusi pendidikan yang memiliki standarisasi, sementara tusi layanan keagamaan belum ada standarnya. “Misi Balitbang Diklat adalah melahirkan standarisasi layananan keagamaan,” ungkapnya saat memberikan arahan pada FGD Penyusunan/Pengukuran Standarisasi dan Monetisasi Program Berdampak Tahun 2024.
“Kemenag menaungi mulai dari pendidikan formal, bahkan hingga pendidikan non formal seperti pondok pesantren. Standar dalam pendidikan sangat jelas karena berdasar pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Menurut Suyitno, terdapat delapan standar dalam penilaian pendidikan berdasarkan regulasi tersebut. Sehingga jika ada bantuan dana dari Bappenas sudah memiliki standar yang jelas.
“Ada proses input, output, dan outcome berdasarkan standar yang telah ditetapkan tersebut,” katanya dalam forum yang diinisiasi Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi tersebut.
Di sisi lain, lanjut Suyitno, dalam konteks pelayanan keagamaan belum ada standar. Jika dirunut, maka pelayanan keagamaan ada di unit Bimbingan Masyarakat (Bimas).
“Anggaran pada unit tersebut terkesan seadanya karena belum memiliki standar. Kemenag belum memiliki standar layanan bidang keagamaan, sehingga Balitbang Diklat ingin membuat konsep yang ideal terkait hal tersebut,” tuturnya.
“Jadi kita akan melahirkan standar layanan keagamaan di bidang kebimasan dengan berbagai turunannya. Selain itu, Balitbang Diklat juga akan merancang standar layanan halal, maupun standar layanan haji,” imbuhnya.
Maka, lanjut Kaban, untuk mewujudkan standarisasi tersebut, Balitbang Diklat perlu mengkaji seluruh program yang ada di unit eselon I Kemenag. Bentuknya berupa policy brief melalui studi dokumen yang membedah Renstra hingga DIPA.
“Kelak, yang akan menjadi kerangka teori paling utama adalah Renstra Kemenag. Hasil dari proses ini akan melahirkan sebuah analisis makro, hingga rekomendasi berupa policy brief,” tandasnya.
Kaban berharap, desain policy brief tersebut menjadi dasar pertimbangan PMA yang mengatur standar layanan keagamaan.
(diad/Sr)