Moderasi Beragama dalam Naskah Kuno Nusantara
Yogyakarta (Balitbang Diklat)---Terdapat pesan moderasi beragama dalam manuskrip kuno. Ini menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal sikap moderat dan toleran dalam tatanan masyaratnya.
Ketua Umum Masyarakat Penaskahan Nusantara (Manassa) Munawar Holil mengatakan hal tersebut pada sesi wawancara di sela-sela kegiatan The 4th International Symposium on Religious Literature & Heritage (Islage) di Yogyakarta. Kegiatan terselenggara atas kerja sama Kementerian Agama dengan BRIN dengan mengusung tema ‘Religious Heritage on Tolerance, Non Violence and Accomodated Traditions’.
“Dalam naskah kuno, ditemukan pesan Moderasi Beragama yang diajarkan para raja atau sultan di Nusantara, salah satunya Pappaseng dalam budaya Bugis. Ini adalah petuah raja kepada masyarakatnya untuk berbuat baik, bersikap jujur, dan toleran terhadap pemeluk agama lain,” ujar Munawar di Yogyakarta, Kamis (3/8/2023).
“Begitu pula pada naskah lainnya, seperti di Bali antara masyarakat Hindu yang hidup berdampingan dengan komunitas Islam atau lainnya,” sambungnya.
Bahkan, lanjut Munawar, semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika juga bersumber pada naskah kuno yang berasal dari kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Isi kitab tersebut menggambarkan kondisi masyarakat Jawa Kuno pada abad ke-14 yang hidup berdampingan antara Hindu dan Buddha.
“Ajaran leluhur Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti berbeda tetapi tetap satu. Itulah yang kemudian oleh founding fathers yang memiliki kesadaran tersebut, digunakan sebagai semboyan negara Indonesia,” tuturnya.
Berdasarkan data BPS, Indonesia memiliki lebih dari 3.000 suku. Selain itu, menurut catatan Badan Bahasa, terdapat 700 bahasa dengan penggunaan aksara yang jumlahnya relatif banyak.
Dari banyaknya perbedaan tersebut, negara Indonesia bisa bersatu karena punya sikap toleran yang diajarkan oleh leluhur. Oleh karena itu, Munawar mengajak untuk memahami warisan leluhur, khususnya warisan tertulis yang mengajarkan untuk bersatu meski dalam berbeda.
“Kita paham betul, bahwa kita berbeda dari segi agama, bahasa, suku, dan lainnya. Namun demikian, kita bisa dipersatukan dalam perbedaan tersebut melalui kesadaran yang telah ditanamkan oleh leluhur bangsa dalam bersikap toleran,” katanya.
Pada dasarnya manusia memang dilahirkan untuk berbeda, tetapi perbedaan itulah yang bisa membuat Indonesia bersatu. “Kesadaran bahwa perbedaan itu tidak menjadi sesuatu yang memisahkan, melainkan untuk saling menguatkan,” tandasnya.
Diad/Sr/bas