Moderasi Beragama Harus Diterapkan untuk Diri Sendiri dan Orang Lain
Batang (Balitbang Diklat)---Moderasi beragama seharusnya diterapkan bukan hanya untuk orang lain, namun juga diri sendiri. Ketika kita telah moderat, maka dapat menjadi penggerak moderasi beragama.
Hal tersebut dikatakan Sekretaris Badan (Sesban) Litbang dan Diklat Kemenag, Muharam Marzuki, saat didaulat menyampaikan materi pada Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama di Wilayah Kerja Kantor Kemenag Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang diinisiasi Balai Diklat Keagamaan (BDK) Semarang.
“Keteladanan merupakan salah satu dari lima nilai budaya kerja Kementerian Agama, selain Integritas, Profesionalitas, Inovasi, dan Tanggung Jawab,” kata Sesban pada Kamis (17/11/2022).
Menurut Sesban, moderasi beragama tidak terbatas pada yel-yel dan permainan kata. Sejatinya, moderasi beragama dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Contoh sikap moderat dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagaimana dalam hadits ‘Annazhafatu minal iman.’
“Artinya, ‘Kebersihan itu sebagian dari iman’. Kalimat ini banyak dihafal dan sering diucapkan. Ketika faktanya madrasah kumuh, kamar mandi jorok dan kotor, di sini terdapat ketidakselarasan antara ucapan dan tindakan,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Sesban, penyampaian moderasi beragama hendaknya tidak dengan bahasa ideal, melainkan menyesuaikan dengan lingkungan di mana kita tinggal dan berada.
Pria kelahiran Jakarta ini mengingatkan beberapa hal penting terkait moderasi beragama. Antara lain tentang kerukunan kehidupan berbangsa dan bernegara dan pentingnya mengenal satu sama lain.
“Dalam QS Al Hujurat: 13, Allah berfirman yang artinya ‘Sungguh, Kami telah menciptakan kalian dari seorang lelaki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa,” ungkapnya.
Dari ayat ini, lanjut Sesban, tujuan Allah swt menciptakan manusia berbeda-beda adalah agar saling mengenal. Jika tidak mengenal dengan baik, maka muncul sikap radikal dan intoleran, seperti iri, dengki, dan su’uzhan.
Doktor jebolan Universitas Baranas Hindu India tahun 1993 ini mengingatkan, hendaklah para ASN memiliki qalbun wasi’un (hati yang luas) sehingga dapat memahami orang lain. Sebab, sasaran moderasi pada diri adalah hati dan iman yang menjelma dalam tindakan.
Sebelumnya, dalam surat yang ditujukan kepada Sesban Litbang Diklat tentang Permohonan Mengajar, Kepala Balai Diklat Keagamaan (BDK) Semarang Muchammad Toha mengatakan bahwa kegiatan ini diselenggarakan secara tatap muka pada Senin-Sabtu, 14-19 November 2022. (Ova/sri/bas)