Moderasi Beragama Minangkabau Berakar pada Tradisi Merantau
Jakarta (BMBPSDM)---Moderasi beragama bagi orang Minang bukanlah hal baru. Minang memiliki salah satu tradisi yang menarik, yaitu merantau. Dengan merantau, pasti terbiasa hidup toleran dan beradaptasi.
“Para orang bijak, sesepuh, dan cendekiawan memberikan pedoman kepada orang-orang Minang dengan kalimat, ‘Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Ini sebuah sikap yang menggambarkan pentingnya toleransi beradaptasi menjaga tradisi,” ujar Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Suyitno dalam Dialog Interaktif Penguatan Moderasi Beragama bagi Mahasiswa Universitas Andalas (Unand), di Padang, Jumat (29/11/2024).
Menurut Suyitno, orang-orang yang terbiasa hidup berdampingan dengan orang lain adalah sejatinya orang-orang yang moderat. Moderasi beragama digali dari semua potensi, baik tradisi lokal maupun nilai-nilai universal agama.
Bahkan, lanjut Suyitno, yang lebih penting dari semua itu ialah menjauhkan dari sikap egoisme, baik egoism pribadi, kelompok ataupun golongan. Bagi warga kampus, sangat relevan berbicara tentang bagaimana memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sains, dan teknologi.
Dalam dialog tersebut, Suyitno mengungkapkan data dinamika moderasi beragama. Dilihat dari arahan Presiden Prabowo pada Asta Cita-nya, ada dua hal penting, yaitu pada Asta Cita keempat dan Asta Cita kedelapan.
“Pada Asta Cita keempat, meneguhkan pentingnya pembangunan human resource, dan kampus berkepentingan untuk ini. Itu sebabnya moderasi beragama juga harus menyasar kampus,” tegasnya.
Menurut Suyitno, kalau dikontekstualisasi, pada Asta Cita kedelapan, harus ada upaya untuk memperkuat keselarasan kehidupan yang harmonis, dengan kata kuncinya peningkatan toleransi antar umat beragama untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.
Suyitno juga mengingatkan kepada seluruh civitas akademika tentang agama dalam konteks tantangan global. Fenomena disharmoni di beberapa belahan negara dan sampai hari ini kita masih menjadi pusat perhatian hingga saat ini.
“Salah satu faktor utamanya mereka kurang toleransi, atau setidaknya mereka egoisme terhadap kepentingan negara. Kita beruntung sebagai warga negara Indonesia sebagai negara besar, negara yang paling prural di dunia, dalam kondisi yang damai dan rukun,” tuturnya.
Adanya pengarusutamaan moderasi beragama ini, sama halnya dengan berjaga-jaga. Moderasi beragama sebagai instrumen yang sifatnya memitigasi, bersifat preventif bukan kuratif.
Sebelumnya, Pimpinan Unand yang diwakili Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Teknologi Prof. Kurnia Warman mengapresiasi BMBPSDM yang telah menjadikan kampusnya sebagai tempat seminar dan sosialisasi moderasi beragama.
Dalam keterangannya, Kurnia menyebut bahwa Indonesia sebagai negara religius, bukan negara sekuler yang memisahkan agama dengan urusan pemerintahan. “Urusan beragama diurus oleh negara. Karena diurus oleh negara, maka agama menjadi bagian untuk mempersatukan bangsa,” katanya.
Kurnia juga berpendapat bahwa sudah sepantasnya kita menaruh harapan yang besar kepada Kementerian Agama, agar menjadi pemimpin untuk menjadikan agama sebagai pemersatu bangsa.
Dialog interaktif yang dilaksanan di GSG Fakultas Hukum ini, dihadiri Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, Rektor UIN Imam Bonjol, Rektor UIN Bukittinggi, Rektor UIN Batusangkar, kepala Balai Diklat Keagamaan Padang, civitas akademika Unand, dan ratusan mahasiswa yang antusias menyimak para pemateri. (Barjah)