Naskah Kuno Memuat Konteks Moderasi Beragama

3 Agt 2023
Naskah Kuno Memuat Konteks Moderasi Beragama
Ketua Umum Manassa Munawar Holil di The 4th Islage di Yogyakarta, Rabu (2/8/2023). (Foto: Nova Agung)

Yogyakarta (Balitbang Diklat)---Naskah kuno sangat penting karena memiliki keberagaman dalam konteks moderasi beragama.

 

“Naskah kuno memiliki keberagaman dalam konteks moderasi beragama. Semboyan negara Bhineka Tungga Ika bahkan berasal dari naskah kuno Kitab Sutasoma yang menggambarkan kehidupan damai dengan perbedaan agama pada masa Jawa Kuno,” ujar Ketua Umum Masyarakat Penaskahan Nusantara (Manassa) Munawar Holil dalam paparan di The 4th Islage di Yogyakarta, Rabu (2/8/2023).

The 4th International Symposium on Religious Literature & Heritage (Islage) merupakan perhelatan tahunan yang diselenggarakan Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Balitbang Diklat. Tahun 2023, perhelatan internasional tersebut bekerja sama dengan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pada kesempatan tersebut, Munawar juga menyampaikan pentingnya naskah kuno sebagai warisan budaya tertulis. Naskah kuno tersebut belum memiliki aksara atau huruf, terutama sebelum masuknya berbagai pengaruh dari luar.

“Pada masa nenek moyang kita, naskah kuno belum memiliki aksara atau huruf. Seiring berjalannya waktu masuklah pengaruh India yang memperkenalkan aksara Palawa dan turunannya. Selain itu, masuk pula pengaruh Islam dan kolonialisme yang memberi pengaruh pada budaya tulis Indonesia,” kata dosen Universitas Indonesia ini.

Lebih lanjut, Munawar menjelaskan bahwa naskah kuno nasional yang dimiliki sekarang masih belum terdata dengan pasti. Belum adanya data tersebut disebabkan naskah nusantara tersebar di 31 negara dan masih banyak perbedaan pendapat mengenai manuskrip itu.

“Data terbaru menyebutkan, di Indonesia terdapat 134.000 manuskrip yang tercatat, sedangkan warisan tertulis di India ada sekitar jutaan. Jumlah yang baru sedikit itu karena banyak manuskrip yang tersimpan pada koleksi perorangan atau masyarakat adat,” tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, persepsi berbeda dari akademisi dan masyarakat adat punya menyebabkan perbedaan data itu. Akademisi menganggap manuskrip sangat penting karena memiliki wawasan, sementara masyarakat adat menganggap itu sebuah pustaka,” tandasnya Munawar.

Menutup paparannya, Munawir berharap The 4th Islage dapat menjadi kesempatan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa pentingnya penelitian mengenai naskah kuno. “Kami berharap masyarakat semakin paham dan mengerti pentingnya peran naskah kuno untuk kehidupan ke depan,” tandasnya.

M. Rizky/diad

 

 

 

Penulis: Muhammad Rizky Febriyanto
Editor: Dewi Indah Ayu
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI