PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PEMBAGIAN WARIS ISLAM DI JAWA TENGAH; Studi Kasus di Desa Bugel Jepara

7 Mei 2007
PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PEMBAGIAN WARIS ISLAM DI JAWA TENGAH; Studi Kasus di Desa Bugel Jepara

PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PEMBAGIAN WARIS ISLAM DI JAWA TENGAH; 
Studi Kasus di Desa Bugel Jepara

Oleh: Drs. Moch. Amaluddin, MS
56 halaman

DEPARTEMEN AGAMA RI
BALAI LITBANG AGAMA SEMARANG 2005


Pembagian harta waris merupakan persoalan cukup penting dalam kehidupan masyarakat muslim. Apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda, akan dilakukan pembagian harta peninggalan (pembagian harta warisan), baik harta atau benda bergerak, maupun harta atau benda tidak bergerak, hak-hak yang mempunyai nilia-nilai kebendaan maupun hak-hak yang mengikuti bendanya.

Dalam pembagian harta peninggalan (harta warisan) terdapat aturan-aturan tertentu yang dapat dilakukan sesuai dengan hukum waris, yaitu peraturan tentang pemindahan harta benda dari orang yang telah meninggal kepada seseorang atau orang lain (ahli waris). Aturan-aturan yang terdapat dalam hukum waris yang digunakan oleh masyarakat adalah hukum waris adat dan hukum waris Islam yang terdapat dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia.

Tujuan penelitian untuk mengetahui :
1.    Hubungan antara jenis kelamin dengan pandangan tentang bagian harta waris menurut jenis kelamin
2.    Hubungan antara pendidikan dengan pandangan tentang jangka waktu pembagian harta waris
3.    Hubungan antara pendidikan dengan pandangan tentang pembagi harta waris di luar hakim
4.    Hubungan antara pendidikan dengan pandangan tentang bagian harta waris menurut jenis kelamin
5.    Hubungan antara pekerjaan dengan pandangan tentang jangka waktu pembagian harta waris

Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan, diantaranya: 1). Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir separoh jumlah responden, yakni 49,5%, berpandangan bahwa pembagian harta waris sebaiknya dilakukan pada antara 100 hari sampai dengan 1 tahun sesudah pewaris meninggal; 2). Sebagian besar responden, yakni 85,6%, berpandangan bahwa tokoh pembagi harta waris di luar hakim adalah ulama dan tokoh keluarga; 3). Sebagain besar responden, yakni 75,3 % berpandangan bahwa anak angkat masih tetap menjadi ahli waris orang tua kandungnya.

Berhubung tidak ada satupun hipotesis penelitian ini yang terbukti, maka disarankan agar Balai Litbang dan Diklat mengadakan penelitian serupa dengan mengambil variabel lain sebagai variabel bebas atau independen variabel.***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI