Para Pakar Kaji Indeks Penerimaan Budaya 2024
Surabaya (Balitbang Diklat)---Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI melaksanakan kegiatan Pembahasan Laporan Akhir Indeks Penerimaan Umat Beragama atas Keragaman Budaya Tahun 2024.
Menurut Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Suyitno yang harus lebih banyak di-capture dalam konteks Indeks Penerimaan Umat Beragama atas Keragaman Budaya adalah aspek moderasi beragamanya. Itulah yang harus dilihat dari waktu ke waktu.
Pada kesempatan tersebut, Kaban juga menyoal beberapa pertanyaan pada kuesioner agar hasilnya lebih jelas. Selain itu, Kaban juga menyoroti nilai indeks yang tinggi tetapi potensi konfliknya juga tinggi. Jangan sampai nilainya inkonsisten.
“Mestinya semakin tinggi capaian indeksnya, maka semakin rendah tingkat potensi konfliknya. Kalau konteksnya intoleransi politik berarti tidak meng-capture moderasi beragama,” ujar Kaban di Surabaya, Rabu (14/8/2024).
Pada pertemuan yang menggadeng para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, Kaban menegaskan agar jangan sampai variabel non moderasi beragama mendominasi. Ketimbang yang moderasi beragama lalu kemudian menyimpulkan potensi konflik tertinggi tersebut pada instrumen yang non moderasi beragama.
Sebelumnya, Imam Soeyoeti dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memaparkan laporannya berdasarkan data series hasil riset yang telah dilakukan selama tiga tahun ke belakang dengan variabel yang diukur secara konsisten.
Menurutnya, indeks potensi konflik datanya bisa dilihat empat tahun terakhir karena menurutnya pada 2021 sempat dilakukan riset serupa oleh periset lain. “Indeks penerimaan umat beragama atas keragaman budaya adalah salah satu indikator dari enam sasaran strategis Kementerian Agama dalam rangka memperkuat moderasi beragama,” ungkapnya.
Imam kembali menegaskan bahwa moderasi beragama dibangun oleh empat pilar, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap budaya lokal. Dalam konteks penerimaan budaya lokal inilah dilakukan indeks penerimaan umat beragama atas keragaman budaya dengan menguji tiga variabel besar yaitu adaptif, akomodatif, dan indeks potensi konflik.
Kepala puslitbang Lektur, Khazanah Keagama, dan Majamemen Organisasi (LKKMO) Moh. Isom mengatakan hasil paparan Imam Soeyoeti dari empat dimensi tersebut sudah melampaui target yang ditetapkan oleh Kementerian Agama.
“Yang terendah terdapat pada lima provinsi, dan yang tertinggi sepuluh provinsi. Ini hal menarik karena sedikit berbeda dengan tahun kemarin adanya validasi sampel dengan adanya dimensi potensi konflik sosial,” imbuhnya.
Menurut Isom, perbedaan dengan tahun sebelumnya adanya validasi sampel, dimensi konflik sosial dan dikatikan dengan kerawanan-kerawanan yang fluktuatif dan dikontekstualisasikan dengan Pilkada. (Barjah/bas/sri)