Pasca Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi di Pontren Miftahul Ulum Banyuwangi
Banyuwangi (28 Mei 2021). Kabupaten Banyuwangi dikenal dengan alamnya yang eksotis dan budayanya yang beragam. Diperkaya dengan sejumlah destinasi wisata pegunungan dan pantai, serta sarat event festival budaya, Banyuwangi memiliki daya magnet yang kuat bagi banyak pengunjung. Tercatat jumlah kunjungan wisatawan domestik ke Banyuwangi tahun 2019 sebanyak 5.307.054 orang dan wisatawan mancanegara sebanyak 101.622 orang.
Ternyata, pesona Banyuwangi tidak hanya tampak pada alam dan budayanya, namun juga pada Pondok Pesantren (Pontren) yang tersebar di wilayahnya. Berdasarkan statistik data pada Ditpdpontren, tidak kurang dari 113 Pontren aktif di kabupaten paling timur di Provinsi Jawa Timur ini. Usia Pontren bervariasi. Ada yang sudah ratusan tahun, namun ada juga berdiri beberapa tahun lalu dalam hitungan jari. Jenisnya juga bercorak. Ada yang salaf (klasik), khalaf (modern), dan ada juga yang konvergensi antara keduanya.
Di antara Pontren yang menarik dikunjungi adalah Miftahul Ulum yang terletak di Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi. Pesantren bercorak konvergensi salaf-khalaf ini berada tidak jauh dari pusat Kota Banyuwangi. Pesantren Minftahul Ulum ditempuh dengan jarak kurang lebih 25 Km dari pusat Kota Banyuwangi dengan menyusuri jalan utama Banyuwangi-Situbondo ke arah utara.
Pesantren dengan jumlah santri 1.400 orang ini termasuk salah satu Pontren yang mengikuti Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Pondok Pesantren Angkatan III yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan pada 5-10 April 2021 lalu di Blitar. Bersama 9 Pontren lainnya se-Jawa Timur, Pontren yang dipimpin oleh Abuya Muhammad Hayatul Ihsan ini telah mengikuti pelatihan tersebut secara tatap muka (in service raining), dan kini tengah memraktikkan hasil pelatihan di pondoknya (on the job training).
Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Pondok Pesantren kali ini memfokuskan konten pada jenis usaha budi daya ikan hias. Budi daya ikan air tawar lainnya seperti gurami, mujair, mas, atau lele, sudah biasa dan banyak dilakukan Pontren. Namun, budi daya ikan hias relatif masih jarang dilakukan. Padahal, nilai ekonomis ikan hias jelas lebih tinggi dari pada ikan air tawar biasa.
Terlebih ikan hias jenis tertentu dengan kekhasan tertentu harganya bisa melambung tinggi. Peminat atau kolektor pun kadang tak segan merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan ikan hias tertentu. Karena itu, pelatihan keterampilan pembudidayaan ikan hias tidak dimaksudkan untuk menggeser budi daya ikan yang sudah ada, namun diorientasikan untuk menambah peluang yang belum diraih.
Pasca pelatihan, setiap Pontren yang menjadi partisipan wajib melaksanakan praktik di tempat tugasnya. Tidak ketinggalan, Pontren Miftahul Ulum termasuk yang giat melaksanakan praktik. Di dalam kolam 10 m2 yang terletak di belakang pondok, tampak ikan hias jenis koi tengah dibudidayakan. Sahroni, salah satu peserta yang menjadi utusan Pontren Muftahul Ulum mengutarakan testimoninya bahwa membudidayakan ikan koi gampang-gampang susah. Gampang karena mudah tumbuh dan besar, susahnya karena air harus selalu bersih dan bersirkulasi. Kini, ikan-ikan berwarna kombinasi merah, putih, dan hitam ini sudah bertambah besar dengan ukuran bervariasi. “Setelah 3 bulan, ikan yang saat ini berukuran panjang 7 cm, 3 bulan kemudian sudah berukuran 30 cm”, tukas laki-laki asal Madura tersebut.
Tentu saja, aktivitas ekonomi Pontren tidak boleh menggeser peran utamanya menanamkan ilmu agama (tafaqquh fiddin). Aktivitas ekonomi ditujukan selain sebagai bagian inhern pembelajaran keterampilan hidup (life skill) bagi para santri, juga untuk memperkuat kemandirian Pontren. Sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, salah satu asas penyelenggaraan Pontren adalah kemandirian (Pasal 2 huruf c).
Kemandirian merupakan karakteristik yang melekat pada Pontren sejak lembaga pendidikan Islam tertua ini hadir di bumi nusantara. Kemandirian diartikan bahwa Pontren itu mengurus, mengelola, dan menghidupi dirinya (Faisal Ismail, 2020: 40). Dengan sumber daya manusia dan material yang tersedia, Pontren membangun, mengembangkan, dan menggerakkan denyut kegiatan pembelajaran dari, oleh, dan untuk dirinya. Mitra utama Pontren adalah masyarakat sekitar dan para santri itu sendiri.
Meskipun mandiri, tidak berarti Pontren menutup diri dari kehadiran pemerintah. Bahkan, perhatian pemerintah pada Pontren terus meningkat dari waktu ke waktu. Terlebih Kementerian Agama saat ini memiliki 7 (tujuh) program prioritas yang salah satunya adalah “Penguatan Pontren”. Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Pondok Pesantren yang kini masuk pada tahap praktik pasca pelatihan ini juga merupakan salah satu bentuk penguatan Pontren. (Efa Ainul Falah/bas)