PBPA: Proyek Perubahan Kementerian Agama

16 Sep 2021
PBPA: Proyek Perubahan Kementerian Agama

Bogor (16 September 2021). Penilaian Buku Pendidikan Agama (PBPA) merupakan bagian dari proyek perubahan yang dilakukan Kementerian Agama. Program ini bertujuan untuk membangun sinergitas dan mengembalikan marwah Kemenag terkait penilaian buku pendidikan agama.

Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nizar Ali saat memberikan arahan secara online pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Penilaian Buku Pendidikan Agama Tahun 2021 Bagi Penilai, Verifikator, Dan Supervisor di Arch Hotel, Bogor. Kegiatan dihelat oleh Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Balitbang Diklat Kemenag berlangsung secara blanded dengan dihadiri hampir 500 penilai buku agama secara online serta pejabat struktural dan fungsional secara offline.

“Program PBPA menjadi penting karena selama ini masih banyak buku agama yang terselip paham radikalisme. Maka menjadi saat yang fundamental bagi Kemenag untuk berpartisipasi dalam penilaian buku agama,” ungkap Sekjen Nizar, Kamis (16/9/2021).

Bagi penilai, PBPA memiliki makna yang sangat strategis karena di tangan penilai dipertaruhkan konteks dan isi dari buku. “Buku pendidikan agama akan menjadi sumber bacaan dan ilmu bagi anak didik calon generasi penerus bangsa di Indonesia, oleh karena itu punya nilai yang sangat penting,” kata Setjen.

Sekjen Nizar Ali berharap PBPA akan menjadi bagian dari Pusat Pengembangan Moderasi Beragama yang kelak akan dibangun. “Moderasi Beragama menjadi bagian program prioritas yang akan dilaksanakan hingga tahun 2024. Diharapkan PBPA menjadi salah satu ujung tombak program tersebut,” ucapnya.

 

Urgensi PBPA

Sejalan dengan pernyataan Sekjen, Kepala Balitbang Diklat Kemenag Achmad Gunaryo mengatakan PBPA menjadi urgen karena berkaitan dengan pembentukan paham keagamaan. Diharapkan agar paham keagamaan yang diterapkan tidak menghilangkan identitas Pancasila yang dimiliki.

Indonesia termasuk negara dengan tingkat literasi yang rendah, maka perlu ada upaya peningkatan kemampuan dan pengetahuan. PBPA menjadi salah satu solusi untuk menjawab permasalahan ini. Selain itu, perlu adanya upaya agar penerbitan PBPA berdasarkan pada kehidupan beragama yang moderat.

“Moderasi Beragama adalah suatu keharusan, bukan hanya sekedar pilihan. Yakni bagaimana menjalankan kehidupan beragama di tengah perbedaan dengan menghargai keberagaman yang bernilai kemanusiaan dan keadilan,” ungkap Kaban.

Menurut Kaban, kesalehan individual tidak akan ada artinya tanpa implementasi kesalehan sosial, karena kehidupan beragama berada dalam kehidupan sosial. Pembangunan agama saja tidak cukup, karena diperlukan juga pembangunan keberagamaan dalam konteks bernegara dan berbangsa Indonesia.

“Buku Pendidikan Agama akan menjadi sumber energi dalam mendukung pembangunan dalam bidang kehidupan agama dan keagamaan di Indonesia,” kata Kaban.

Pada kesempatan itu, Kaban mengapresiasi jumlah pendaftar penilai buku yang mencapai ribuan, artinya antusiasme untuk menghadirkan buku yang berkualitas cukup tinggi. “Diharapkan buku yang akan dihadirkan nanti memiliki kualitas baik, bukan hanya dari sisi penulisan tapi juga memiliki wawasan kebangsaan yang baik,” ujarnya.

Kaban pun mengimbau agar jangan hanya memperbaiki saja, tapi juga harus bisa memberikan usulan terkait perbaikan. “PBPA sebagai bentuk pelayanan publik dapat dilakukan dengan profesional, transparan, dan akuntabel sehingga perlu dimonitor,” tutup Kaban mengakhiri sambutan.

 

Inovasi PBPA

Senada dengan Sekjen dan Kaban, Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) M. Arskal Salim mengatakan program PBPA merupakan aktualisasi moderasi beragama dan mitigasi radikalisasi beragama dalam peningkatan literasi masyarakat Indonesia untuk pencapaian kualitas pendidikan Agama yang moderat.

Berdasarkan tujuan besar tersebut, Kapus Arskal berharap ada kerja sama yang baik dari Penilai Buku Agama karena ini menentukan masa depan bangsa. “Persatuan dan kesatuan negara ini dimulai dari budaya literasi. Dan budaya literasi yang baik ditentukan oleh buku, khususnya buku pendidikan agama,” ujar Arskal.

Penilaian Buku Pendidikan Agama tahun 2021 berbeda dengan tahun sebelumnya, program ini sangat inovatif karena dilaksanakan sepenuhnya secara online, dimulai dengan diterbitkannya aplikasi PBPA. “Dengan mengupayakan secara online, diharapkan terwujud efisiensi, tidak dipenuhi dengan buku cetak yang akan menumpuk,” katanya.

“Aplikasi dapat diakses pada tautan https://pbpa.kemenag.go.id/. Selain itu, rekrutmen penilai buku dilakukan secara profesional, terbuka, dan akuntabel,” ungkap Kapus Arskal.

Menurut Kapus Arskal, melalui seleksi tersebut jumlah penerbit yang mendaftar sebanyak 128 penerbit. Adapun jumlah buku yang disubmit berjumlah 2172 buku dengan rincian 848 Buku Non Teks dan 1279 Buku Teks. Adapun sesuai anggaran yang tersedia, jumlah buku yang akan dinilai sebanyak 600 judul.

“Secara bertahap diharapkan jumlah buku yang bisa dinilai meningkat. Mulai dari 600, hingga ditargetkan menjadi 5000 buku yang dinilai. Ini akan menjadi langkah yang fantastik,” ujarnya.

Sementara itu, dilaporkan Kapus Arskal terdapat 1553 orang pendaftar penilai buku, dengan jumlah yang direkrut sebanyak 500 orang. “Ada beberapa kriteria yang dipertimbangkan dalam proses rekrutmen ini, seperti telah memiliki pengalaman penilaian buku, telah mengikuti pelatihan bimtek penilaian buku, dan memiliki pengalaman mengedit buku,” ungkap Kapus LKKMO ini.

Kapus Arskal melaporkan pula bahwa latar belakang penilai berasal dari akademisi dan non akademisi dengan berbagai agama dengan rincian Penilai 500 orang; Supervisor 20 orang; Penyelia Utama 12 orang; dan Verifikator 35 orang.

Penilaian Buku Pendidikan Agama pun didukung oleh beberapan regulasi, mulai dari UU Nomor 3 Tahun 2017 pasal 6 tentang Sistem Perbukuan; hingga yang terbaru dan lebih teknis, yakni Keputusan Kepala Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Nomor 62 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Buku Pedidikan Agama pada Sekolah dan Madrasah.

Sementara itu, proses PBPA harus berpedoman pada PMA Nomor 9 tahun 2018 tentang Buku Pendidikan Agama, pasal 8 yang berisi:

  1. Tidak bertentangan dengan nilai pancasila;
  2. Tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan atau antargolongan;
  3. Tidak mengandung unsur pornografi;
  4. Tidak mengandung unsur radikalisme agama;
  5. Tidak mengandung unsur kekerasan, dan atau
  6. Tidak mengandung ujaran kebencian dan penyimpangan lainnya.

 

Diad/AR

Penulis: Dewindah
Editor: Rahmatillah Amin
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI