Pelatihan Deteksi Dini, Solusi Cerdas Mitigasi Konflik

30 Apr 2024
Pelatihan Deteksi Dini, Solusi Cerdas Mitigasi Konflik
Kaban Suyitno pada kegiatan Pelatihan Deteksi Dini Konflik Sosial Keagamaan bagi Jabatan Fungsional Keagamaan di Ciputat, Selasa (30/4/2024).

Ciputat (Balitbang Diklat)---Deteksi dini dalam menghadapi persoalan konflik sosial keagamaan, terutama di tengah masyarakat yang semakin terhubung melalui teknologi informasi dan media sosial, merupakan hal yang penting. Konflik sosial keagamaan yang tidak ditangani dengan serius dapat berkembang menjadi ancaman bagi stabilitas sosial dan politik suatu negara.

 

Melalui reformulasi pelatihan, Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Balitbang Diklat Kementerian Agama RI tengah mempersiapkan para penghulu, penyuluh, dan pembimas melalui pelatihan untuk mengasah kemampuan deteksi dini konflik sosial keagamaan.

 

Pelatihan yang dilaksanakan mulai Selasa hingga Sabtu, 30 April-4 Mei 2024 ini, diikuti sebanyak 275 peserta. Pelatihan ini akan membekali para peserta dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi garda terdepan dalam mendeteksi, mencegah, dan mengelola konflik sosial keagamaan di masyarakat.

 

Kepala Balitbang Diklat Kementerian Agama RI, Suyitno dalam arahannya menekankan pentingnya hasil pelatihan yang lebih dari sekadar pengetahuan (kognitif), tetapi juga meliputi kemampuan bertindak (psikomotorik), implementasi, dan penyusunan rencana tindakan yang nyata.

 

"Sertifikat diklat bukanlah hal penting dalam kediklatan. Yang penting adalah hasil diklat dalam bentuk tindak lanjut," ujar Suyitno di hadapan para peserta diklat, di Ciputat, Selasa (30/4/2024).

 

Menurut Suyitno, Diklat Deteksi Dini ini bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga kemampuan bertindak, implementatif, dan action plan, yang nyata dalam konteks deteksi dini di wilayah kita masing-masing.

 

Suyitno juga menyoroti penggunaan teknologi informasi dan media sosial yang semakin masif di Indonesia. Mayoritas penduduk menggunakan internet dan media sosial. Ia menyatakan bahwa penggunaan teknologi ini juga membawa dampak negatif seperti penyebaran informasi palsu (hoax) dan ujaran kebencian.

 

"Dengan adanya problem intoleransi yang massif, banyak sampah informasi, hoax, dan ujaran kebencian pun lalu lalang," katanya.

 

Untuk mengatasi masalah tersebut, Suyitno juga menyatakan bahwa para peserta pelatihan akan dilatih untuk menjadi lebih peka terhadap isu-isu di media sosial tersebut. "Peserta pelatihan akan diberikan pemahaman tentang fenomena intoleransi untuk memberikan deteksi dini di media sosial, supaya para peserta diklat melek dan aware di bidang media sosial," pungkasnya. (Barjah/bas/sri)

   

 

Penulis: Barjah
Sumber: Barjah
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI