Pelayanan Agama: Langkah-langkah Konkret Hasanuddin Ali untuk KUA
Jakarta (Balitbang Diklat)---Staf Ahli Menteri Agama RI Bidang Riset Hasanuddin Ali mengingatkan akan pentingnya revitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA). Mengutip arahan Gus Men, Hasanuddin menyebut, saat ini telah dilakukan pada 1600 KUA. Momentumnya revitalisasi KUA dengan perbaikan layanan.
“Revitalisasi KUA mencakup berbagai aspek, antara lain perbaikan sarana dan prasarana, Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan, serta pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) terutama dalam hal penampilan dan budaya pelayanan,” ujar Hasanuddin Ali.
Hasanuddin Ali menyampaikan hal tersebut saat menjadi pembicara pada FGD Kajian Akademik Layanan Keagamaan di Kantor Urusan Agama (KUA) untuk Semua Agama, yang digelar Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Diklat Kementerian Agama.
Secara umum, kata Hasanuddin, revitalisasi KUA dinilai telah berjalan dengan baik, tetapi ada catatan-catatan yang perlu diperhatikan. Penilaian publik terhadap layanan KUA telah cukup baik, SOP juga sudah terstandarisasi, namun dari sisi SDM masih membutuhkan waktu perbaikan.
Pentingnya KUA sebagai layanan keagamaan bagi semua agama. Menurutnya, KUA seharusnya menjadi etalase pelayanan keagamaan di Indonesia, yang melayani segala keperluan agama. “Mulai dari pencatatan nikah hingga bimbingan zakat dan wakaf. Peran KUA sebagai mata dan telinga negeri terkait konflik berbasis keagamaan di Masyarakat,” imbuhnya.
KUA untuk melayani semua agama, tidak hanya umat Islam. Ini mencerminkan semangat kesetaraan dan keadilan di era saat ini, di mana tidak ada lagi dibedakan antara mayoritas dan minoritas agama. Namun, masih terdapat hambatan regulasi yang kompleks dalam merubah KUA agar melayani semua agama, terutama terkait dengan undang-undang tentang pencatatan sipil.
Menurut Hasanuddin, langkah-langkah konkret untuk mengakselerasi proses tersebut, termasuk dengan menjadikan sebagian KUA sebagai agen atau penghubung antara masyarakat dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) bagi warga non-Muslim. “Langkah-langkah ini tentunya memerlukan kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk menyamakan pemahaman dan mempercepat realisasi,” pungkasnya. (Barjah/bas/sri)