Pembelajaran Agama Harus Ditanamkan Sejak Usia Dini

18 Okt 2019
Pembelajaran Agama Harus Ditanamkan Sejak Usia Dini

Palembang (18 Oktober 2019). Penggunaan gawai/smartphone sebagai hasil teknologi tidak bisa dipisahkan lagi dengan kehidupan sehari-hari. Khususnya pada revolusi industri 4.0 yang sedang berkembang saat ini. Tentu saja, hal ini berpengaruh pada pola pendidikan terutama pembelajaran di sekolah.

Demikian dikatakan Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kementerian Agama Amsal Bakhtiar saat membuka resmi workshop Penguatan Pembelajaran Agama pada Anak Usia Dini di Hotel Beston, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (17/10) akhir pekan lalu.

“Pengaruh tersebut terjadi pada hampir semua jenjang pendidikan, termasuk pendidikan pada usia dini. Oleh karena itu, pembelajaran agama sebagai dasar dan pondasi seharusnya ditanamkan sejak dini,” ujar Amsal.

Menurut dia, penanaman pembelajaran agama tersebut mesti dibarengi dengan pola pembelajaran yang mengakomodir hasil teknologi, terutama gawai yang sudah familiar bagi anak usia dini.

Dalam sambutannya, pria asal Padang Sumatera Barat ini menjelaskan pentingnya penyampaian pendidikan agama bagi anak usia dini dengan menggunakan media pembelajaran yang terbaru, khususnya pengenalan telepon pintar.

“Di Sumatera Selatan masih sangat jarang diadakan kegiatan workshop atau kegiatan penguatan pendidikan yang melibatkan guru-guru RA,” kata dia.

Menurut Amsal, setidaknya ada empat unit Eselon 2 yang terkait RA di Kemenag. Pertama, dua di Ditjen Pendidikan Islam yang terlibat, yaitu Direktorat KKSK (ada Subdit RA); dan GTK (guru RA).

“Kedua, di Balitbang Diklat juga ada dua, yakni Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, ada Litbang bidang Pendidikan RA dan Madrasah. Lalu, Pusdiklat (khususnya) Teknis Balitbang Diklat Kemenag yang di Ciputat,” terangnya.

Dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya, lanjut Amsal, mengingatkan bahwa ada bait yang memberikan kesan pendidikan pembangunan karakter, yaitu bangunlah jiwanya, bangunlah badannya. Hal ini merupakan bentuk pesan moral yang sering dilewatkan oleh kita.

“Membangun jiwa didahulukan daripada membangun badan (fisik). Artinya, bisa dikatakan bahwa pengisian jiwa lebih penting dalam pembentukan karakter. Orang yang unggul itu adalah orang yang suci jiwanya terlebih dahulu,” tuturnya.

Amsal kemudian menyebutkan, setiap orang mempunyai maziyyah (keistimewaan) masing-masing. “Tugas guru RA adalah menggali dan mengembangkan madziyah tersebut sehingga menjadi karakter yang unggul,” tegasnya.

Selain para peneliti Puslitbang Penda, hadir dalam acara tersebut Kepala Kanwil Kemenag Sumsel, HM Alfajri Zabidi. Kegiatan Workshop mengundang dua narasumber, yaitu Bakhtiar Efendi (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), dan Kurnia Dewi (UIN Raden Fatah Palembang). Sebanyak 55 peserta terdiri dari guru dan pengawas RA se- Sumsel aktif mengikuti kegiatan yang dijadwalkan tiga hari, 16-18 Oktober 2019 tersebut.[]

Ova/diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI