Pendidikan Agama pada Sekolah Indonesia di Tokyo

30 Jan 2015
Pendidikan Agama pada Sekolah Indonesia di Tokyo

Jakarta (30 Januari 2015). Bertempat di ruang Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (Puslitbang Penda), Jakarta, Coffee Morning kembali diselenggarakan, Jum’at (30/1). Pada edisi yang ke-3, tampil sebagai narasumber Prof. Dr. Imam Tolkhah, profesor riset pada Puslitbang Penda.

 

Kali ini, Imam Tolkhah menyampaikan hasil penelitian “Pendidikan Agama pada Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT)” di Jepang. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2014 mengangkat kondisi pengelolaan pendidikan agama pada Sekolah Republik Indonesia Tokyo.

Dalam paparannya, Imam Tolkhah mengemukakan berdasarkan temuannya, pendidikan agama pada SRIT, terutama pendidikan Islam diselenggarakan berdasarkan pola kurikulum 2006 (KTSP). Namun demikian, pengawasan dan pembinaan dari Kementerian Agama, sebagai instansi pembina belum pernah dilakukan.

Selanjutnya, ImamTolkhah menyatakan, secara substansial guru agama di SRIT telah memiliki kompetensi yang sesuai. Peserta didik beragama Islam diajar oleh guru beragama Islam, peserta didik beragama Kristen diajar oleh guru beragama Kristen, dan peserta didik beragama Hindu diajar oleh guru beragama Hindu. Namun, dari sudut tuntutan Standar Nasional Pendidikan, guru agama di SRIT belum memenuhi standar nasional pendidikan. Pengadaan guru agama Islam dilakukan dengan sistem kontrak 3 tahunan, sementara untuk guru agama Hindu dan Kristen dikuasakan kepada staf KBRI yang beragama sesuai dengan agama siswa.

Dari sisi akreditasi, SRIT terakreditasi A dan dinilai setara dengan sekolah-sekolah Jepang, namun sumber belajar pendidikan agama masih sangat terbatas pada buku teks pelajaran agama yang jumlahnya terbatas. Selain itu, buku-buku bacaan untuk pendidikan agama di perpustaan juga masih sangat terbatas.

Imam Tolkhah menambahkan, kondisi lingkungan sosial SRIT di Jepang ikut membentuk karakter siswa. Beberapa karakter baik yang terbentuk diantaranya adalah tertib, sopan, disiplin, dan bertanggung jawab.

Pada kesempatan ini, Imam Tolkhah menyarankan perlunya Kementerian Agama segera terlibat dalam pengelolaan pendidikan agama. Keterlibatan itu dapat berupa rekruitmen guru, sertifikasi, pengawasan terhadap pembelajaran pendidikan agama, dan bantuan sumber belajar pendidikan agama.

Hal ini semata-mata untuk memenuhi tuntutan peraturan perundang-undangan, seperti PP Nomor 55 Tahun 2007. Untuk itu, ia berharap Kementerian Agama segera menyusun MoU dengan Kementerian Luar Negeri.

Dalam sesi diskusi yang diikuti Kepala Puslitbang Penda dan para peneliti Puslitbang Penda, pembicaraan berjalan hangat dan dialogis. Para peserta mengapresiasi hasil penelitian. Mereka juga berharap penelitian serupa, terutama terkait dengan regulasi pengelolaan pendidikan agama pada sekolah Indonesia di luar negeri, dapat dilanjutkan di waktu yang akan datang.

(bas/vick/ags)

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI