PENDIDIKAN AL-QUR’AN DI KALANGAN MASYARAKAT DI DKI JAKARTA
PENDIDIKAN AL-QUR’AN DI KALANGAN MASYARAKAT DI DKI JAKARTA
DRS. FUADUDIN TM
31 halaman
BALAI PENELITIAN AGAMA DAN KEMASYARAKATAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGAMA DEPARTEMEN AGAMA
TAHUN 1992/1993
Tradisi membaca Al-Qur’an di kalangan masyarakat khususnya di DKI Jakarta pada beberapa dasa warsa sempat diresahkan. Keresahan tersebut sangat berdasar mengingat sangat langkanya lembaga pendidikan yang benar-benar mempersiapkan anak didik bisa membaca Al-Quran secara “Tartil” yaitu membaca dengan baik dan benar. Pada tahun lima puluhan sampai enam puluhan masih terbiasa anak yang akan di khitan (disunat) melakukan khataman Al-Quran, yang menandakan anak tersebut telah selesai membaca Al-Quran sebanyak 30 juz.
Ruang lingkup penelitian ini mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan yang berusaha di jawab yaitu :
a. Meliputi bentuk kelembagaan, latar belakang berdirinya sampai kepada proses perubahan yang terjadi.
b. Sistem pengelolaannya, mencakup program pendidikan (kurikulum), tenaga pengajar, sistem administrasi, pembiayaan, hubungan dan kerjasama antara pengelola lembaga pendidikan Al-Qur’an, masyarakat dan pemerintah.
c. Metode yang dikembangkan serta bagaimana metode tersebut memunculkan proses belajar mengajar (PBM) serta sistem pengelolaan yang diperlukan, organisasi kependidikan serta fasilitas yang diperlukan.
Berkembanganya lembaga pendidikan Al-Quran dalam berbagai bentuknya merupakan bagian dari fenomena keberagaman masyarakat yang semakin meningkat, di mana penidikan Al-Quran (agama) semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Keragaman bentuk pendidikan Al-Quran merupakan refleksi dari keragaman sosial, ekonomi, pendidikan, budaya dan pengalaman keagamaan masyarakat.
Terdapat pergeseran pola pendidikan Al-Quran dari bentuk yang non formal, longgar dan massal (pengajian di masjid, langgar majlis ta’lim, dsb.) ke bentuk formal, klasikal dan lebih ketat (rigid), seperti Diniyah sampai akhirnya pada bentuk TKA dan LPA. pergeseran dan perubahan nampaknya disebabkan oleh ketidak puasan terhadap pola lama yang dianggap tidak memenuhi harapan mereka. masyarakat lebih maju dan terdidik, pola kehidupan telah berubah tuntutan terhadap kualitas pendidikan anaknya pun bisa berubah termasuk pendidikan Al-Quran.
Untuk meningkatkan efektifitas pembinaan, ada baiknya dibentuk wilayah binaan, dengan menunjuk wilayah pendidikan Al-Quran yang dianggap baik sebagai pembina pendidikan Al-Quran yang ada disekitarnya. dengan demikian akan terjadi pengimbasan secara berkesinambungan untuk mengembangan wilayah – wilayah yang masih rawan pendidikan membaca Al-Quran.***