Penguatan Manuskrip Untuk Membangun Model Peradaban

12 Okt 2016
Penguatan Manuskrip Untuk Membangun Model Peradaban

Jakarta (12 Oktober 2016). Karya tulis monumental telah banyak dihasilkan oleh para ulama Nusantara di masa lampau. Kondisi karya tulis manuskrip ulama memiliki jumlah yang sangat besar. Tercatat, hingga lima tahun terakhir ini Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, telah menginventarisasi dan mengeksplorasi lebih dari 5000-an karya manuskrip ulama Nusantara. Karya tersebut dibukukan atau dikodifikasikan dalam Thesaurus of Indonesian Islamic Manuscripts— memuat hampir 3000 lebih laman (entry) yang bisa dilihat dari aspek judul, penulis, bahasa, aksara, dan subyek isi, serta dikemas dalam bentuk  “Manuskrip digital” (digitized manuscripts). Kedua karya rujukan ini, (yang bisa diakses melalui http://lektur.kemenag.go.id/naskah), merupakan kekayaan bangsa yang sangat berharga bagi akademisi dan pegiat keilmuan klasik.

Pernyataan tersebut  disampaikan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin dalam Pembukaan Semiloka Manuskrip Ulama Nusantara Se-Asia Tenggara dengan tema ”Memperkuat Peradaban melalui Manuskrip Karya Ulama Nusantara” yang diselenggarakan Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tanggal 12 Oktober 2016, bertempat di Hotel Arya Duta, Jl. Prapatan No. 44-48, Jakarta.

Sebelumnya Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Abd. Rahman Mas’ud, melaporkan bahwa Semiloka bertujuan untuk menyusun model pengelolaan dalam manuskrip ulama Nusantara se-Asia Tenggara, mengidentifikasi isu-isu kekinian dari manuskrip ulama Nusantara se-Asia Tenggara, menganalisis masalah manajerial manuskrip ulama Nusantara se-ASEAN, membangun program-program kolaborasi dan jaringan untuk tujuan memayungi manuskrip ulama Nusantara se-ASEAN dan aturan-aturan lainnya dalam ruang lingkup Asia Tenggara, serta memanfaatkan manuskrip ulama Nusantara se-ASEAN untuk penguatan masyarakat Asia Tenggara.

Semiloka akan dilaksanakan selama  tiga hari (12 s.d. 14 Oktober 2016), diikuti para delegasi dari instansi-instansi terkait di Indonesia dan negara se-Asia Tenggara sebanyak 80 orang.

Selanjutnya, Menteri Agama menyatakan, walaupun berbagai upaya eksplorasi, inventarisasi, konservasi, dan pengembangan terhadap keberadaan manuskrip tersebut telah dilakukan, namun diperkirakan masih terdapat puluhan ribu manuskrip karya Ulama Nusantara yang kini tersebar di berbagai perpustakaan di luar negeri, seperti di perpustakaan Universitas Leiden Belanda, British Library Inggris, Perancis, Jerman, Afrika Selatan, dan di kawasan Asia Tenggara itu sendiri, yaitu di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand Selatan, Filipina, Singapura, dan Indonesia yang belum digarap dengan baik.

Lebih jauh Menteri Agama mengungkapkan kondisi manuskrip Nusantara tersebut tersebar di berbagai tempat dan sebagian mengalami nasib yang kurang menguntungkan (misalnya: tercecer, tersimpan “asal-asalan”, hilang, rusak, bahkan punah) dikarenakan faktor pengelolaan yang kurang optimal, tingkat literasi dan kesadaran masyarakat terhadap manuskrip yang masih rendah, dan keterbatasan pembiayaan. Untuk itu diperlukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi pengelolaan manuskrip dengan sistem yang lebih canggih dan profesional.

Menteri Agama menegaskan, “Dalam upaya intensifikasi dan ekstensifikasi program pengelolaan manuskrip dan bentuk karya ulama lainnya, maka topik-topik semiloka yang menyangkut program-program eksplorasi, konservasi, pengkajian pengembangan, dan promosi manuskrip Nusantara, diharapkan bisa menghasilkan kesepakatan untuk penguatan manuskrip dalam upaya membangun model peradaban yang sesuai  dengan tuntutan zamannya.”  “Semiloka, lebih lanjut bisa mewadahi pemikiran-pemikiran cemerlang dari para pakar untuk menindak-lanjuti tugas peradaban ini dalam bentuk kerjasama kolaboratif antar lembaga, baik di tingkat nasional maupun regional ASEAN,” tegasnya lagi.

Menteri Agama berharap dalam forum Semiloka Manuskrip Nusantara ini dapat didiskusikan sejumlah masalah lain yang terkait dengan pernaskahan, misalnya tentang “Pedoman Transliterasi Arab-Latin ASEAN”, “Bahasa pergaulan (lingua franka) antar masyarakat ASEAN, dan pembentukan  Masyarakat Manuskrip Asia Tenggara (MAMA) yang sesungguhnya sudah lama diamanatkan oleh kesepakatan masyarakat ASEAN dalam rangka memelihara, mengembangkan dan promosi  budaya Nusantara di tengah dinamika arus modernisasi dan globalisasi yang sangat cepat membawa perubahan dan mempengaruhi tatanan hidup masyarakat global seperti kita saksikan dewasa ini.

Selain itu, Menteri Agama juga berharap Semiloka ini dapat melahirkan kesepakatan-kesepakatan dalam membuat transliterasi tingkat ASEAN yang mudah dipahami oleh setiap bangsa. Menurutnya, selama ini  transliterasi yang dibuat dan disepakati dua menteri, yaitu SKB Menag No. 158 tahun 1987 dan Mendikbud Nomor 0543/b/1987 perlu ditinjau ulang, karena belum menunjukkan tingkat efektifitas regulasinya secara maksimal di masyarakat.

Menteri Agama menegaskan melalui semiloka ini, juga penting untuk disepakati tentang bahasa yang digunakan untuk tingkat ASEAN, seperti bahasa “Malindo” (Melayu Indonesia). “Dengan demikian, melalui bahasa, bangsa ASEAN semakin kuat dan kokoh dalam menjaga kerukunan antar sesama,” ujarnya. “Sekali lagi, saya mengharapkan agar kegiatan ini dapat efektif dan memberikan kontribusi yang besar bagi peradaban bangsa, baik bagi generasi sekarang maupun akan datang,” ujar beliau mengakhiri sambutannya. (bas/vick)

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI