Penilaian Buku Agama Bagian dari Pelayanan Publik

4 Okt 2019
Penilaian Buku Agama Bagian dari Pelayanan Publik

Jakarta (4 Oktober 2019). Puslitbang Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) mengadakan pertemuan dengan para penerbit buku pendidikan agama di Hotel Aryaduta, Jumat (04/10).

Pertemuan dibuka langsung oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban) Abd. Rahman Mas’ud. Dalam sambutannya, Kaban menegaskan kegiatan penilaian buku merupakan pelayanan publik yang strategis dilaksanakan secara terstruktur dan masif.

“Sebagai layanan publik maka transparansi dan akuntabilitas merupakan keharusan. Perlu juga dibuat catatan terkait asal reviewer, agar ada perwakilan dari ormas keagamaan,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama Kapuslitbang LKKMO Muhammad Zain memberikan penjelasan terkait historisitas penilaian buku pendidikan agama. Bahwa tradisi penilaian buku sudah lama dilaksanakan oleh puslitbang dengan sebutan tadqiq. Hal yang baru adalah melaksanakan penilaian buku dalam jumlah besar dan skala nasional.

Regulasi sebagai payung hukum dalam penilaian buku, yaitu UU No 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, PMA No 9 Tahun 2018 Tentang Penilaian Buku Pendidikan Agama dan SK Kabadan No 51 Tahun 2018 tentang Penulisan, Penilaian dan penerbitan Buku Pendidikan Agama.

“Oleh karena itu sesungguhnya pekerjaan penilaian buku pendidikan agama merupakan amanah undang-undang. Hal ini penting dalam rangka peningkatan literasi masyarakat Indonesia agar kualitas pendidikan meningkat,” ungkapnya.

Sering dikatakan Indonesia masih rendah dalam literasi: baca-tulis, numeral-matematika, science, budaya dan agama. Dalam konteks ini PBA menemukan urgensitasnya.

Terakhir, Zain menyatakan bahwa literasi agama sangat penting sebab seluruh hidup manusia selalu terkait dengan agama.

“Sejak manusia ada dalam rahim ibu sampai menghadap Sang Khalik manusia selalu berhubungan dengan aspek agama. Karena itu buku pendidikan agama menjadi sangat penting dalam pendidikan karakter anak,” kata Kapus Zain.

Konten buku adalah hal-hal positif dan tidak mengandung radikalisme, ekstrimisme, pornografi, SARA, ujaran kebencian dan hal yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Sejarah agama tidak didominasi tentang sejarah peperangan, tapi perlu disajikan berimbang. Artinya sejarah perdamaian tidak dilupakan.

“Hal penting yang perlu diperhatikan adalah siapa pengguna buku tersebut sehingga perlu disesuaikan dengan aspek kebahasaan dan grafika. Buku pendidikan anak zaman sekarang diusahakan tidak terlalu tebal, besar dan panjang. Oleh karena itu buku perlu dilengkapi gambar sehingga lebih menarik dan mudah dipahami,” tutupnya.

Kabid Lektur, Bahari selaku panitia pelaksana penilaian buku pendidikan agama (PBA) menjelaskan bahwa tujuan pertemuan adalah menginformasiakan kepada penerbit penetapan buku-buku teks pendidikan agama yang akan dinilai.

“Data buku yang masuk ada 354 judul. Total buku ada 444 eksemplar, dan yang memenuhi persyaratan untuk dinilai sebanyak 310 buku. Penerbit yang hadir adalah penerbit yang sudah mengirim buku dan juga yang belum mengirim buku,” ujarnya.

Penerbit berasal dari Bina Media Perintis, Erlangga, Kalam Hidup, Cahaya, Duta, Bumi Aksara, Kanisius, Iqro Indonesia Global, Sygma Creative Media Corp, Mizan, Gramedia, Republika, IKAPI. Selain itu, terdapat pula peserta dari Puslitbang LKKMO, Sekretariat Balitbang, STAI Jakarta, Universitas Muhammadiyah, UIN Jakarta, dan beberapa Ditjen Bimas Agama Kemenag.

Bahari juga menginformasikan jadwal kegiatan panitia penilaian buku yaitu: 1). 7-9 Oktober trayout kepada tim penilai. 2). 14-16 Oktober sidang penilaian I,  3). 17-19 Oktober sidang penilaian II, 4). 23-25 Oktober sidang analisis data. Selanjutnya diberi waktu selama dua minggu kepada penerbit untuk melakukan revisi sesuai dengan koreksi tim penilia. 5). Review terakhir 17-19 November.  Sidang penetapan pemberian tanda lulus penilaian 27 November. Pengumuman dilakukan pada akhir bulan November.

Tampil sebagai narasumber dalam pertemuan ini adalah Ridwan Bustamam. Ia memberikan penjelasan menyeluruh tentang hal-ikhwal kegiatan penilaian buku.

“Saat ini hanya buku pendidikan agama yang dinilai, sedangkan buku keagamaan belum dapat dinilai karena tidak adanya regulasi,” ujarnya.

Banyak pertanyaan yang diajukan peserta terkait persoalan PBA. Ridwan memaparkan persoalan mendasar yang dihadapi selama ini.

“Amanah Undang-Undang dan PMA belum dilaksanakan, yaitu belum disusun pedoman penulisan, penerbitan dan pendistrbusian buku dari masing-masing Dirjen. Hanya Dirjen Pendis yang telah menyusunnya,” ungkapnya.

Menurut Ridwan, hal ini berdampak langsung terhadap kualitas buku yang dihasilkan sehingga kegiatan PBA akan menjadi lebih rumit. Ia pun berharap peserta dari Bimas Agama segera menyampaikan hal ini, sehingga dapat membuat pedoman perbukuan dan melaksanakan amanah undang-undang.[]

AS/diad

 

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI