Pentingnya Keikhlasan
Jakarta (Balitbang Diklat)---Salah satu akhlak yang paling ditanamkan dengan ibadah puasa ini adalah ikhlas.
Sangat mudah memahaminya. Saat siang hari ramadan saat perut kita lapar teramat sangat kita bisa saja masuk ke kamar lalu makan sepenuh perut lalu keluar dan terus berpura-pura masih puasa. Kenapa tidak kita lakukan?
Karena kita merasa hal itu tak ada gunanya dan lebih dari itu justru hal itu merusak hal paling fundamental yang merupakan tujuan dari ibadah puasa yaitu takwa. Orang yang melakukan hal ini justru menipu diri mereka sendiri dan justru menunjukkan bahwa mereka tidak ikhlas beramal untuk Allah melainkan karena selain Allah.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa saja urgensi keikhlasan dalam hidup kita sehingga menjadi salah satu fokus dalam tarbiyah ilahiyyah dalam ibadah puasa di bulan Ramadhn?
Inilah yang akan kita bahas dalam kesempatan ini.
Pentingnya Keikhlasan
Di antara hal yang membuat ikhlas itu menjadi penting dan berharga adalah:
1. Ikhlas adalah puncak pengamalan terbaik terhadap ajaran agama.
Allah berfirman:
وَمَنۡ أَحۡسَنُ دِينٗا مِّمَّنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبۡرَٰهِيمَ خَلِيلٗا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(Nya) (QS. An-Nisa', 4: 125).
Nabi Ibrahim disebut oleh Allah agar Yahudi dan Nasrani menggunakan akal pikiran mereka. Jika Nabi Ibrahim adalah seorang muslim lalu kenapa mereka menyimpang begitu jauh sehingga keluar dari agama Nabi Ibrahim?
Nabi Ibrahim adalah bapak tauhid yang dengan ikhlas mengamalkan ajaran Islam dan mendakwahkannya kepada kaumnya walaupun harus menerima konsekuensi yg sangat berat dan penentangan yang sangat hebat dari kaumnya. Ikhlaslah kekuatan utamanya dalam menghadapi itu semua. Seandainya Nabi Ibrahim melakukan semua itu bukan karena Allah maka Allah takkan pernah menolongnya dan takkan pernah memujinya sebagai kekasih Allah yang sejarahnya ditulis dengan tinta emas.
2. Mendapat Pahala yang Besar
Allah Berfirman:
إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ وَأَصۡلَحُواْ وَٱعۡتَصَمُواْ بِٱللَّهِ وَأَخۡلَصُواْ دِينَهُمۡ لِلَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ مَعَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۖ وَسَوۡفَ يُؤۡتِ ٱللَّهُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَجۡرًا عَظِيمٗا
Kecuali orang-orang yang bertaubat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan dengan tulus ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu bersama-sama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman (QS. An-Nisa', 4: 146).
Orang yang ikhlas dibangkitkan ruhul jama'ah dalam diri mereka bahwa bukan sendirian mereka memegang teguh agama ini dengan ikhlas. Maka mereka akan dikumpulkan pula di akhirat bersama semua orang yang ikhlas berpegang pada agama Allah.
3. Tidak disalahkan oleh Allah atas apa yang tak mampu mereka lakukan
Allah berfirman:
لَّيۡسَ عَلَى ٱلضُّعَفَآءِ وَلَا عَلَى ٱلۡمَرۡضَىٰ وَلَا عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُواْ لِلَّهِ وَرَسُولِهِۦۚ مَا عَلَى ٱلۡمُحۡسِنِينَ مِن سَبِيلٖۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) atas orang yang lemah, orang yang sakit dan orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada alasan apa pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS. At-Taubah, 9: 91).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan:
"Kemudian Allah Swt. menjelaskan uzur-uzur yang tiada dosa bagi pelakunya bila tidak ikut perang. Maka Allah menyebutkan sebagian darinya yang bersifat lazim bagi diri seseorang yang tidak dapat terlepas darinya, yaitu lemah keadaan tubuhnya sehingga tidak mampu bertahan dalam berjihad. Uzur atau alasan lainnya yang bersifat permanen ialah tuna netra, pincang, dan lain sebagainya. Karena itulah dalam ayat di atas golongan ini disebutkan di muka.
Alasan lainnya ialah yang bersifat insidental, seperti sakit yang menghambat penderitanya untuk dapat berangkat berjihad di jalan Allah; atau karena fakirnya hingga ia tidak mampu mempersiapkan diri untuk berjihad.
Maka terhadap mereka itu tidak ada dosa jika mereka berlaku ikhlas dalam ketidakberangkatannya untuk berjihad, tidak menggentarkan orang lain, tidak pula menghambat mereka, sedangkan mereka tetap berbuat baik dalam keadaannya itu.
“Orang-orang Hawariyyun (pengikut Nabi Isa) bertanya, "Wahai Ruhullah (Nabi Isa), ceritakanlah kepada kami tentang orang yang berbuat ikhlas kepada Allah." Nabi Isa menjawab, "Orang yang lebih mementingkan hak Allah daripada hak manusia. Dan apabila ia menghadapi dua perkara, yaitu perkara dunia dan perkara akhirat, maka ia memulainya dengan perkara akhirat, sesudah itu baru perkara dunianya." (HR. Sufyan As Sauri sebagaimana dikutip Imam Ibnu Katsir).
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا، وَلَا سِرْتُمْ [مَسِيرًا] إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ". قَالُوا: وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ؟ قَالَ: "نَعَمْ، حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ"
Sesungguhnya di Madinah terdapat kaum-kaum; tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah, tidak pula kalian menempuh suatu perjalanan, melainkan mereka selalu beserta kalian. Para sahabat bertanya, "Padahal mereka di Madinah?" Rasulullah Saw. bersabda, "Ya, mereka tertahan oleh uzurnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Al-Auza'i mengatakan bahwa orang-orang keluar untuk melakukan salat istisqa, lalu Bilal ibnu Sa'd berdiri di antara mereka (untuk berkhotbah). Maka ia memulainya dengan mengucapkan puja dan puji kepada Allah Swt., sesudah itu ia berkata, "Hai orang-orang yang hadir, bukankah kalian mengakui berbuat dosa?" Mereka menjawab, "Ya, benar." Bilal ibnu Sa'd berkata dalam doanya:
اللَّهُمَّ، إِنَّا نَسْمَعُكَ تَقُولُ: {مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ} اللَّهُمَّ، وَقَدْ أَقْرَرْنَا بِالْإِسَاءَةِ فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا واسقِنا. وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَرَفَعُوا أَيْدِيَهُمْ فَسُقوا.
Ya Allah, sesungguhnya kami mendengar firman-Mu yang mengatakan, "Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik.” Ya Allah, kami telah mengakui berbuat dosa, maka berikanlah ampunan bagi kami, rahmatilah kami, dan berilah kami siraman hujan.
Bilal mengangkat kedua tangannya, dan orang-orang pun mengangkat tangan mereka. Maka hujan pun turun kepada mereka.”
Demikianlah sebagaimana dikutip oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.
4. Ikhlas adalah Fitrah Manusia
Allah berfirman:
هُوَ ٱلَّذِي يُسَيِّرُكُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۖ حَتَّىٰٓ إِذَا كُنتُمۡ فِي ٱلۡفُلۡكِ وَجَرَيۡنَ بِهِم بِرِيحٖ طَيِّبَةٖ وَفَرِحُواْ بِهَا جَآءَتۡهَا رِيحٌ عَاصِفٞ وَجَآءَهُمُ ٱلۡمَوۡجُ مِن كُلِّ مَكَانٖ وَظَنُّوٓاْ أَنَّهُمۡ أُحِيطَ بِهِمۡ دَعَوُاْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ لَئِنۡ أَنجَيۡتَنَا مِنۡ هَٰذِهِۦ لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّٰكِرِينَ
Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (dan berlayar) di lautan. Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal, dan meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di dalamnya) dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka mengira telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa dengan tulus ikhlas kepada Allah semata. (Seraya berkata), “Sekiranya Engkau menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur” (QS. Yunus, 10: 22).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan yakni kami tidak akan menyekutukan-Mu dengan seseorang pun, dan kami benar-benar akan mengesakan Engkau dalam beribadah nanti, sebagaimana kami sekarang mengesakan Engkau dalam doa kami di sini.
وَإِذَا غَشِيَهُم مَّوۡجٞ كَٱلظُّلَلِ دَعَوُاْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ فَلَمَّا نَجَّىٰهُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ فَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞۚ وَمَا يَجۡحَدُ بِـَٔايَٰتِنَآ إِلَّا كُلُّ خَتَّارٖ كَفُورٖ
Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami hanyalah pengkhianat yang tidak berterima kasih (QS. Luqman, 31: 32).
Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلا إِيَّاهُ}
Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia (Al-Isra: 67).
Pengertian muqtasid dalam ayat 32 surat Fathir ialah pertengahan dalam beramal. Dapat pula takwil ini diterapkan ke dalam ayat surat Luqman yang sedang kita bahas. Pengertian ini pun termasuk ke dalam sikap yang ingkar bagi orang yang telah menyaksikan pemandangan yang mengerikan dan kejadian yang menakutkan serta tanda-tanda kekuasaan-Nya yang jelas selama ia di laut. Kemudian setelah Allah memberinya keselamatan dari bahaya tersebut sebagai nikmat karunia dari-Nya, seharusnya orang yang bersangkutan bersyukur kepada Allah dengan mengerjakan amal yang sempurna lagi terus-menerus dalam beribadah dan bersegera mengerjakan kebaikan. Dan barang siapa yang hanya bersikap pertengahan sesudah peristiwa tersebut, maka ia termasuk ke dalam kategori orang-orang yang melalaikan nikmat Allah.
khattar ialah orang yang setiap kali berjanji selalu mengkhianati janjinya. Dan al-khatr artinya pengkhianatan berat.
Kafuur Artinya, sangat ingkar kepada nikmat-nikmat Allah dan tidak mensyukurinya, bahkan sengaja melupakannya.
5. Ikhlas adalah Perintah Allah
Allah berfirman:
وَأَنۡ أَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗا وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
Dan (aku telah diperintah), “Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan ikhlas, dan jangan sekali-kali engkau termasuk orang yang musyrik (QS. Yunus, 10: 105).
Allah juga berfirman dalam ayat lain:
إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصٗا لَّهُ ٱلدِّينَ
Sesungguhnya Kami menurunkan kitab (Al-Qur`ān) kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya (QS. Az-Zumar, 39: 2).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan:
Yaitu sembahlah Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan serulah makhluk untuk menyembah-Nya, dan beri tahukanlah kepada mereka bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain hanya Dia semata. Dan bahwa tiada sekutu bagi-Nya, tiada saingan, serta tiada tandingan bagi-Nya.
6. Tidak Terombang Ambing dalam Hidup
Allah berfirman:
حُنَفَآءَ لِلَّهِ غَيۡرَ مُشۡرِكِينَ بِهِۦۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَتَخۡطَفُهُ ٱلطَّيۡرُ أَوۡ تَهۡوِي بِهِ ٱلرِّيحُ فِي مَكَانٖ سَحِيقٖ
(Beribadahlah) dengan ikhlas kepada Allah, tanpa mempersekutukan-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh (QS. Al-Hajj, 22: 31).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan:
Yaitu jauh lagi membinasakan setiap orang yang terjatuh padanya. Karena itu, telah disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang menyebutkan bahwa sesungguhnya orang kafir itu apabila dimatikan oleh malaikat pencabut nyawa, mereka langsung membawa naik rohnya ke langit. Akan tetapi, semua pintu langit tidak dibukakan untuknya. Akhirnya rohnya dilemparkan dari langit (ke tempat yang jauh).
7. Ikhlas adalah Cara Beragama yang Lurus
Allah berfirman:
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ
Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar) (QS. Al-Bayyinah, 98: 5).
Yakni agama yang tegak lagi adil, atau maknanya umat yang lurus lagi pertengahan
8. Ikhlas adalah bukti Rasa Syukur atas nikmat Allah
Allah berfirman:
هُوَ ٱلَّذِي يُرِيكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُنَزِّلُ لَكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ رِزۡقٗاۚ وَمَا يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَن يُنِيبُ
فَٱدۡعُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ
Dialah yang memperlihatkan tanda-tanda (kekuasaan)-Nya kepadamu dan menurunkan rezeki dari langit untukmu. Dan tidak lain yang mendapat pelajaran hanyalah orang-orang yang kembali (kepada Allah).
Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya) (QS. Ghafir, 40: 13 & 14).
Imam ibnu Katsir menafsirkan Firman Allah Swt.:
{هُوَ الَّذِي يُرِيكُمْ آيَاتِهِ}
Dialah Yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. (Al-Mu’min: 13)
Yaitu menampakkan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan pada makhluk lainnya yang ada di atas dan yang ada di bawah, padanya terdapat tanda-tanda yang besar yang menunjukkan akan kesempurnaan Penciptanya yang telah mengadakan dan yang telah menjadikannya.
{وَيُنزلُ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ رِزْقًا}
dan menurunkan untukmu rezeki dari langit (Al-Mu’min: 13).
Yakni hujan yang menjadi penyebab tumbuhnya tetumbuhan dan buah-buahan seperti yang terlihat oleh mata, beraneka ragam warna, rasa, bau, dan bentuknya, padahal asal kejadiannya dari air yang sama. Maka berkat kekuasaan-Nya Yang Mahabesar, Dia menjadikan masing-masing dari semuanya itu berbeda-beda.
{وَمَا يَتَذَكَّرُ}
Dan tiadalah mendapat pelajaran (Al-Mu’min: 13).
Maksudnya, tiada yang dapat mengambil pelajaran dan memikirkan segala sesuatu itu dan mengambil kesimpulan darinya akan Kebesaran Penciptanya.
{إِلا مَنْ يُنِيبُ}
kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah) (Al-Mu’min: 13).
Yaitu orang yang mempunyai pandangan hati lagi selalu taat kepada Allah. Firman Allah Swt.:
{فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ}
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya) (Al-Mu’min: 14).
Artinya, murnikanlah penyembahan dan berdoa itu hanya kepada Allah semata, dan berbedalah dengan orang-orang musyrik dalam sepak terjang dan pendapat mereka.
Rasulullah bersabda
ادعوا الله وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ"
Berdoalah kepada Allah Swt., sedangkan kalian merasa yakin akan diperkenankan. Dan ketahuilah bahwa Allah Swt. tidak memperkenankan doa dari orang yang hatinya lalai lagi tidak khusyuk. (HR. Ibnu Abi Hatim)
Allah juga berfirman
هُوَ ٱلۡحَيُّ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱدۡعُوهُ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَۗ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
Dialah yang hidup kekal, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam (QS. Ghafir, 40: 65)
dengan mengesakan-Nya dan mengakui bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah selain Dia, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Abdullah ibnuz Zubair setiap usai dari salam salatnya selalu mengucapkan doa berikut:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan segala puji, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu; tiada daya (untuk menghindar dari maksiat) dan tiada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali dengan pertolongan Allah. Tiada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah, dan kami tidak menyembah selain kepada Dia, bagi-Nyalah semua nikmat, karunia dan pujian yang baik. Tiada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, sekalipun orang-orang kafir tidak suka. (HR. Ahmad)
9. Terhindar dari tipudaya Setan
Allah berfirman:
قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغۡوَيۡتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَأُغۡوِيَنَّهُمۡ أَجۡمَعِينَ
إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡهُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ
Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang Ikhlas di antara mereka” (QS. Al-Hijr, 15: 39 & 40).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan:
Yang dimaksud dengan "mereka' ialah anak cucu dan keturunan Adam a.s. Dengan kata lain iblis mengatakan, "Sesungguhnya aku akan membuat mereka senang dan memandang baik perbuatan-perbuatan maksiat, dan aku akan anjurkan mereka serta menggiring mereka dengan gencar untuk melakukan kemaksiatan.”
Dalam ayat yang lain Allah bahkan mengutip kesungguhan iblis dalam menyesatkan keturunan Adam sampai iblis bersumpah
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغۡوِيَنَّهُمۡ أَجۡمَعِينَ
إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡهُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ
(Iblis) menjawab, “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka”
(QS. Shad, 38: 82 & 83).
Sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{أَرَأَيْتَكَ هَذَا الَّذِي كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِي إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لأحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلا قَلِيلا}
Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil (Al-Isra: 62).
Mereka yang berjumlah sedikit ini adalah orang-orang yang dikecualikan di dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلا}
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai Penjaga (Al-Isra: 65).
Contohnya adalah Nabi Yusuf
Nabi Yusuf adalah contoh yg sangat jelas perlindungan Allah kepada orang yang ikhlas dari godaan setan.
Allah berfirman:
وَلَقَدۡ هَمَّتۡ بِهِۦۖ وَهَمَّ بِهَا لَوۡلَآ أَن رَّءَا بُرۡهَٰنَ رَبِّهِۦۚ كَذَٰلِكَ لِنَصۡرِفَ عَنۡهُ ٱلسُّوٓءَ وَٱلۡفَحۡشَآءَۚ إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُخۡلَصِينَ
Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang Ikhlas (QS. Yusuf, 12: 24).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan yakni sebagaimana Kami memperlihatkan kepadanya suatu tanda yang memalingkannya dari apa yang diniatkannya, demikian pula Kami menjaganya dari perbuatan keji dan mungkar dalam semua urusannya.
{إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ}
Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang Ikhlas (Yusuf: 24).
Yakni termasuk orang yang terpilih, disucikan, dan didekatkan kepadaNya; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya.
Penutup
Jelaslah bagi kita bahwa ikhlas memegang peranan sangat penting dalam hidup kita. Semoga Allah menjaga hati kita agar selalu ikhlas dalam menjalani hidup.
Wallahu a'lam bisshowwab