Pentingnya Restorasi Digital dalam Meningkatkan Keterbacaan Manuskrip di Sijawarba
Makassar (Balitbang Diklat)---Sosialisasi Sistem Jaga Warisan Budaya Bangsa (Sijawarba) yang dilaksanakan Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi di Claro Hotel Makassar (19/9/2024) bertujuan untuk menyosialisasikan Sijawarba dan menghimpun masukan serta saran dari para peserta yang hadir sebagai penyempurnaan Sijawarba tersebut. Acara ini dihadiri 30 peserta, termasuk dari kalangan akademisi dan praktisi di bidang sastra, bahasa, dan ilmu budaya.
Dalam kegiatan ini, hadir Prof. Idham Kholid Bodi sebagai narasumber yang berasal dari Badan Riset dan Inovasi Nasional yang juga merupakan praktisi dan penggiat manuskrip keagamaan. Kembong Daeng, salah satu peserta yang berprofesi sebagai dosen Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar, mengungkapkan kebanggaan dan apresiasinya terhadap inisiatif Sijawarba.
"Sebagai pecinta bahasa dan sastra daerah, saya merasa perlu menjaga naskah-naskah yang sudah mulai sulit dibaca oleh generasi milenial dan juga generasi Z. Digitalisasi ini bukan hanya sekadar arsip, tetapi juga untuk memahami makna dan nilai yang terkandung dalam manuskrip tersebut," ujar Kembong Daeng.
Lebih lanjut, Kembong Daeng juga sepakat dengan kekhawatiran yang disampaikan Prof. Idham, yang menyoroti penurunan minat generasi muda terhadap sastra.
"Saya melihat generasi saat ini jarang yang minat, bahkan menghasilkan karya sastra. Padahal, tanpa karya sastra yang baru, kita mungkin akan menghadapi kepunahan dalam bidang ini di masa depan," ungkap Kembong Daeng.
Sementara itu, Haeruddin, Kepala Prodi Sastra Arab dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, menambahkan beberapa saran penting terkait konten/isi materi dan desain aplikasi Sijawarba. Ia mencatat bahwa beberapa manuskrip masih sulit terbaca dan perlu dilakukan restorasi digital terlebih dahulu.
"Dalam dunia manuskrip, terdapat 2 metode restorasi, yaitu restorasi fisik dan restorasi digital. Restorasi fisik dilakukan dengan melakukan perbaikan pada fisik manuskrip. Sedangkan restorasi digital dilakukan dengan memperbaiki bentuknya yang sudah terdigitalisasi. Keterlibatan para ahli seperti filolog, grafolog, dan ahli desain grafis dalam proses restorasi sangat penting untuk meningkatkan keterbacaan dan kebermanfaatan manuskrip," paparnya secara lebih mendalam.
Haeruddin juga menyarankan adanya segmentasi dalam desain sistem aplikasi Sijawarba untuk mempermudah pencarian. "Dengan segmentasi jenis-jenis manuskrip, akan lebih mudah bagi peneliti dan masyarakat untuk mengakses kategori manuskrip yang dibutuhkan," tambah Haeruddin.
Sosialisasi ini menegaskan pentingnya kolaborasi dalam menjaga warisan budaya manuskrip keagamaan, tidak hanya dengan kementerian/lembaga terkait, namun juga dengan para akademisi di bidangnya. Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan naskah-naskah manuskrip keagamaan yang berharga dapat tetap terjaga dan diakses oleh generasi mendatang, baik terjaga secara fisik maupun terjaga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk diaplikasikan di masa kini. (Maudy Mishfanny)