Peran Penting Penyuluh Agama Menurut Menag

27 Jul 2017
Peran Penting Penyuluh Agama Menurut Menag

Jakarta (26 Juli 2017). Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, Penyuluh Agama memiliki peranan penting di kalangan akar rumput (grass roots). Peran tersebut adalah sebagai teladan, panutan, sekaligus sebagai rujukan dan tempat bertanya masyarakat tentang hal ihwal keagamaan. 

Hal itu dikatakan Menteri Agama saat didaulat membuka teleconference bersama para peserta Diklat Teknis Substantif Penyuluh Agama Non-PNS di delapan Balai Diklat Keagamaan se-Indonesia. Yakni BDK Semarang, BDK Surabaya, BDK Ambon, BDK Padang, BDK Makassar, BDK Medan, BDK Banjarmasin dan BDK Bandung. Teleconference yang diiniasiasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini digelar di ruang rapat Sekretariat Jenderal Kemenag Jl Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (26/7) siang.

Sebagai penyuluh, harus memiliki kesadaran bahwa penyuluhan, penerangan, bimbingan, dan hal-hal terkait penjelasan hal ihwal keagamaan hendaknya memiliki penjelasan yang mencerahkan. “Saya ingin menggarisbawahi kata mencerahkan itu. Karena saudara-saudara penyuluh hakekatnya adalah para dai, juru penerang, maka sampaikanlah agama dengan pendekatan sedemikian rupa sehingga penjelasan saudara itu mencerahkan,” ujar Menag.

Putra bungsu Menteri Agama KH Saifuddin Zuhri ini menambahkan, Penyuluh Agama di bawah Kemenag meskipun non-PNS, tetap saja mengemban fungsi bagaimana agar penyuluh agama berperan penyambung lidah pemerintah. Sehingga kebijakan pemerintah terkait keagamaan harus dipahami dengan baik oleh penyuluh.

Menag mengajak penyuluh agama sebagai peserta diklat untuk betul-betul dapat memaknai hakikat dari kata penyuluh itu sendiri. Penyuluh berasal dari kata ‘suluh’ yang berarti penerang. “Saya berharap penyuluh memiliki kemampuan sekaligus kemauan untuk tetap memberikan penyuluhan atau penerangan dalam hal bimbingan kepada masyarakat terkait dengan ihwal agama,” harapnya.

Hal-ihwal keagamaan, lanjut Menag, itu amat sangat kompleks. Faham-faham keagamaan itu sangat beragam. Tak hanya Islam, hampir semua agama memiliki varian pemikiran. Maka yang dituntut dari seorang penyuluh adalah keluasan wawasan dalam memahami persoalan terkait keragaman paham keagamaan.

“Sekedar ilustrasi, misalnya ada yang bertanya apakah memakai celana di atas mata kaki itu hukumnya apa. Wajibkah atau ini sesuatu yang boleh-boleh saja, atau bahkan mungkin ada yang berpandangan haram. Di sinilah peran kita sebagai penyuluh agama harus memiliki kemampuan menjelaskan yang mencerahkan. Bukan malah menyalah-nyalahkan atau menyatakan itu satu-satunya kebenaran,” jelasnya.

Menurut Menteri Agama, setidaknya penyuluh mengemban tiga fungsi yang harus senantiasa terpatri. Pertama, penyuluh ialah pembimbing yang menuntun masyarakat terkait dengan agama. Kedua, penyuluh agama merupakan teladan, panutan sekaligus rujukan tempat bertanya masyarakat mengenai agama. Ketiga, penyuluh berfungsi sebagai penyambung lidah pemerintah sehingga kebijakan-kebijakan pemerintah terkait keagamaan dapat tersampaikan dengan baik di masyarakat.

“Satu hal penting terkait tujuan diklat ini yaitu selain untuk meningkatkan kompetensi peserta, juga merupakan proses internalisasi wawasan kebangsaan kita. Sebab, kecenderungan yang semakin meningkat adanya upaya-upaya memperhadapkan antara nilai-nilai kebangsaan di satu sisi dengan agama di sisi yang lain,” pungkas Menteri Agama. (Musthofa Asrori/bas)

 

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI