Perusak Ukhuwah Islamiah

13 Apr 2023
Perusak Ukhuwah Islamiah
Ustaz/Dai

Jakarta (Balitbang Diklat)---Allah menegaskan bahwa tidak boleh ada hubungan apa pun di antara orang beriman selain ukhuwah.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ 

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” (QS. al-Hujuraat: 10).

Kalaupun berbisnis maka dalam ukhuwah, berpolitik dalam ukhuwah, dll.

Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir mengutip beberapa hadis, di antaranya:

"الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ"

Orang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh berbuat aniaya terhadapnya dan tidak boleh pula menjerumuskannya.

Di dalam hadis sahih disebutkan:

"وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ"

Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama si hamba selalu menolong saudaranya.

Di dalam kitab sahih pula disebutkan:

"إِذَا دَعَا الْمُسْلِمُ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ: آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْلِهِ"

Apabila seorang muslim berdoa untuk kebaikan saudaranya tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, maka malaikat mengamininya dan mendoakan, "Semoga engkau mendapat hal yang serupa.”

Hadis-hadis yang menerangkan hal ini cukup banyak. Dan, di dalam hadis sahih disebutkan:

"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوادِّهم وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحُمَّى والسَّهَر"

Perumpamaan orang-orang mukmin dalam persahabatan kasih sayang dan persaudaraannya sama dengan satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh menimbulkan demam dan tidak dapat tidur (istirahat).

Di dalam hadis sahih disebutkan pula:

"الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا"

Orang mukmin (terhadap mukmin lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lainnya saling menguatkan. Lalu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam merangkumkan jari jemarinya.

Itulah hadis-hadis yang dikutip Imam Ibnu Katsir saat menafsirkan ayat di atas.

Ukhuwah adalah ikatan persaudaraan paling kuat dan paling abadi. Ukhuwah islamiah melampaui sekat geografis, melampaui kesukuan, provinsi bahkan batas negara. Ukhuwah islamiah tidak mengenal kasta, tak memandang rupa, bukan warna kulit yang menjadikan mulia. Ukhuwah islamiah semata memandang manusia hanya karena kesamaan iman, disatukan kalimat Allah yang Maha Tinggi, disucikan dari ambisi duniawi; semua bersatu sebagaimana Allah perintahkan dari dunia sampai akhirat.

Ia lebih kuat dari persaudaraan sedarah. Karena sekalipun sedarah jika sudah beda illah maka putus sudah persaudaraan. Ia lebih kuat dari persaudaraan karena apa pun, ia lebih mulia dari ikatan apa pun karena ia diikat dengan perintah Tuhan.

Adapun kali ini kita akan membahas hal-hal apa saja yang dapat merusak ukhuwah. Hal ini perlu kita ketahui agar kita tidak terjatuh ke dalamnya.

Kita ambil poin-poinnya dari ayat maupun hadis. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيث،ِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا (رواه مسلم) 

Dari Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah sallalahu alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah mencari-cari isu; janganlah mencari-cari kesalahan; janganlah saling bersaing; janganlah saling mendengki; janganlah saling memarahi; dan janganlah saling membelakangi (memusuhi). Akan tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara" (HR. Muslim, Hadits No. 4646).

Dalam hadis ini kita dapat beberapa poin perusak ukhuwah:

1. Zhan

 Zhan adalah prasangka buruk, yaitu berprasangka negatif atas sesuatu yang terdapat pada saudaranya. Dan prasangka buruk adalah sumber dari segala bentuk keretakan ukhuwah islamiah, maka harus dihindari sejauhnya. Jika pun ada sesuatu yang tidak disukai dari saudaranya, maka hendaknya tabayyun atau diajak diskusi, hingga tidak menjadi dosa. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (QS. Al Hujurat, 49: 12).

Imam ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk, yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya sebagian dari hal tersebut merupakan hal yang murni dosa. Untuk itu, hendaklah hal tersebut dijauhi secara keseluruhan sebagai tindakan preventif.

Telah diriwayatkan kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia pernah berkata, "Jangan sekali-kali kamu mempunyai prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang mukmin melainkan hanya kebaikan belaka, sedangkan kamu masih mempunyai jalan untuk memahaminya dengan pemahaman yang baik."

Lalu Imam Ibnu Katsir mengutip beberapa hadis 

 حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ وَيَقُولُ: "مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ. وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ، مَالُهُ وَدَمُهُ، وَأَنْ يُظَنَّ بِهِ إِلَّا خَيْرٌ

 Abdullah ibnu Amr radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Nabi sallallahu alaihi wasallam sedang tawaf di ka'bah seraya mengucapkan: Alangkah harumnya namamu, dan alangkah harumnya baumu, dan alangkah besarnya namamu, dan alangkah besarnya kesucianmu. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kesucian orang mukmin itu lebih besar di sisi Allah Swt. daripada kesucianmu; harta dan darahnya jangan sampai dituduh yang bukan-bukan melainkan hanya baik belak (HR. Ibnu Majah).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَنَافَسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا".

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: Janganlah kamu mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu adalah berita yang paling dusta; janganlah kamu saling memata-matai, janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling berbuat makar, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara (HR. Bukhari, Muslim, & Abu Dawud).

قَالَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَنَسٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلَا يَحِلُّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ".

Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Anas radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: Janganlah kalian saling memutuskan persaudaraan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling membenci, dan janganlah kamu saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari (HR. Muslim,& Turmudzi).

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "ثلاث لازمات لِأُمَّتِي: الطِّيَرَةُ، وَالْحَسَدُ وَسُوءُ الظَّنِّ". فَقَالَ رَجُلٌ: مَا يُذْهِبُهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِمَّنْ هُنَّ فِيهِ؟ قَالَ: "إِذَا حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ، وَإِذَا ظَنَنْتَ فَلَا تُحَقِّقْ، وَإِذَا تَطَيَّرْتَ فَأمض "

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: Ada tiga perkara yang ketiganya memastikan bagi umatku, yaitu tiyarah, dengki, dan buruk prasangka. Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara melenyapkannya bagi seseorang yang ketiga-tiganya ada pada dirinya?" Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menjawab: Apabila kamu dengki, mohonlah ampunan kepada Allah; dan apabila kamu buruk prasangka, maka janganlah kamu nyatakan; dan apabila kamu mempunyai tiyarah (pertanda kemalangan), maka teruskanlah niatmu” (HR. Thabrani).

2. Tahassus dan tajassus

 Tahassus yaitu saling mencari-cari aib atau isu yang sedang menimpa saudaranya sesama muslim, yang sebenarnya bukan menjadi urusannya. Tajassus yaitu sifat negatif dimana seseorang suka mencari-cari kesalahan yang dilakukan oleh orang lain sesama muslim.

وَلَا تَجَسَّسُوا

Dan janganlah mencari-cari keburukan orang (QS. Al Hujurat, 49: 12).

Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa

Yakni sebagian dari kalian terhadap sebagian yang lain. Lafaz tajassus pada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata dalam bahasa Arabnya disebut jaras. Adapun mengenai lafaz tahassus pada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. yang menceritakan perihal Nabi Ya'qub yang telah mengatakan kepada putra-putranya:

{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ}

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah (Yusuf: 87).

Tetapi adakalanya lafaz ini digunakan untuk pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

"لَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا"

Janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah pula saling mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula saling membenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.

Al-Auza'i mengatakan bahwa tajassus ialah mencari-cari kesalahan pihak lain, dan tahassus ialah mencari-cari berita suatu kaum, sedangkan yang bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau disadap. Tadabur artinya menjerumuskan atau menjatuhkan atau membuat makar. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

3. Tanafus dan tahasud

 Tanafus yaitu saling bersaing dan tak suka jika saudaranya dapat yang lebih baik darinya. Tahasud yaitu saling hasad (saling dengki), senang malihat orang susah dan susah melihat orang senang.

وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. an Nisa’: 32).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yakni yang berkenaan dengan masalah-masalah duniawi; demikian pula dengan masalah-masalah agama, karena berdasarkan kepada hadis Ummu Salamah dan Ibnu Abbas.

Hal yang sama dikatakan oleh Ata ibnu Abu Rabah bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan larangan mengharapkan dapat memiliki apa yang dimiliki oleh orang lain, berkenaan dengan harapan kaum wanita yang menginginkan agar mereka seperti laki-laki sehingga mereka dapat berperang. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.

Setiap imbalan disesuaikan dengan amal perbuatannya. Jika amal perbuatannya baik, maka balasannya pun baik; jika amal perbuatannya buruk, maka balasannya pun buruk pula. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Jarir.

Janganlah kalian iri terhadap apa yang telah Kami lebihkan buat sebagian dari kalian atas sebagian yang lain, karena sesungguhnya hal ini merupakan takdir. Dengan kata lain, berharap untuk memperolehnya merupakan hal yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Tetapi mintalah kalian sebagian dari kemurahan-Ku, niscaya Aku akan memberi kalian, karena sesungguhnya Aku Maha Mulia lagi Pemberi.

Dia Maha Mengetahui terhadap orang yang berhak memperoleh duniawi, lalu Dia memberinya sebagian dari duniawi; juga terhadap orang yang berhak mendapat kemiskinan, lalu Dia membuatnya miskin. Dia Maha Mengetahui terhadap orang yang berhak mendapat pahala ukhrawi, lalu Dia memberinya taufik untuk mengamalkannya. Dia Maha Mengetahui terhadap orang yang berhak memperoleh kehinaan, lalu Dia membuatnya hina hingga tidak dapat melakukan kebaikan dan penyebab-penyebabnya.

Imam Ibnu Katsir mengutip hadis dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

"سَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِه، فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ يُسأل، وَإِنَّ أحبَّ عِبَادِهِ إِلَيْهِ الَّذِي يُحب الْفَرَجَ"

Memohonlah kalian kepada Allah sebagian dari karunia-Nya, karena sesungguhnya Allah suka bila diminta, dan sesungguhnya hamba Allah yang paling disukai oleh-Nya ialah orang yang suka (menunggu) jalan keluar.

Dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa seorang wanita datang kepada Nabi sallallahu alaihi wasallam, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, seorang lelaki mendapat warisan dua kali lipat seorang wanita, dan kesaksian dua orang wanita sebanding dengan kesaksian seorang lelaki, padahal kami dalam beramal sama saja. Tetapi jika seorang wanita melakukan suatu kebaikan, maka yang dicatatkan baginya adalah separo pahala kebaikan  (yang dilakukan oleh seorang lelaki)." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian iri hati. (An-Nisa: 32), hingga akhir ayat.

Dengan kata lain, sesungguhnya hal tersebut merupakan tindakan yang adil dari-Ku. Akulah yang membuatnya.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa kaum laki-laki mengatakan, "Sesungguhnya kami menghendaki agar kami beroleh pahala dua kali lipat pahala kaum wanita, seperti halnya kami memperoleh dua bagian dalam harta warisan." Kaum wanita mengatakan, "Sesungguhnya kami menghendaki agar kami memperoleh pahala yang sama dengan para syuhada, karena kami tidak mampu berperang. Seandainya diwajibkan atas kami berperang, niscaya kami akan berperang pula." Allah menolak hal tersebut dan berfirman kepada mereka, "Mintalah oleh kalian kepada-Ku sebagian dari kemurahan-Ku." Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa yang dimaksud ialah bukan yang berkaitan dengan harta duniawi" (HR. Ibnu Abi Hatim).

Diriwayatkan hal yang sama dari Qatadah.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, janganlah seorang lelaki berharap melalui ucapannya, "Aduhai, sekiranya aku mempunyai harta dan istri seperti yang dimiliki oleh si Fulan." Maka Allah Swt. melarang hal tersebut, tetapi hendaklah dia memohon kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.

Al-Hasan, Muhammad ibnu Sirin, Ata, dan Ad-Dahhak mengatakan hal yang semisal. Pengertian ini merupakan makna lahiriah dari ayat. Akan tetapi, tidak termasuk ke dalam pengertian ini hal berikut yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih, yaitu:

"لَا حَسَد إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فسَلَّطَه عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، فَيَقُولُ رَجُلٌ: لَوْ أَنَّ لِي مِثْلَ مَا لِفُلَانٍ لعَمِلْتُ مِثْلَهُ. فَهُمَا فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ"

Tidak boleh dengki kecuali dalam dua hal, yaitu (terhadap) seorang lelaki yang dianugerahi oleh Allah harta yang banyak, lalu ia menginfakkan (membelanjakan)-nya di jalan yang hak, dan ada lelaki lain mengatakan, "Seandainya aku mempunyai apa yang semisal dengan yang dipunyai oleh si Fulan, niscaya aku akan mengamalkan hal yang sama," kedua-duanya beroleh pahala yang sama.

Maka sesungguhnya iri hati yang disebutkan di dalam hadis ini bukan termasuk hal yang dilarang oleh ayat ini. Demikian itu karena hadis menganjurkan berharap untuk memperoleh nikmat yang semisal dengan apa yang diperoleh si Fulan. Sedangkan makna ayat dilarang berharap mempunyai kebendaan yang semisal dengan apa yang dimiliki oleh si Fulan tersebut.

4. Tabaghud dan tadabur

    Tabaghud yaitu saling marah. Tadabur yaitu saling membelakangi.

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali Imran, 3: 134).

Imam ibnu Katsir berkata

Dengan kata lain, apabila mereka mengalami emosi, maka mereka menahannya  (yakni  memendamnya  dan  tidak  mengeluarkannya); selain itu mereka memaafkan orang-orang yang berbuat jahat kepada mereka.

«يَقُولُ اللَّهُ تعالى: يا ابْنَ آدَمَ اذْكُرْنِي إِذَا غَضِبْتَ، أَذْكُرُكَ إِذَا غَضِبْتُ فَلَا أُهْلِكُكَ فِيمَنْ أُهْلِكُ»

Allah Swt. berfirman, "Hai anak Adam, ingatlah kepada-Ku jika kamu marah, niscaya Aku mengingatmu bila Aku sedang murka kepadamu. Karena itu, Aku tidak akan membinasakanmu bersama orang-orang yang Aku binasakan (HR.  Ibnu Abi Hatim).

Di antara keutamaan menjaga lisan adalah

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَنْ كَفَّ غَضَبَهُ كَفَّ اللهُ عَنْهُ عَذَابَهُ، وَمَنْ خزَنَ لِسَانَهُ سَتَرَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنِ اعْتَذَرَ إلَى اللهِ قَبِلَ عُذْرَهُ"

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: Barang siapa yang mengekang amarahnya, maka Allah menahan siksa-Nya terhadapnya. Dan barang siapa yang mengekang lisannya, maka Allah menutupi auratnya. Dan barang siapa yang meminta maaf kepada Allah, maka Allah menerima permintaan maafnya (HR. Abu Ya’la dalam Musnad-nya).

 Rasulullah mendefinisikan orang yang kuat adalah yg mampu menahan marah

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قال: "لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرُعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ"

dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi sallallahu alaihi wasallam yang telah bersabda: Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah (HR. Ahmad).

Ketika ada yg meminta wasiat, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda 

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu  bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi sallallahu alaihi wasallam: “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi sallallahu alaihi wasallam bersabda: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri].

5. Pembicaraan rahasia

Allah menjelaskan bahwa pembicaraan rahasia itu adalah dari setan 

إِنَّمَا النَّجْوَىٰ مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudarat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal [Al-Mujadilah: 10].

Imam ibnu Katsir menjelaskan 

Yakni sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah pembicaraan yang dilakukan dengan bisik-bisik yang tujuannya ialah untuk membuat hati orang mukmin tidak enak, bahwa dirinya sedang dalam bahaya.

{مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا}

adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita (Al-Mujadilah: 10).

Yaitu sesungguhnya pembicaraan rahasia ini yang dilakukan oleh mereka (orang-orang munafik) tiada lain akibat dari bisikan setan yang diembuskan kepada mereka dan membuat mereka menganggap baik perbuatan itu.

{لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا}

supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita (Al-Mujadilah: 10).

Yakni agar hati mereka menjadi gelisah dan tidak enak, padahal kenyataannya hal tersebut sama sekali tidak membahayakan mereka kecuali dengan seizin Allah. Dan barang siapa yang merasa sedang menghadapi sesuatu dari itu, hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dan bertawakallah kepada-Nya; maka sesungguhnya pembicaraan rahasia itu tidak akan membahayakan dirinya dengan seizin Allah.

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda sebagaimana dikutip Imam ibnu Katsir 

إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَلَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ صَاحِبِهِمَا، فَإِنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُهُ

”Apabila kalian sedang bertiga maka janganlah yang dua orang dari kalian berbicara berbisik-bisik dengan meninggalkan orang ketiga. Sesungguhnya hal itu akan membuat dirinya merasa sedih” [Hadis riwayat Muslim dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu].

6. Tidak berpegang teguh dengan adab berbicara dalam Islam

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا

Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ”Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia” [Al-Isra’: 53].

Imam bnu Katsir menjelaskan 

"Allah Swt. memerintahkan kepada hamba dan Rasul-Nya —Nabi Muhammad salallahu alaihi wasallam— agar memerintahkan kepada hamba-hamba Allah yang beriman, hendaklah mereka dalam khutbah dan pembicaraannya mengucapkan kata-kata yang terbaik dan kalimat yang menyenangkan. Karena sesungguhnya jika mereka tidak melakukan hal ini, tentulah setan akan menimbulkan permusuhan di antara mereka dengan membakar emosi mereka, sehingga terjadilah pertengkaran dan peperangan serta keburukan.

Sesungguhnya setan adalah musuh Adam dan keturunannya sejak setan menolak bersujud kepada Adam dan menampakkan permusuhannya terhadap Adam. Karena itulah maka Nabi salallahu alaihi wasallam melarang seseorang mengacungkan senjatanya kepada saudara semuslimnya, karena dikha­watirkan setan akan merasuki tangannya, dan adakalanya senjatanya itu ditimpakan kepada saudaranya tanpa kesengajaan darinya."

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai [Lukman: 19].

Imam ibnu Katsir mengutip penafsiran Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, sesungguhnya suara yang paling buruk ialah suara keledai, yakni suara yang keras berlebihan itu diserupakan dengan suara keledai dalam hal keras dan nada tingginya, selain itu suara tersebut tidak disukai oleh Allah Swt. Adanya penyerupaan dengan suara keledai ini menunjukkan bahwa hal tersebut diharamkan dan sangat dicela

7. Rakus terhadap dunia

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal (Thaha, 20: 131).

Imam ibnu Katsir menjelaskan bahwa 

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, "Janganlah kamu melirikkan pandangan matamu kepada kemewahan yang ada di tangan orang-orang yang hidup senang dan mewah. Karena sesungguhnya hal itu tiada lain merupakan perhiasan yang fana dan nikmat yang pasti lenyapnya, kami mencobai mereka dengan melaluinya. Akan tetapi, amatlah sedikit orang yang banyak bersyukur di antara hamba-hamba-Ku."

Lalu beliau mengutip di dalam kitab sahih disebutkan bahwa ketika Umar ibnul Khattab masuk menemui Rasulullah salallahu alaihi wasallam di dalam suatu peristiwa yang saat itu Rasulullah salallahu alaihi wasallam sedang mengasingkan dirinya dari istri-istrinya, sebab beliau telah bersumpah tidak akan menggauli mereka dalam waktu tertentu (sampai mereka sadar). Umar ibnul Khattab melihat Rasulullah salallahu alaihi wasallam sedang berbaring di lantai rumahnya dengan hanya beralaskan tikar. Sedangkan di dalam rumahnya hanya ada sebuah wadah air yang sudah lapuk, tergantung di sisi rumahnya. Maka dengan serta-merta Umar mencucurkan air matanya. Rasulullah salallahu alaihi wasallam bertanya, "Hai Umar, apakah yang membuatmu menangis?" Umar menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Kisra dan Kaisar berada dalam kemewahannya, sedangkan engkau adalah makhluk pilihan Allah." Rasulullah salallahu alaihi wasallam bersabda:

"أَوَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلت لَهُمْ طَيِّبَاتُهُمْ فِي حَيَاتِهِمُ الدُّنْيَا "

Hai Ibnul Khattab, apakah engkau dalam keadaan ragu? Mereka adalah kaum yang disegerakan bagi mereka kebaikannya dalam kehidupan dunia ini.

Rasulullah salallahu alaihi wasallam adalah orang yang paling zuhud terhadap duniawi, padahal beliau mampu menguasainya. Apabila beliau memperoleh harta benda, maka dinafkahkan dan dibagi-bagikannya ke sana dan kemari, kepada semua hamba Allah dan beliau tidak pernah menyimpan sesuatu pun darinya untuk keperluan dirinya di esok hari.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: أَنْبَأَنَا يُونُسُ، أَخْبَرَنِي ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي مَالِكٌ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنِ عَطَاءِ بْنِ يَسَار، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: " إن أخوف ما أخاف عليكم مَا يَفْتَحُ اللَّهُ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنْيَا ". قَالُوا: وَمَا زَهْرَةُ الدُّنْيَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: " بَرَكَاتُ الْأَرْضِ "

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Malik, dari Yazid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah salallahu alaihi wasallam pernah bersabda: Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan terhadap kalian ialah bila Allah membukakan bagi kalian bunga-bunga kehidupan dunia. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan bunga-bunga kehidupan dunia?” Rasulullah salallahu alaihi wasallam menjawab, "Keberkatan bumi.”

Rasulullah salallahu alaihi wasallam bersabda 

ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ

”Bersikap zuhudlah di dunia, Allah ‘Azza wa Jalla akan mencintaimu dan bersikap zuhudlah terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain maka orang-orang akan mencintaimu” (HR. Al Hakim dari Sahal bin Sa’ad).

 

8. Ghibah dan saling memanggil dengan panggilan yang buruk

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ 

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (QS. Al-Hujurat, 49 :12).

Imam ibnu katsir menjelaskan

"Yakni sebagaimana kamu tidak menyukai hal tersebut secara naluri, maka bencilah perbuatan tersebut demi perintah syara', karena sesungguhnya hukuman yang sebenarnya jauh lebih keras daripada yang digambarkan. Ungkapan seperti ayat di atas hanyalah untuk menimbulkan rasa antipati terhadap perbuatan tersebut dan sebagai peringatan agar tidak dikerjakan"

Terkait ungkapan memakan bangkai, As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12) Ia merasa yakin bahwa Salman radhiyallahu ‘anhu ketika berjalan bersama dua orang sahabat Nabi salallahu alaihi wasallam dalam suatu perjalanan sebagai pelayan keduanya dan meringankan beban keduanya dengan imbalan mendapat makan dari keduanya. Pada suatu hari ketika semua orang telah berangkat, sedangkan Salman tidak ikut berangkat bersama mereka melainkan tertidur, lalu kedua temannya itu menggunjingnya. Kemudian keduanya mencari Salman, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya kedua teman Salman membuat kemah dan keduanya mengatakan seraya menggerutu, "Tiada yang dikehendaki oleh Salman atau budak ini selain dari yang enaknya saja, yaitu datang tinggal makan dan kemah sudah dipasang."  

Ketika Salman datang, keduanya mengutus Salman kepada Rasulullah salallahu alaihi wasallam untuk meminta lauk pauk. Maka Salman pun berangkat hingga datang kepada Rasulullah salallahu alaihi wasallam seraya membawa wadah lauk pauk. Lalu Salman berkata, "Wahai Rasulullah, teman-temanku telah menyuruhku untuk meminta lauk pauk kepada engkau, jika engkau mempunyainya." Rasulullah salallahu alaihi wasallam bersabda: Apakah yang dilakukan oleh teman-temanmu dengan lauk pauk, bukankah mereka telah memperoleh lauk pauk? Maka Salman kembali kepada kedua temannya dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah salallahu alaihi wasallam. Kemudian keduanya berangkat hingga sampai ke tempat Rasulullah salallahu alaihi wasallam, lalu berkata, "Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, kami belum makan sejak pertama kali kami istirahat." Rasulullah salallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya kamu berdua telah mendapat lauk pauk dari Salman karena gunjinganmu (terhadapnya). Lalu turunlah firman Allah Swt.: Sukakah seseorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12) Sesungguhnya Salman saat itu sedang tidur.

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَكَلَ مِنْ لَحْمِ أَخِيهِ فِي الدُّنْيَا، قُرِّب لَهُ لَحْمُهُ فِي الْآخِرَةِ، فَيُقَالُ لَهُ: كُلْهُ مَيْتًا كَمَا أَكَلْتَهُ حَيًّا. قَالَ: فَيَأْكُلُهُ ويَكْلَح وَيَصِيحُ".

Rasulullah salallahu alaihi wasallam pernah bersabda: Barang siapa yang memakan daging saudaranya sewaktu di dunia (yakni menggunjingnya), maka disuguhkan kepadanya daging saudaranya itu kelak di akhirat, lalu dikatakan kepadanya, makanlah ini dalam keadaan mati sebagaimana engkau memakannya dalam keadaan hidup” (HR. Abu Ya’la).

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيْلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: «إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

 “Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah?” Mereka berkata, “Allâh dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Rasûlullâh salallahu alaihi wasallam bersabda, “Kalian menyebut saudaramu dengan apa yang dia tidak sukai.” Dikatakan, “Apa pendapat Anda jika apa yang aku sebutkan ada pada saudaraku?” Rasûlullâh salallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika apa yang engkau katakan ada padanya, sungguh engkau telah men-ghibah-nya, jika yang kau katakan tidak benar sungguh engkau berdusta dan mengada-ada” (HR. Muslim, no: 2589 dari Abu Hurairah).

Sikhriyyah (merendahkan yang Lain), celaan terhadap saudara yang lain adalah permusuhan terhadap kehormatannya. Allah berfirman 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim [Al-Hujurat/49:11]. Wallahu a'lam bisshowwab.

   

 

Penulis: Junaedi Putra
Editor: Sri Hendriani/Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI